"Itu dosa juga namanya, masak pergi haji pakai duit hasil jual narkoba."
"Saya ngerti, Bang. Tapi Enyak sama Babeh tetap nyuruh Midah nikah sama Bang Sanip."
"Kamu nggak cinta, sama abang?" tanyaku tiba-tiba.
Gadis itu mengangkat kepalanya, lalu menatapku dengan sayu. Wajahnya yang cantik berubah menjadi sendu.
"Midah sayang sama abang. Kalau nggak takut durhaka sama orang tua, Midah pengennya nikah sama abang."
"Kamu serius...?" aku coba meyakinkan.
Gadis itu mengangguk. Lalu kembali menundukkan kepalanya, sembari menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah. Segera saja kugenggam jemari tangan gadis tersebut. lalu menatap bulan, yang melengkung sabit. Selarik cahaya berekor, melintas di langit malam, seiring do'a yang kupanjatkan di dalam hati.
*****
"Aapaaa?" Kaga salah denger kuping gue?" seru Babeh dengan mata melotot, saat aku memintanya untuk melamar Hamidah.
Sementara Enyak menghela nafas panjang. "Elu serius mau kawin sama si anu...?" tanyanya, seperti meragukan keinginanku. Aku menganggukkan kepala, sambil memandang keduanya bergantian.
"Tapi yang Enyak denger dari orang-orang. Si anu, aduuh..., siapa namanya? Udah dilamar ama Si Sanip?" Enyak melanjutkan perkataannya.