Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenanganmu di Dalam Kardus Mie Rasa Sendu

27 November 2016   12:51 Diperbarui: 27 November 2016   16:44 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pic: ariepinoci.web.id

Sejak engkau memutuskan untuk berpisah. Aku mulai berkemas dan pindah dari hatimu yang bercelah. Satu persatu pigura kenangan yang tergantung di dinding hatimu ku lepas, dan ku masukkan ke dalam Kardus bekas mie instan rasa sendu.

Pigura pertama adalah kenangan rasa hujan.

Mungkin engkau masih ingat saat kita melangkah bersama menuju sekolah, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Lalu kita berteduh di bawah atap yang sama, di sebuah pos ronda yang tak jauh dari gerbang sekolah.

Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi dan mungkin lonceng tanda masuk telah berdentang berulang kali. Aku memperhatikan wajahmu yang mulai cemas, karena takut terlambat dan sudah pasti diomeli wali kelas.

Sedangkan aku mulai memanjatkan do'a, agar langit terus menerus menumpahkan airnya. Biar kata terlambat tiba di sekolah. Aku mulai betah berlama-lama, berteduh berdua saja denganmu, di bawah atap yang sama disebuah pos ronda.

Jujur kacang ijo. Baru kali ini aku menyesali kebodohanku yang tak bisa mengikuti pelajaran Bahasa Indonesia. Bukan karena tak suka. Melainkan lebih karena Pak Sinaga yang marah, gara-gara aku seenaknya mengganti nama Pak Sinaga menjadi 'Ular Sawah'.

"Bah..!" Katanya. "Mulai zaat ini, kau tak ku izinkan mengikuti pelazaranku zelama zatu bulan" Lanjut Pak Sinaga.

Bah...! Sekarang aku mulai merasakan akibatnya.

Bagaimana mungkin aku bisa menjadi playboy 'cap kaki tiga', kalau merayu saja aku tak bisa. Yah, itu... cuma gara-gara tak cukup banyak memiliki perbendaharaan kata, sehingga kesempatan langka seperti ini menjadi sia-sia. Sedangkan semua penghuni sekolah tahu, engkau lah bunga di atas meja. Eh, kembang kelas 1 IPA 2.

Sementara hujan masih turun dengan derasnya dan sudah pasti kita tidak hanya terlambat masuk sekolah. Mungkin sekarang kita malah ketinggalan dua jam pelajaran pertama sekaligus.

Hiks...

Aku melirikmu penuh ragu, dan kau mulai tampak kikuk dan malu-malu. Sekarang air hujan mulai menggenang kemana-mana. Malah sudah hampir memenuhi lantai pos ronda. Kamu hanya berjinjit dan mencari pijakan yang tak basah. Sedangkan aku sudah duduk memeluk kedua lututku di bangku panjang yang tersedia.

Aku ingat lirikan pertamamu yang malu ikut duduk di bangku yang sama karena sepatumu mendadak basah. Kalau kamu masih malu, sudah pasti jadinya bakalan malu-maluin karena air sudah mulai membanjiri lantai pos ronda.

"Ini kesempatan..." Pikirku dan tak lupa nyengir kuda.

"Udah, duduk sini aja kagak usah malu, gue udah jinak, kok!" Kataku mempersilahkan kamu duduk di sebelahku.

Ah, manisnya senyummu seolah menyambut baik tawaranku. Akhirnya kamu pun mau duduk di sebelahku dan selanjutnya cerita ini bisa ditebak.

Ya, kita berkenalan dan singkat kata Sejak itu kamu menjadi pacarku. Melewati hari bersama, makan di kantin bersama, berangkat ke sekolah besama, cuma pisah ketika aku ngos-ngosan diuber anjing di belakang sekolah. Aku lari tunggang langgang, sedangkan kamu tidak.

Aku takut anjing, kamu malah mengelus leher hewan galak itu dan tertawa terpingkal-pingkal saat melihat aku lari lintang pukang tanpa aba-aba.

#hadeew.

Pigura kedua, kenangan rasa kantin.

Aku pandangi sejenak foto kita berdua saat duduk di kantin belakang sekolah. Kamu sedang tersenyum manis dengan lesung pipit di kedua pipi, dengan latar belakang penghuni sekolah yang tumpah ruah di sana, saat jam istirahat pertama.

Ketika dengan bangganya aku perlihatkan foto itu pada teman-temanku mereka semua jadi iri, dengki, sirik dan mengungkapkannya dengan frasa yang sama.

"Elu dapetin dia, anugerah. Tapi dia punya pacar elu, itu musibah!"

#basi

Aku tak peduli karena bagiku iri tanda tak mampu. Titik!

Yang penting kita bisa mencuri waktu dan berdusta pada guru. Eh, itu kan lagu. Maksudnya aku dan kamu bisa meluangkan waktu berdua di kantin sekolah. Tidak sekedar menikmati semangkuk bakso dan sebotol coca cola. Tapi setidaknya kita sedang mengukir kenangan indah masa SMA seperti Galih dan Ratna. #ceileee....

Pigura ketiga, kenangan rasa calon mertua.

Setelah tiga bulan bersama, kamu pun mengundangku untuk datang ke rumah pada malam minggu. Tentu saja aku tak menolak dan mempersiapkan semuanya dengan maksimal.

Jam baru menunjukkan pukul 8 malam, tapi aku sudah duduk manis di teras rumahmu sambil memandang senyummu yang manis. Karena semuanya pada manis, semut pun tampak berjalan beriring di atas meja dan sudah ada yang berenang di dalam gelas yang berisi teh manis.

Kita pun bercerita  tentang awal jumpa dan sesekali kamu pun tertawa ceria. Jujur ayam, malam ini aku merasa menjadi orang yang paling berbahagia sedunia. Betul kata teman-temanku. Memiliki pacar kamu adalah anugerah terindah bagiku.

Musibahnya bukan karena kamu memiliki pacar aku. Melainkan karena kamu memperkenalkan aku pada papamu, yang nota bene sudah ku anggap sebagai calon mertua. Malapetaka tepatnya!

Karena ketika kamu menghilang ke dalam rumah dan kembali lagi bersama calon mertua, eh...papamu. Aku tak sanggup lagi berkata dan hanya berdiri sambil menundukkan kepala.

"Anakku Vita Sinaga, pacarmu zi zontoloyo ini yang menzuluki papamu ini dengan zebutan ular zawah, bah!" Kata Pak Sinaga dengan tampang angkernya.

Ternyata kamu anak pak Sinaga, guru Bahasa Indonesiaku, dan akhirnya sejak malam itu kamu tak mau lagi mengenalku.

"Kita putuuuuus...!" Teriakmu.

Dan sejak teriakan putusmu tak lagi menggema. Aku mulai pindah dari hatimu dan mengemasi semua pigura kenangan yang tergantung di dinding hatimu, lalu ku masukkan satu persatu, ke dalam kardus bekas mie instan rasa sendu.

Hiks....

Sekian.

(Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama hanyalah kebetulan semata dan anggaplah itu anugerah).

Salam Sendu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun