DAMPAK POLA ASUH ORANG TUA YANG MEMANJAKAN (INDULGENT PARENTING) PADA IBU TUNGGAL (SINGLE MOM) TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS DAN RELIGIUSITAS PADA MASA KANAK-KANAK AWAL
Oleh: Galuh Aprilia Putri
PENDAHULUAN
  Pada sekarang ini banyak sekali anak-anak yang kurang mendapatkan pengasuhan yang baik dari orang tuanya. Menjadi orang tua adalah tanggung jawab yang berat, karena semua yang dilakukan berpengaruh terhadap anak-anak mereka. Menerapkan pola asuh yang tepat bagia anak-anak akan memberikan dampak positif untuk masa depannya. Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pendidikan anak-anak mereka, mulai dari pendidikan sederhana atau hal yang dasar seperti norma masyarakat, sopan santun, dan tentunya psikologis serta religiusitas anak. Pentingnya pola asuh yang tepat mempengaruhi kondisi psikologis dan religiusitas anak menjadi latar belakang dalam esai ini.
  Banyak fenomena yang terjadi terkait masalah ini yang disebabkan para orang tua yang acuh terhadap kondisi psikologis dan religiusitas anak-anak mereka, karena sibuk untuk bekerja mencari nafkah demi membiayai kehidupan anak mereka serta hidup mereka sendiri. Pekerjaan yang cukup menyita waktu para orang tua membuat mereka jarang ada waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak mereka, sehingga kondisi psikologis dan religiusitas anak menjadi terganggu sebab kesibukan orang tua mereka terlebih lagi orang tua tunggal. Dan pengaruh lingkungan juga turut andil dalam masalah ini, seperti stigma masyarakat terhadap orang tua tunggal atau single parent, khususnya anak-anak yang diasuh oleh ibu atau single mom.
  Merujuk pada teori tentang pola asuh oleh Diana Baumrind yang terdapat beberapa gaya pengasuhan yang diterapkan oleh para orang tua yang dapat mempengaruhi kondisi psikologis dan religiusitas anak-anak. Bagaimana pola asuh yang baik dan bagaimana pola asuh yang buruk untuk anak-anak, sehingga para orang tua tunggal tahu akan menerapkan pola asuh yang tepat bagi anak-anak mereka. Dan pastinya pola asuh yang dipilih orang tua tunggal akan berdampak pada kondisi psikologis dan religiusitas anak-anak mereka hingga dewasa nanti.
  Dampak apabila orang tua tunggal tidak memperhatikan pola asuh terhadap anak-anak mereka maka akan mempengaruhi kondisi psikologis dan religiusitas anak. Anak menjadi tidak bisa mengontrol emosi, gangguan perilaku, dan tingkat religiusitas yang rendah seperti jarang beribadah dan tidak taat pada orang tua, serta hal-hal negatif lainnya yang juga akan mempengaruhi orang tua tunggal, khususnya anak-anak yang diasuh oleh ibu atau single mom.
  Teori dari Diana Baumrind menjelaskan beberapa gaya pengasuhan orang tua. Macam- macam gaya pengasuhan tersebut adalah: pengasuhan otoritarian, pengasuhan otoritatif, pengasuhan yang melalaikan, dan pengasuhan yang memanjakan. Faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah pendidikan, ekonomi, lingkungan, kepribadian, dan religiusitas baik dari sisi
orang tua maupun dari sisi anak-anak mereka. Gejala yang ditimbulkan adalah baik dan buruk tergantung pola asuh yang diterapkan.
  Penelitian terdahulu yang sejenis dilakukan oleh Nur Aysah Hasibuan dengan judul skripsi Peran Orang Tua Tunggal (Single Parent) Dalam Pembinaan Karakter Anak Di Desa Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta). Mengungkapkan bahwa dalam penelitiannya berfokus pada pembinaan karakter anak yang dilakukan oleh single parent. Subjek penelitiannya adalah seorang anak usia dini. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah lebih berfokus pada bagaimana peran pola asuh orang tua tunggal yang memanjakan anak dan bagaimana peran tepat yang harus dilakukan oleh single parent terhadap perilaku keagamaan anak.
  Selanjutnya penelitian dari Ttitin Suprihatin dengan judul Dampak Pola Asuh Orang Tua Tunggal ( Single Parent Parenting ) Terhadap Perkembangan Remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pola asuh orang tua tunggal terhadap perkembangan remaja khususnya perkembangan emosi dan perilaku. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah lebih berfokus pada bagaimana peran pola asuh orang tua tunggal yang memanjakan anak dan berkaitan dengan kondisi psikologis anak dan juga kondisi psikologis ibu tunggal serta tingkat religiusitas baik anak maupun ibu tunggal. Subjek penelitian adalah kanak-kanak awal pada usia sekitar tiga sampai enam tahun.
  Penelitian dari Taufik dengan judul skripsi Dampak Pola Asuh Single Parent Terhadap Tingkah Laku Beragama Remaja (Studi Kasus Dua Remaja Pada Dua Keluarga Single Parent di Dusun Kuden, Sitimulyo, Piyungan, Bantul) mengungkapkan bahwa objek dalam penelitian ini yaitu pola asuh single parent dan dampaknya terhadap tingkah laku beragama remaja. Bentuk dan metode pola asuh ibu sebagai orang tua tunggal terhadap anak lebih bersifat demokratis-otoriter. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah lebih berfokus pada bagaimana peran pola asuh orang tua tunggal yang memanjakan anak atau pola asuh permisif yang berpengaruh pada kondisi psikologis anak dan juga kondisi psikologis ibu tunggal serta tingkat religiusitas baik anak serta ibu tunggal. Subjek penelitian adalah kanak-kanak awal pada usia sekitar tiga sampai enam tahun.
  Penelitian berikutnya dari Mirnawati dengan judul skripsi Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Religiusitas Anak Usia Dini Di Dusun Rumbia Desa Lunjen Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang. Penelitian tersebut lebih berfokus pada pola asuh yang tepat bagi religiusitas anak usia dini. Perbedaan penelitian ini dengan yang diatas adalah lebih berfokus pada bagaimana peran pola asuh orang tua tunggal yang memanjakan anak atau pola asuh permisif yang berpengaruh pada kondisi psikologis anak dan juga kondisi psikologis ibu tunggal serta tingkat religiusitas baik anak serta ibu tunggal. Subjek penelitian adalah kanak-kanak awal pada usia sekitar tiga sampai enam tahun. Dan pengaruh stigma masyarakat terhadap psikologis anak dan ibu.
  Penelitian oleh Dina Malik dengan judul skripsi Pola Asuh Orangtua Single Parent Dalam Mengatasi Gangguan Emosi Anak Di Kelurahan Tengah Jakarta Timur. Berfokus pada bagaimana cara untuk mengatasi gangguan emosi anak dari seorang single parent. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah lebih berfokus pada bagaimana peran pola asuh orang tua tunggal yang memanjakan anak atau pola asuh permisif yang berpengaruh pada kondisi psikologis anak dan single mom, serta tingkat religiusitas anak yang dipengaruhi pola asuh seorang ibu tunggal. Subjek penelitian adalah kanak-kanak awal pada usia sekitar tiga sampai enam tahun. Dan membahas stigma masyarakat terkait single mom.
  Penelitian ini penting untuk dilakukan karena kurangnya pemahaman oleh orang tua terhadap pola asuh yang akan mempengaruhi kondisi psikologis dan religiusitas anak. Terlebih lagi orang tua tunggal yang menjadikan anak kurang mendapatkan perhatian yang maksimal karena kesibukan orang tua tunggal yang bekerja memenuhi kebutuhan hidup mereka. Serta bagaimana pola asuh yang baik untuk diterapkan oleh orang tua atau single parent khususnya single mom.
  Harapan pada penelitian ini bagi pembaca yaitu adanya rasa ingin tahu yang akan menggugah minat dan menambah ilmu pengetahuan pola asuh oleh orang tua pada anak-anak mereka, khususnya pada orang tua tunggal. Semakin mengetahui seperti apa pola asuh yang seharusnya diterapkan pada anak-anak mereka. Dengan munculnya minat untuk mempelajari pola asuh yang tepat, diharapkan juga para orang tua tunggal bisa lebih terbuka kepada anak-anak mereka, mempersiapkan pola asuh yang baik tentunya akan berdampak baik pula bagi kondisi psikologis serta religiusitas anak-anak dan juga bagi orang tua tunggal itu sendiri.
  Tujuan umum esai ini adalah dampak pola asuh orang tua yang memanjakan (indulgent parenting) pada ibu tunggal (single mom) terhadap kondisi psikologis dan religiusitas pada masa kanak-kanak awal. Dan tujuan secara khusus, meliputi (1) macam-macam pola asuh, (2)religiusitas pada masa kanak-kanak awal, (3) psikologis dan religiusitas pada masa kanakkanak awal dari orang tua seorang single mom dengan indulgent parenting, (4) psikologis dan religiusitas ibu tunggal atau single mom, dan (5) stigma atau stereotip masyarakat terhadap single mom.
PEMBAHASAN
Macam –Macam Pola Asuh
  Secara istilah pola asuh orang tua adalah cara yang dilakukan oleh orang tua dalam mendidik anaknya sebagai wujud dari tanggung jawab orang tua kepada anak dengan cara yang baik. Pola Asuh menurut Diana Baumrind ada empat macam, yaitu:
1. Pengasuhan Otoritarian (Authoritarian Parenting) adalah pola asuh yang sangat membuat anak tertekan. Karena pola asuh jenis ini lebih condong pada orang tua yang suka mengatur anak tanpa memberikan anak-anak kesempatan untuk melakukan apa yang mereka sukai. Para orang tua dalam jenis pola asuh ini memiliki kemungkinan untuk memukul atau memarahi anak tanpa suatu alasan yang jelas. Kekuasaan dan kebebasan anak berada ditangan orang tua mereka yang mengekang. Anak – anak pada jenis pola asuh ini menjadi anak yang penakut, memiliki kecemasan yang menyebabkan mereka tidak memiliki komunikasi yang baik, serta sering membandingkan diri mereka dengan orang lain.
2. Pengasuhan Otoritatif (Authoritative Parenting) adalah pola asuh yang membuat orang tua serta anak merasa hidup dengan baik dan damai. Karena pada pola asuh jenis ini para orang tua memberikan kesempatan pada anak-anak mereka untuk melakukan apa yang mereka sukai, namun anak-anak masih memiliki batasan. Para orang tua mendukung apa yang dilakukan anak-anak, dan anak-anak mendengarkan orang tua mereka. Bisa dibilang pola asuh ini seperti tipe demokratis, dimana anak-anak dan orang tua saling terbuka satu sama lain. Anak-anak pada pola asuh jenis ini cenderung memiliki prestasi yang baik, memiliki rasa percaya diri, dan mampu mengatasi stress dengan baik.
3. Pengasuhan yang Melalaikan (Neglectful Parenting) adalah pola asuh yang membuat anak sedih karena orang tua yang lalai terhadap mereka. Orang tua pola asuh jenis ini lebih condong memikirkan apa yang ada di hidupnya sendiri dan tidak memiliki keterlibatan dalam hidup anak-anak mereka, sehingga anak-anak menjadi merasa kurang kasih sayang dari orang tua mereka. Anak-anak pola asuh jenis ini cenderung tidak memiliki percaya diri, tidak bisa mengendalikan diri sendiri,bahkan bisa sampai melanggar peraturan.
4. Pengasuhan yang Memanjakan (Indulgent Parenting) adalah pola asuhyang membuat anak sangat ketergantungan pada orang tuanya. Para orang tua pada pola asuh jenis ini cenderung membebaskan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka inginkan tanpa diberi batasan atau kendali, sehingga membuat anak tidak memiliki rasa takut atau membuat mereka tidak mematuhi orang tua.
