Message yang dikirimkan oleh rekan Kompasianer tersebut, sengaja saya screenshot lalu saya kirimkan kepada istri saya. Sehingga istri saya pun jadi ikut-ikutan membaca dan mengapresiasi karya fiksi yang saya buat. Mendaulatkan dirinya menjadi asisten pribadi yang akan menilai bagus atau tidaknya tulisan yang telah saya hasilkan.
Bayangkan energi positif yang ditimbulkan oleh sebuah pesan singkat di fitur obrolan, dari seorang Kompasianer senior, yang tidak hanya rendah hati. Tapi juga mau berbagi pengalamannya dan mau membantu saya menerbitkan buku. (Meskipun saya tak tahu pasti, kapan hal itu bisa diwujudkan)
Namun satu hal yang pasti. Dari pesan yang sengaja saya screenshoot tersebut, istri saya jadi tahu, saat saya merasa sendiri dan sepi karena terpisah jarak dan waktu dengan anak-anak  dan istri. Saya tidak hanya sibuk dengan pekerjaan. Tapi juga menyibukkan diri dengan membaca dan menulis di Kompasiana. Maka makin berbahagialah dirinya karena memiliki suami yang tidak hanya setia, pintar mengaji, tapi jago juga dalam menulis cerita fiksi. (Kata istri saya, lho!) hihihi....
Tidak hanya sampai disitu saja, istri saya pun menceritakan dan menunjukkan kepada anak-anak kami artikel-artikel yang saya posting di Kompasiana (Masih menurut istri saya) ada rasa bangga terpancar dari wajah anak-anak saya. Saat searching di google dan mengetik nama 'Budiman Gandewa", keluarlah profil saya lengkap dengan foto 'Babeh' dan 'emaknya'.
Putra tertua saya yang sebentar lagi tamat SMA nyeletuk:
"Wah... Babeh hebat, mak!" Ujarnya pada emaknya. Wkwkwk....
Terakhir, ini saya tambahkan sendiri.
Moment terbahagia selama beraktivitas di Kompasiana.
Saya bahagia karena tulisan saya yang tidak seberapa kualitas dan kuantitasnya, telah menginspirasi anak-anak saya untuk bisa menghasilkan sebuah karya dan mencatatkan namanya sebagai Kompasianer di Kompasiana. Pada suatu masa, di generasi berikutnya.
Sekian.
#terima kasih K-ners, Evi Cardalola yang telah membuatkan saya akun di Kompasiana.