Hari ini. Tepat di tanggal 27 September 2016. Empok Saidah akan  merayakan Hari Ulang Tahun Pernikahannya yang ke lima belas dengan Pak Erte. Karena itu sudah dari tadi mantan kembang desa, yang sekarang lebih mirip pot kembang (saking gembrotnya) sudah bersiap-siap untuk merayakan moment bersejarah tersebut.
Tapi bukan Pak Erte namanya, kalau enggak lupaan. Makanya beliau agak heran melihat penampilan istrinya yang tidak seperti biasanya.
"Bang, hari ini tanggal berapa yah?"Â Tanya Mpok Saidah, pura-pura nanyain tanggal.
"Tauuk?" Jawab Pak Erte singkat.
"Kalo nggak salah, tanggal dua tujuh ya, bang?"Â Mpok Saidah coba memancing. Kali-kali aja Pak Erte jadi inget.
"Elu liat aja sendiri di tanggalan" Jawab Pak Erte, masih sibuk menggulung kain sarung dipinggangnya,
Bayangin coba! Pegimana Mpok saidah nggak mangkel! Saking mangkelnya, muka empok Saidah udah  ngalahin rasa mangga yang masih mengkel. Aseeem, banget! Hihihi.....
Makanya dari selesai sholat Subuh, sampe ayam jago di keplak kepalanya pake gagang sapu, Karena saban pagi berkokok dan bikin kaget. Empok Saidah sengaja  belum menghidangkan secangkir kopi dan sepiring gorengan untuk Pak Erte.
Padahal sebagai istri yang telah mendampingi suaminya selama lima belas tahun, Mpok Saidah tahu betul kebiasaan Pak Erte yang selalu mengawali bangun tidurnya dengan segelas kopi. Beda dengan dirinya yang bangun tidur, terus mandi dan tidak lupa menggosok gigi. Hihihi...
Kebetulan ketika empok Saidah lewat di depannya, Pak Erte langsung menanyakan keberadaan kopi sama istrinya.
"Eh, Sophia Latjuba. Kupi mana yak? Kok belum nongol. Udah jam berapa nih?" Tanya Pak Erte.
"Tauuk" Jawab istrinya singkat.
"Jangan-jangan masih ketinggalan di dapur, yak?" Sindir Pak Erte, agar istrinya terpancing ngadonin kopi.
"Abang liat aja sendiri di dapur!"Â Jawab empok Saideh sambil ngeloyor masuk ke peraduan.
Busyeet!
Pak Erte jadi keki. Perasaan dirinya pernah denger jawaban-jawaban singkat istrinya barusan. "Tapi dimana, yah?"Â Pak Erte jadi mikir dan garuk-garuk kepala.
Sementara Pak Erte terus mikir. Empok Saidah kembali lewat, masih dengan penampilan yang menurut Pak Erte nggak seperti biasanya. Dandanannya keren abis, mengenakan kebaya hijau tosca. Selendang berwarna lumut dan make-up menghiasi wajah.
Mpok Saidah berjalan dengan gerakan 'slow motion', persis dihadapan pak Erte yang belum move on dari bengongnya. Alhasil momen itu berlalu begitu saja, tanpa memberikan efek yang berarti bagi sang suami.
Tapi Empok Saidah nggak kehabisan akal, seperti kaset pita yang digulung menggunakan pensil. Mantan primadona Kampung Pinggir Kali tersebut melakukan gerakan rewind alias Berjalan mundur.
Jelas saja gerakan tersebut sulit dilakukan oleh Empok Saidah yang berbobot lima kali lipet beratnya, dari sekarung beras Raskin yang setiap bulannya dibagi-in buat warga. Betisnya aja udah kayak Talas Bogor.
Ujung-ujungnya bukan gerakan Moonwalk-nya, bang Michael Jackson yang didapet. Empok Saidah malah keserimpet kakinya sendiri, serta jatuh dengan pantatnya yang mendarat lebih dulu ke bumi.
Tuiiing, Buk!
Karena bobot empok Saidah yang nggak kepalang tanggung. Suara jatuhnya bikin kuping pengeng dan menimbulkan getaran 3,5 skala richter. Pak Erte yang duduk di dekat situ, sontak menjadi kaget dan berlari menghambur keluar rumah.
Pikirannya cuma satu, saat itu telah terjadi gempa bumi di wilayah teritorialnya. Sehingga sebagai pejabat tertinggi di lingkungan pemerintahan terendah. Pak Erte kudu sigap dan wajib memberikan peringatan dini kepada warganya agar tanggap terhadap bencana.
Tapi setibanya di pekarangan depan, pak Erte tidak menjumpai sesuatu yang aneh. Kandang ayam masih utuh di tempatnya, tanpa mengalami kerusakan. Karyawan yang menuju ke pabrik jalan berseliweran seperti biasa, tanpa ada sedikit pun tanda-tanda kepanikan.
Kalau pun ada yang aneh, mungkin itu terlihat dari jalannya si Buluk yang agak sedikit sempoyongan. Melihat pemuda itu Pak Erte langsung memanggilnya untuk mencari tempe. Eh, tahu. Kali-kali aja si Buluk yang baru pulang jaga malem merasakan getaran yang sama. Cinta! Hihihi...
"Eh Buluk, sini lu!"Â Panggil Pak Erte, sambil celingukan dan terus memantau keadaan.
Karena yang memanggil adalah Komandan. Buluk dengan sigap, datang menghadap.
"Siap, te! Ada apaan, yak?"Â Tanya Buluk dengan posisi istirahat di tempat. Tapi meskipun sudah bersikap gagah. Tetap saja pijakan kakinya terlihat doyong.
"Barusan, elu ngerasain gempa, kagak?"Â Tanya pak Erte pelan.
"Gempaaa...?" Si Buluk tampak kebingungan.
"Iya. Bumi goyang-goyang gitu!" Pak Erte memberikan penjelasan.
"Waduuh! Kayaknya, iya te. Perasaan setiap ngelangkah, tanah yang gue injek kaga ada yang rata. Makanya jalan gue, jadi sempoyongan. Sekarang aja gue ngeliat muka Pak Erte rada berbayang dan sedikit bergoyang" Jawab Buluk penuh keyakinan.
Mendengar jawaban si Buluk, Pak Erte langsung mengernyitkan keningnya. "Elu habis ngisepin lem, yak!" Selidik Pak Erte.
"Lha. Kok Pak Erte bisa tahu?" Buluk bertanya heran.
"Entu namanya mabok lem bukan gempa, bahlul!"Â Sewot Pak Erte yang langsung balik kanan.
Sementara Buluk yang ditinggal sendirian, tetap yakin. Kalau apa yang dia rasakan adalah efek getaran dari sebuah gempa. Karena sekarang dilihatnya rumah Pak Erte mulai berbayang dan bergoyang-goyang. Hihihi...
*****
Sebenarnya pada saat Mpok Saidah mengalami grativasi bumi. Pak Erte persis duduk nggak jauh dari istrinya. Berhubung bawaannya lagi melamun, Pak Erte sama sekali tidak menyadari apa yang dialami oleh istrinya sebelum berlari ke pekarangan depan.
Karenanya, begitu Pak Erte masuk ke dalam rumah, serta melihat istrinya persis ikan paus terdampar (padahal empok Saidah ngerasa kayak Putri Duyung, lho!) Pak Erte malah terheran-heran.
"Lha, Malah tiduran di lantai bukannya bikinin gue kupi. Pegimana urusannya!" Omel Pak Erte pada istrinya.
"Abang. Bukannya bantuin, juga!" Sahut istrinya yang terlihat susah untuk bangun dan Pak Erte ke-payah-an membantunya berdiri. Sehingga terciptalah frasa 'susah payah' dalam KBBI.
Tidak lama kedua mantan Abang dan None angkatan tahun 80an tersebut terlibat pembicaraan serius. Saking seriusnya, mereka sama sekali tidak menyadari kalau ayam-ayam peliharaan Pak Erte keluar masuk dapur dengan tembolok penuh berisi beras.
Akhirnya, setelah berbicara sepanjang kali dan selebar body-nya empok Saidah. Pak Erte dan istrinya terlihat bersiap-siap pergi merayakan Hari Pernikahannya. Para penghuni kontrakkan pun mulai kepoh dan bertanya ada apa gerangan.
"Waduuh, Pak Erte mau pergi kemana, nih?" Tanya Bang Toyib sambil memperhatikan Penampilan pak Erte dari ujung kaki sampai ke ujung kepala.
"Iya, nih. Empok Saidah juga cantik banget"Â Empok Mumun ikut memuji.
Empok Saidah hanya membalas semua pertanyaan tersebut dengan sebuah senyuman. Karena hatinya saat ini tengah berbunga-bunga, sehingga tidak mampu berkata-kata.
Sementara Bang Toyib sedang termehek-mehek, sambil tersenyum kecut karena habis dikata-katain Pak Erte. "Lagu lama Elu mah..."Â Kata Pak Erte pada Bang Toyib "Bilang aja hari ini belum bisa bayar kontrakkan, karena nggak gablek duit, kan!"Â Skak Pak Erte lagi.
Hihihi....
Tiga jam kemudian.
Empok Saidah tertunduk malu, sementara Pak Erte tak mampu berkata-kata. Wedding Anniversary kali ini menjadi momen paling bersejarah yang tidak terlupakan. Betapa tidak, Pak Erte dan Empok Saidah mengenang kembali indahnya masa-masa mereka pacaran dulu.
Berjalan bergandengan tangan di taman bunga, di bawah sinar rembulan. Sesekali Pak Erte dan Empok Saidah terlihat berkejar-kejaran di atas rumput taman yang hijau, sambil mengelilingi pohonnya yang rindang.
Ternyata di taman tersebut bukan hanya Empok Saidah dan Pak Erte yang asik berkejar-kejaran. Ada beberapa pasangan yang ikut berlarian karena dikejar-kejar oleh pasukan POL PP. Jika mereka bisa berlari tunggang langgang. Empok Saidah larinya lebih mirip pilem India yang diperankan oleh Hema Malini dan Amitabf Bachchan.
Karena nggak bisa berlari kencang, akhirnya Mpok Saidah dan Pak Erte berhasil ditangkap, lalu  digelandang menuju mobil dan langsung dibawa ke kantor Polisi Pamong Praja.
Setelah menjalani pemeriksaan dan membuat surat perjanjian. Pak Erte dan Empok Saidah diizinkan pulang dengan sebuah catatan:
"Berjanji untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya, serta berjanji untuk tidak lagi peluk-pelukan dan berciuman disebuah taman"
Hadeeew!
Sungguh Wedding Annyversary, Â yang tidak terlupakan.
(Sekian)
*Karena sesuatu dan lain hal, cerita Pak Erte akan terus dilanjutkan dalam bentuk Cereal. Eh, salah. SERIAL!
Tetap jauhi Narkoba dan semoga isi ceritanya tidak menjemukan. Terima kasih.
Salam Sendu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H