Religiusitas Pada Masa Kanak-Kanak Awal
  Religiusitas atau biasa dikenal dengan rasa beragama, yaitu memiliki pengalaman batiniah untuk menyelaraskan hubungannya dengan Tuhan. Masa Kanak-Kanak Awal yang dimulai pada usia tiga sampai enam tahun merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan. Masa yang dimana kejadian atau peristiwa akan disimpan di alam bawah sadar dan akan diingat selamanya. Oleh karena itu pendidikan agama sangat penting untuk dilakukan oleh para orang tua, khususnya pada masa kanak-kanak awal.
  Faktor yang mempengaruhi religiusitas pada masa kanak-kanak awal salah satunya adalah pengaruh pendidikan atau pengajaran dari keluarga, terutama dari orang tua yang selalu berinteraksi dengan mereka. Dengan begitu, pendidikan keagamaan untuk anak bisa dilakukan oleh para orang tua dengan memberikan teladan dengan mengajak anak-anak untuk beribadah dan menggunakan bahasa yang baik sehingga anak-anak tidak merasa takut saat diperintah atau diajak untuk beribadah bersama.
  Mendongeng juga salah satu cara yang banyak disukai anak-anak. Bisa digunakan untuk mengajak beribadah atau memperkenalkan Tuhan dengan cara yang mudah dipahami oleh anak-anak. Membiasakan anak untuk berdo’a dan beribadah dengan bimbingan yang baik dan benar sesuai aturan agama.[1]Â
Psikologis dan Religiusitas Pada Masa Kanak-Kanak Awal Dari Orang Tua Seorang Single Mom Dengan Indulgent Parenting
  Pola Asuh jenis Indulgent Parenting atau Permissive adalah pengasuhan yang memanjakan anak. Ciri-ciri pola asuh permisif adalah orang tua kurang dalam membimbing anak, acuh tak acuh pada apa yang dilakukan anak, kurang dalam mengendalikan perilaku anak, anak cenderung mendominasi daripada orang tua, kebebasan yang diberikan orang tua pada anak tanpa batasan ataupun hukuman, dan kelekatan serta keakraban kurang baik antara orang tua dengan anak.[2]Â
  Mereka yang diasuh dengan pola asuh jenis ini adalah anak-anak yang dimanjakan oleh para orang tuanya karena kesibukan bekerja. Para orang tua cenderung untuk menyetujui apapun keinginan dari anak-anak mereka, supaya mereka tidak kekurangan rasa kasih sayang selagi orang tua sedang bekerja. Namun dibalik rasa sayang dan serba kecukupan yang diterima oleh anak-anak dari orang tua khususnya ibu tunggal (single mom), sesungguhnya ada banyak permasalahan yang terjadi pada anak tersebut. Dari sisi Psikologis anak yang sering dimanjakan orang tuanya terkait dengan aspek emosi adalah anak tersebut tidak bisa mengendalikan emosi yang ada pada dirinya sendiri.
  Emosi anak dapat terganggu dan akan menyebabkan perubahan perilaku anak pada hal negatif. Anak-anak single mom dengan pola asuh permisif dan disebabkan kehilangan figur ayah akibat perceraian ataupun ayah yang meninggal, menyebabkan anak tersebut minder atau iri pada anak-anak lain yang memiliki orang tua lengkap. Yang biasanya baik, sabar, mau beribadah menjadi berperilaku buruk, suka marah, malas beribadah, melawan orang tua, dan sebagainya.[3]Â
  Kebutuhan serba tercukupi dan terpenuhi membuat kesusahan dalam mengendalikan perilaku. Anak akan menjadi seenaknya, kurang peduli pada orang lain, tidak mau berusaha, mudah menyerah, tidak disiplin, malas, keras kepala, dan tidak punya rasa tanggung jawab. Itu semua karena anak-anak tersebut selalu dimanjakan dan keperluan atau kebutuhan sudah disiapkan tanpa perlu anak-anak tersebut melakukan suatu usaha agar kebutuhannya terpenuhi.
  Kekurangan figur seorang ayah juga menjadi penyebab anak-anak tersebut mengalami perkembangan yang tidak baik mempengaruhi kesejahteraan, sosial dan kognitifnya. Terlebih lagi anak-anak korban perceraian yang sangat merugikan pihak anak, karena adanya unsur kesengajaan. Dibandingkan dengan anak yang kehilangan ayah yang meninggal karena memang takdir Tuhan.[4]Â
  Religiusitas dan pola asuh permisif saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila pola asuh permisif terus dilakukan maka bisa membuat religiusitas anak menjadi rendah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Mirnawati. Hasil penelitian adalah pola asuh permisif 0.179 berada pada nilai 0,00 -0,199, dan masuk kategori sangat rendah. Oleh karena itu pola asuh permisif memberikan pengaruh religiusitas anak sebesar 17,9%.[5]Â
  Karena tingkat religiusitas anak rendah disebabkan adanya pengaruh pola asuh permisif, dengan begitu tingkat keimanan anak menjadi lemah. Anak-anak tersebut akan menampakkan sikap acuh tak acuh dan tidak mau melaksanakan perintah dari syariat agamanya. Faktor internal yang berasal dari dalam diri anak tersebut terkait religiusitas adalah seperti sabda Rasulullah bahwa anak yang terlahir ke dunia adalah dalam keadaan fitrah (suci), dan yang membuat anak tersebut menjadi yahudi, nasrani, atau majusi adalah sebab orang tuanya.
  Selain faktor internal tersebut, ada faktor eksternal yang berasal dari luar anak tersebut. Anak-anak pada masa kanak-kanak awal memiliki teman sebaya yang mempengaruhi perilaku dan keagamaannya. Serta ada pengaruh dari lingkungan anak tersebut, seperti sekolah, guru atau pendidik, orang tua, dan lingkungan sosial masyarakat sekitarnya juga dapat mempengaruhi perilaku keagamaan anak.[6]Â
  Emosi anak dapat terganggu dan akan menyebabkan perubahan perilaku anak pada hal negatif. Anak-anak single mom dengan pola asuh permisif dan disebabkan kehilangan figur ayah akibat perceraian ataupun ayah yang meninggal, menyebabkan anak tersebut minder atau iri pada anak-anak lain yang memiliki orang tua lengkap. Yang biasanya baik, sabar, mau beribadah menjadi berperilaku buruk, suka marah, malas beribadah, melawan orang tua, dan sebagainya.
Psikologis dan Religiusitas Ibu Tunggal Atau Single Mom
  Emosi pada seorang ibu tunggal atau single mom juga sangat penting untuk diperhatikan. Karena ibulah yang merawat, mendidik, dan mengelola semua kebutuhan dan kehidupan yang diperlukan untuk anaknya. Terlebih lagi seorang ibu tunggal yang bekerja dan berjuang untuk menafkahi anaknya tanpa adanya bantuan seorang suami yang juga berarti anak kehilangan figur ayah. Ibu tunggal yang sudah tidak memiliki suami akibat perceraian ataupun karena pasangannya meninggal juga akan berpengaruh pada psikologis dan religiusitasnya.
  Tidak adanya pasangan membuat ibu tunggal menjadi kurang dalam mengendalikan emosi pada anak-anak. Ibu jadi mudah marah, tersinggung, kasar, dan berperilakuan buruk karena beban tanggung jawab menjadi seorang ibu sekaligus seorang ayah bagi anak-anaknya. Dan juga religiusitas yang terganggu juga akan berpengaruh pada anak-anak tersebut, karena hanya ibulah yang mempunyai peran dalam mendidik perilaku keagamaan. Apabila ibu tunggal mempunyai ketidakstabilan emosi dan religiusitas, maka akan berdampak pula pada anak-anaknya.
  Ada peran ganda yang harus dilakukan oleh ibu tunggal atau single mom yaitu: Pertama, ibu tunggal yang tidak memiliki suami, harus berperan sebagai seorang ayah. Oleh karena itu, ibu tunggal harus bisa mengajarkan dan mendidik anak-anak seperti seorang ayah, agar anak tidak merasakan kehilangan figur ayah meski dengan peran pengganti. Seperti bekerja mencari nafkah untuk keluarga, menjadi sumber pengarah dalam hidup, tegas, mengayomi dan melindungi keluarganya. Bagi anak laki-laki peran ayah adalah menjadi panutan, dan bagi anak perempuan peran ayah adalah membantu bagaimana cara memberi respon yang baik terhadap lawan jenisnya.
  Kedua, ibu tunggal tentunya memiliki peran sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya. Seorang ibu memberikan kasih sayang, mengasuh, memelihara, dan membimbing dari segi emosional anak. Perilaku ibu juga berpengaruh pada kepribadian anak. Seperti ibu yang lemah lembut, baik, sabar, dan penyayang, maka anak-anak juga akan berperilaku seperti itu juga. Dan apabila ibu berperilaku buruk, maka anak akan melakukan hal yang sama.
  Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh single mom agar anak-anak mereka tidak memiliki perilaku yang menyimpang atau tidak baik. Pertama, seorang ibu tunggal harus mengetahui dan mengenal dirinya sendiri dengan baik. Kedua, seorang ibu harus memiliki kepribadian salihah agar anak-anak memiliki contoh atau panutan, sehingga anak-anak menjadi saleh dan salihah. Ketiga, seorang ibu harus memiliki pendidikan yang benar agar anak-anak juga mendapat pendidikan yang baik, terutama pendidikan keagamaan yang sesuai akidah Islam. Keempat, seorang ibu harus memperhatikan aspek-aspek untuk mendidik anak-anaknya. Beberapa aspek tersebut adalah agama, moral, tradisi, etika, serta spiritual. Kelima, seorang ibu harus memiliki keterampilan dalam mengatur rumah tangga dengan penataan yang baik, rapi, bersih, dan nyaman. Dengan begitu anak-anak akan menjadi betah dirumah.[7]Â
  Meskipun seorang ibu tunggal memiliki peran ganda yang membebankan semua urusan padanya, seorang ibu tunggal juga harus meluangkan waktunya pada diri sendiri dan anak-anakya. Dengan begitu, anak-anak juga akan merasa disayang dan diperhatikan oleh ibunya. Tiga pembinaan karakter yang dapat dilakukan yaitu; Pertama adalah dengan adanya suasana harmonis yang diciptakan membuat anak serta ibu menjadi lebih dekat dan memperbaiki komunikasi, Kedua adalah dengan sama-sama memberikan rasa hormat antara anak dan ibu, dan untuk yang Ketiga adalah dengan mencontohkan sikap atau perilaku yang kepada anak, agar mereka bisa belajar bagaimana perilaku baik yang harus dilakukan.[8]Â
  Seorang ibu tunggal yang memiliki psychological well-being atau seseorang yang sudah berada di tahap bahwa dia menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dalam kehidupan, akan membawa pengaruh positif pada single mom berdasarkan beberapa aspek diantaranya kemandirian, meningkatkan value  atau nilai dalam diri, berada di lingkungan yang tepat, memiliki tujuan hidup, bisa menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, dan mampu menerima diri sendiri dengan apa adanya tanpa sibuk membandingkan hidup atau pencapaian dari orang lain.[9]Â
Stigma atau Stereotip Masyarakat Terhadap Single Mom
  Stigma atau stereotip dari lingkungan sosial khususnya masyarakat terhadap orang tua tunggal, khususnya single mom adalah penyebab anak-anak menjadi tidak bisa diatur, nakal, membangkang kepada orang tua, tidak punya sopan santun, dan tidak mau menuruti aturan yang telah diberikan. Apalagi anak-anak yang diasuh dengan pengasuhan jenis Indulgent Parenting, yaitu pengasuhan yang memanjakan anak tanpa keterlibatan kontrol dari orang tua.
  Pola asuh single mom menurut dari masyarakat sendiri terkesan sangat buruk karena kurangnya pengendalian terhadap perilaku serta religiusitas anak-anak mereka. Kekurangan orang yang membantu dalam rumah tangga, seperti kehilangan figur seorang suami serta ayah bagi single mom dan anak-anaknya menyebabkan permasalahan yang menimbulkan masyarakat menjadi meragukan pola asuh dari single mom.
  Stereotip masyarakat menganggap bahwa pola asuh dari single mom tidak akan menunjukan kemajuan atau keberhasilan dalam mendidik anak-anaknya, karena seorang single mom dianggap masih labil dalam menjalani peran sebagai orang tua. Terlebih lagi bukan berasal dari keluarga yang utuh atau lengkap, seperti adanya suami berperan sebagai ayah, dan adanya istri berperan sebagai ibu. Disamping itu, seorang single mom juga memiliki peran ganda yang mengakibatkan permasalahan dalam mendidik anak dan mencari nafkah untuk keluarga.
  Masyarakat membuat stigma atau stereotip bahwa kualitas sosialisasi anak dari seorang single mom tidak akan lebih baik dibandingkan anak dari keluarga yang utuh dan lengkap dari struktur keluarga, yaitu adanya ayah dan ibu. Sosialisasi anak bergantung pada apa yang diajarkan orang tuanya, dan mempengaruhi bentuk kepribadiannya. Orang tua harus menjadi contoh atau teladan yang baik bagi anak-anak, agar interaksi anak-anak tersebut dalam lingkungan sosial bisa tercipta dengan baik dan normal tanpa adanya isu sosial.[10]Â
  Stigma masyarakat terhadap single mom dipengaruhi oleh budaya patriarki yang lebih condong pada kemampuan atau kekuasaan pria. Dan karena itu, tingkat pendidikan untuk wanita lebih rendah dibandingkan pria. Padahal seorang wanita atau seorang single mom juga berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pendidikan maupun dalam pekerjaan. Seorang single mom memiliki peran ganda, namun pada kenyataannya terbatasi oleh stigma masyarakat, budaya patriarki, dan tingkat pendidikan yang rendah bagi wanita.[11]Â
PENUTUP
Kesimpulan
  Masa kanak-kanak awal adalah masa dimana anak-anak mengalami kejadian atau peristiwa yang penting dalam hidup, atau disebut dengan Golden Age. Tentunya pada masa itu seharusnya anak-anak hidup dalam kenyamanan, dan kebahagiaan. Bukan untuk merasakan kepedihan dalam hidup karena pola asuh yang salah dari orang tuanya. Pola asuh yang memanjakan atau pengasuhan permisif memang memberikan kenikmatan, namun ada harga yang dibayar anak tersebut dengan kehilangan momen bersama orang tuanya karena sibuk bekerja, apalagi seorang single mom yang memiliki peran ganda.
  Religiusitas juga penting bagi anak pada masa kanak-kanak awal, karena masa itulah di mana mereka bisa belajar tentang perilaku keagamaan yang baik, tentunya dengan bimbingan dari orang tua. Karena saat masih anak-anak sudah terbiasa dengan perilaku keagamaan dengan baik maka akan berdampak pada masa remaja, dewasa, dan tua nanti. Stigma dari masyarakat tentang single mom juga menjadi salah satu penyebab terganggunya psikologis anak maupun ibu tunggal.
Saran
1. Saran Pola Asuh yang tepat untuk diterapkan oleh para orang tua adalah pengasuhan Otoritatif (Authoritative Parenting) adalah pola asuh yang membuat orang tua serta anak merasa hidup dengan baik dan damai. Bisa dibilang pola asuh ini seperti tipe demokratis, dimana anak-anak dan orang tua saling terbuka satu sama lain. Anak-anak pada pola asuh jenis ini cenderung memiliki prestasi yang baik, memiliki rasa percaya diri, dan mampu mengatasi stress dengan baik. Dan orang tua juga mendapat pengaruh positif dalam pengasuhan jenis ini, seperti saling menghargai antara anak dan orang tua, komunikasi yang baik, anak tetap dalam kendali orang tua, dan anak merasa bahwa dia diperhatikan dan disayang.
2. Saran untuk single mom agar terhindar dari stress akibat peran ganda yang harus dilakukan adalah mengadakan sesekali kegiatan rekreasi pada akhir bulan dengan memanfaatkan me time setelah stressnya bekerja dan mengurus anak. Bisa juga pergi bertamasya dengan mengajak anak-anak agar mereka tidak jenuh berada dirumah sendirian saat single mom pergi bekerja. Dengan begitu, anak-anak akan merasa bahwa dirinya diperhatikan, disayangi, dan dianggap keberadaannya.
Meski anak tersebut sudah dimanjakan dengan semua materi kebutuhan hidupnya, tetapi yang paling utama bagi anak adalah family time dengan ibunya. Apalagi pada anak-anak yang masih kecil sudah ditinggal sendirian dirumah, pastinya dia membutuhkan sosok ibu jauh lebih besar dibandingkan kehadiran seorang ayah. Atau jika tidak ingin anak merasa kesepian bisa juga menyewa pengasuh anak terpercaya. Dan jangan terlalu menganggap omongan masyarakat tentang bagaimana keburukan seorang single mom. Tetap fokus pada anak dan kehidupan selanjutnya yang akan menjadi lebih baik.
3. Saran untuk masyarakat terkait stereotip terhadap single mom adalah jangan terlalu menyudutkan peran single mom dan membuat anggapan bahwa anak-anak yang diasuh oleh ibu tunggal adalah anak-anak penyebab masalah, membawa sial, dan menganggap anak yang gagal karena orang tuanya juga gagal dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga.
Seharusnya dibandingkan membuat stigma atau stereotip tidak jelas mengenai kegagalan pengasuhan yang dilakukan oleh seorang ibu tunggal, masyarakat harusnya merangkul anak-anak tersebut dan ibu tunggal dengan membawa perasaan cinta damai kehidupan. Menjadi teman curhat atau bahkan bisa memberikan arahan-arahan yang baik pada anak dan ibu tunggal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Annishaliha, Wara Olty Nazmah, ‘Stres Dan Psychological Well-Being Wanita Single’, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Malang, 2018
Hadi, Warsito, ‘Peran Ibu Single Parent Dalam Membentuk Kepribadian Anak; Kasus Dan Solusi’, EL-BANAT: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 9.2 (2019), 301–20
HASIBUAN, NUR AYSAH, ‘Peran Orang Tua Tunggal (Single Parent) Dalam Pembinaan Karakter Anak Di Desa Sipaho Kecamatan Halongonan Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta)’, 2019, 1–114
Kurniasari, Vani, Sari Narulita, and Firdaus Wajdi, ‘POLA ASUH ORANGTUA DALAM MEMBENTUK KARAKTER RELIGIUSITAS ANAK (STUDI KASUS KELUARGA MUSLIM)’, Mozaic Islam Nusantara, 8.1 (2022), 1–24
Malik, Dina, ‘Pola Asuh Orang Tua Single Parent Dalam Mengatasi Gangguan Emosi Anak Di Kelurahan Tengah Jakarta Timur’, July, 2019, 1–23
Mirnawati, ‘PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP RELIGIUSITAS ANAK USIA DINI DI DUSUN RUMBIA DESA LUNJEN KECAMATAN BUNTU BATU KABUPATEN ENREKANG’, UIN ALAUDDIN MAKASSAR, 33.1 (2022), 1–12
Saifuddin, Ahmad, Psikologi Agama; Implementasi Psikologi Untuk Memahami Perilaku Beragama, 2nd edn (KENCANA, 2020)
Santrock, John W., Perkembangan Masa Hidup, 13th edn, 2012
Sholihah, A., ‘Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Keagamaan Anak’, EL-HIKMAH: Jurnal Kajian Dan Penelitian Pendidikan Islam, 11.1 (2017), 21–38
Suprihatin, T., ‘Dampak Pola Asuh Orang Tua Tunggal ( Single Parent Parenting ) Terhadap Perkembangan Remaja’, Prosiding Seminar Nasional Psikologi Unissula, 2018, 145–60
Taufik, ‘Dampak Pola Asuh Single Parent Terhadap Tingkah Laku Beragama Remaja’, 2014
Yovita, Katherine, Adelia Dwi, Angelica Kristina, and Gabrella Pardede, ‘Stigma Masyarakat Terhadap Perempuan Sebagai Strata Kedua Dalam Negeri’, 2022, 401–11
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H