[caption caption="(Thamrin Sonata ingatkan pentingnya tanggung-jawab dalam menulis. || Foto: Akun FB Thamrin Sonata)"]
Kutipannya: “Menulis, ya ada aturannya. Termasuk bertanggung-jawab pada buah “pemikiran”nya. ‘Ndak asal njeplak”.
Sebenarnya, apa yang disampaikan empunya kumis gahar ini mudah saja dicerna maknanya. Penulis, harus bertanggung-jawab pada apa yang dituliskannya. Karena, tulisan akan berdampak. Baik dan buruknya, tergantung dari apa yang dituliskan. Untuk itu, seperti juga kata Kang Pepih: “Yang paling baik adalah tulisan itu bisa bermanfaat buat orang banyak”.
Bahaya, kalau tulisan itu berdampak buruk. Membawa berkah, kalau sebaliknya, tulisan itu bermanfaat. Karena apa? Ya, karena tulisan akan “abadi”, bergeser dari generasi ke generasi. Seperti pernah dituliskan Pramoedya Ananta Toer: “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari”.
[caption caption="(Kalimat bijak yang mengingatkan banyaknya sampah informasi tak mencerahkan di media sosial. || Foto: Akun FB Yusran Darmawan)"]
Apa yang diungkapkan Yusran Darmawan memang keprihatinan kita bersama. Aneka kasus melalui media sosial sudah banyak terjadi. Bahkan, seperti dikutip bbc.com, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti sempat mengatakan, ada 180.000 akun media sosial, yang diduga menyebar kebencian yang tengah diselidiki.
Untuk itu semua, sejumlah undang-undang yang bisa dipakai untuk menjerat penyebar kebencian, yaitu:
Satu, UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman enam tahun penjara.
Dua, Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Tiga, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Teknis Penanganan Konflik Sosial.
* * * * *