Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Sebelum Janur Kuning Melambai

14 Agustus 2016   17:55 Diperbarui: 15 Agustus 2016   16:31 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dailymoslem.com

"...Iya si Mideh. Katanya lagi, pas elu balik dari rumahnya, anaknya langsung mewek masuk kamar dan nggak mau keluar sampe pagi. Emang lu apain sih, anak orang, sampe segitunya?"

"Lha, kok aku yang disalahin sih, nyak?" jawabku, sambil duduk di sebelah Babeh.

"Eh, codot. Berdasarkan yang gue denger barusan dari Enyak lu. Setan budek juga tahu kalau anaknya si Jukih yang demplon itu, nangisnya gegara elu!" Babeh nimpalin lagi, sambil melirik Enyak.

"Sudah-sudah, nggak usah diterusin lagi. Empeeet...!" Enyak yang mengerti arti lirikan Babeh, langsung hengkang ke dapur. Emang beliau rada sensi kalau mendengar kata 'demplon' yang barusan disebut Babeh. Soalnya dari perawan sampe sekarang, bodi Enyak lebih mirip gentong. Hihihi...

"Mau bikinin kopi, yak," Canda Babeh sambil mencolek pinggang Enyak, yang melewatinya.

"Mau ambil ulekan," jawab Enyak, keki.

"Ulekan? Waduuh, bilangin ama Enyak, lu. Babeh mau ke rumahnya Pak Erwe, ngurusin tanah. Daripada benjol.

"Enyaaak, Babeh kabuuur...!" teriakku sambil tertawa terpingkal-pingkal. Hahaha....

*****

Lepas Isya' aku sengaja menunggu Hamidah di jalan yang menuju ke arah musholla. Soalnya takut kejadian semalam terulang lagi, kalau aku nyamperin ke rumahnya. Tidak lama kemudian aku melihat sosok gadis itu keluar dari musholla, dan langsung ku ajak pergi ke Pos Hansip yang ada di ujung jalan.

"Elu yakin mau nikah sama Bang Sanip?" aku langsung bertanya, saat kami sudah duduk di dalam Pos Hansip.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun