Terik matahari siang, memanggang pohon asem yang tinggi  menjulang. Sementara sinar ultra violetnya menerobos diantara celah  daunnya, lalu nyungsep ke tanah. Persis di samping sepasang muda-mudi  yang sedang berteduh di bawah dahannya yang rindang .
Kedua sejoli itu duduk berpunggungan, di atas sebuah bangku kayu dalam areal perkuburan yang tampak masih lengang.
Si perempuan duduk menghadap ke utara, sambil  menggulung-gulung rambut dengan ujung jarinya. Sementara si pemuda duduk  menghadap ke selatan, sembari sibuk mengamplas gagang cangkulnya.
Sepasang muda-mudi itu tetap duduk bertolak belakang. Mirip  magnet yang ada di dalam kompas. Masih Tenggelam dengan kesibukannya  masing-masing. Tidak ada satupun yang berusaha memulai percakapan.
Entah darimana datangnya, tiba-tiba tiga orang pria setengah baya sudah berdiri di dekat mereka berdua. Lalu pria yang bertubuh 'pendekar' alias pendek tapi kekar,menegur lelaki yang asik dengan cangkulnya.
"Bang, saya mau sewa tukang gali. Berapa satu lobang?" Tanyanya tiba-tiba.
Setengah kaget pemuda itu pun menjawab "Eh, enam ratus ribu, Pak..."
"Mahal amat bang, empat ratus yah..." Tawar bapak itu.
"Lima ratus dah, buat panglaris..."
"Panglaris? Apa lu, kata! Emang abang dagang lubang kuburan, pake panglaris segala!" Lelaki 'pendekar' itu nampak kesal.
Pemuda itu menengok kearah perempuan yang tadi duduk bersamanya.