Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(RTC) Cerpen| Preman Insyaf

25 November 2017   17:36 Diperbarui: 25 November 2017   18:01 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic. smartdetoxpusat.wordpres.com

Bangor buru-buru bangkit dari duduknya dan berpindah  tempat. Sekali lagi guntur menggelegar, disertai cahaya kilat yang  menyambar. Gadis itu pun kembali berteriak kaget.

Tiba-tiba seorang pemuda keluar dari dalam rumah dan  langsung menghambur ke arah Hindun. Gadis itu langsung berlindung ke  belakang tubuh pemuda yang barusan keluar tadi.

Bangor memperhatikan pemuda tersebut yang kelihatan sudah  sangat dikenal oleh gadis itu. Menyadari keberadaan Bangor di tempat  itu, Hindun melepaskan pegangannya dari tangan pemuda yang sekarang  berdiri di sebelahnya.

"Bayu kenalkan. Ini bang Arya, yang akan membantu kita  mengajar di TPA. Bang Arya ini kenalkan, Bayu teman Hindun dari kota  yang akan membiayai semua kegiatan di kampung kita" Kata gadis itu  sambil tersenyum.

Bangor menyambut uluran tangan Bayu, yang dijulurkannya dengan sikap yang sopan.

"Nah, mumpung elu ada disini. Biar sekalian gue kasih tahu.  Bayu ini tunangannya Hindun, calon dokter gigi. Entar kalau elu sakit  gigi. Kemari aja gratis. Enggak usah pake bayar" Pak Haji ikut  memperjelas siapa pemuda itu sebenarnya.

"Iya Bang Arya. Hindun juga banyak cerita soal abang yang sudah dianggap kakaknya sendiri oleh Hindun.

Bangor seperti mendengar suara petir yang menggelegar.  Padahal hujan sudah berangsur reda dan hanya menyisakan gerimis.  Perasaannya menjadi tidak menentu. Perhatian gadis itu selama ini hanya  sebatas perhatian seorang adik terhadap abangnya. Tanpa sedikit pun rasa  cinta.

Bangor meremas selembar kertas yang ada di dalam jaketnya.  Sebuah tiket yang didapat setelah mengikuti seleksi pencarian bakat,  yang diadakan oleh sebuah stasiun televisi swasta. Bangor berhasil lolos  Audisi dan berhak lolos ke Jakarta untuk seleksi tahap berikutnya. Tapi  Bangor tak sempat mengabarkannya kepada Hindun.

Tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya, disertai  kilatan petir dan guntur  yang menggelegar. Pak Haji, Hindun dan pemuda  itu bergegas masuk ke dalam rumah. Sementara Bangor masih berdiri di  tempatnya, membiarkan hujan di bulan November membasahi tubuh,  hati dan air mata yang jatuh menetes ke pipinya.

Hiks....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun