Aku melirikmu penuh ragu, dan kau mulai tampak kikuk dan malu-malu. Sekarang air hujan mulai menggenang kemana-mana. Malah sudah hampir memenuhi lantai pos ronda. Kamu hanya berjinjit dan mencari pijakan yang tak basah. Sedangkan aku sudah duduk memeluk kedua lututku di bangku panjang yang tersedia.
Aku ingat lirikan pertamamu yang malu ikut duduk di bangku yang sama karena sepatumu mendadak basah. Kalau kamu masih malu, sudah pasti jadinya bakalan malu-maluin karena air sudah mulai membanjiri lantai pos ronda.
"Ini kesempatan..." Pikirku dan tak lupa nyengir kuda.
"Udah, duduk sini aja kagak usah malu, gue udah jinak, kok!"Â Kataku mempersilahkan kamu duduk di sebelahku.
Ah, manisnya senyummu seolah menyambut baik tawaranku. Akhirnya kamu pun mau duduk di sebelahku dan selanjutnya cerita ini bisa ditebak.
Ya, kita berkenalan dan singkat kata Sejak itu kamu menjadi pacarku. Melewati hari bersama, makan di kantin bersama, berangkat ke sekolah besama, cuma pisah ketika aku ngos-ngosan diuber anjing di belakang sekolah. Aku lari tunggang langgang, sedangkan kamu tidak.
Aku takut anjing, kamu malah mengelus leher hewan galak itu dan tertawa terpingkal-pingkal saat melihat aku lari lintang pukang tanpa aba-aba.
#hadeew.
Pigura kedua, kenangan rasa kantin.
Aku pandangi sejenak foto kita berdua saat duduk di kantin belakang sekolah. Kamu sedang tersenyum manis dengan lesung pipit di kedua pipi, dengan latar belakang penghuni sekolah yang tumpah ruah di sana, saat jam istirahat pertama.
Ketika dengan bangganya aku perlihatkan foto itu pada teman-temanku mereka semua jadi iri, dengki, sirik dan mengungkapkannya dengan frasa yang sama.