Mohon tunggu...
Galuh ApriliaPutri
Galuh ApriliaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo semua. Sedikit informasi tentang saya. Saya adalah seorang mahasiswa, hobi saya membaca dan menonton film. Favorit saya adalah kucing dan matcha.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pola Asuh Memanjakan Single Mom Terhadap Psikologis dan Religiusitas Anak

18 Juni 2023   10:10 Diperbarui: 18 Juni 2023   10:15 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Religiusitas Pada Masa Kanak-Kanak Awal

   Religiusitas atau biasa dikenal dengan rasa beragama, yaitu memiliki pengalaman batiniah untuk menyelaraskan hubungannya dengan Tuhan. Masa Kanak-Kanak Awal yang dimulai pada usia tiga sampai enam tahun merupakan masa yang penting dalam pertumbuhan. Masa yang dimana kejadian atau peristiwa akan disimpan di alam bawah sadar dan akan diingat selamanya. Oleh karena itu pendidikan agama sangat penting untuk dilakukan oleh para orang tua, khususnya pada masa kanak-kanak awal.

   Faktor yang mempengaruhi religiusitas pada masa kanak-kanak awal salah satunya adalah pengaruh pendidikan atau pengajaran dari keluarga, terutama dari orang tua yang selalu berinteraksi dengan mereka. Dengan begitu, pendidikan keagamaan untuk anak bisa dilakukan oleh para orang tua dengan memberikan teladan dengan mengajak anak-anak untuk beribadah dan menggunakan bahasa yang baik sehingga anak-anak tidak merasa takut saat diperintah atau diajak untuk beribadah bersama.

   Mendongeng juga salah satu cara yang banyak disukai anak-anak. Bisa digunakan untuk mengajak beribadah atau memperkenalkan Tuhan dengan cara yang mudah dipahami oleh anak-anak. Membiasakan anak untuk berdo’a dan beribadah dengan bimbingan yang baik dan benar sesuai aturan agama.[1] 

Psikologis dan Religiusitas Pada Masa Kanak-Kanak Awal Dari Orang Tua Seorang Single Mom Dengan Indulgent Parenting

   Pola Asuh jenis Indulgent Parenting atau Permissive adalah pengasuhan yang memanjakan anak. Ciri-ciri pola asuh permisif adalah orang tua kurang dalam membimbing anak, acuh tak acuh pada apa yang dilakukan anak, kurang dalam mengendalikan perilaku anak, anak cenderung mendominasi daripada orang tua, kebebasan yang diberikan orang tua pada anak tanpa batasan ataupun hukuman, dan kelekatan serta keakraban kurang baik antara orang tua dengan anak.[2] 

   Mereka yang diasuh dengan pola asuh jenis ini adalah anak-anak yang dimanjakan oleh para orang tuanya karena kesibukan bekerja. Para orang tua cenderung untuk menyetujui apapun keinginan dari anak-anak mereka, supaya mereka tidak kekurangan rasa kasih sayang selagi orang tua sedang bekerja. Namun dibalik rasa sayang dan serba kecukupan yang diterima oleh anak-anak dari orang tua khususnya ibu tunggal (single mom), sesungguhnya ada banyak permasalahan yang terjadi pada anak tersebut. Dari sisi Psikologis anak yang sering dimanjakan orang tuanya terkait dengan aspek emosi adalah anak tersebut tidak bisa mengendalikan emosi yang ada pada dirinya sendiri.

   Emosi anak dapat terganggu dan akan menyebabkan perubahan perilaku anak pada hal negatif. Anak-anak single mom dengan pola asuh permisif dan disebabkan kehilangan figur ayah akibat perceraian ataupun ayah yang meninggal, menyebabkan anak tersebut minder atau iri pada anak-anak lain yang memiliki orang tua lengkap. Yang biasanya baik, sabar, mau beribadah menjadi berperilaku buruk, suka marah, malas beribadah, melawan orang tua, dan sebagainya.[3] 

   Kebutuhan serba tercukupi dan terpenuhi membuat kesusahan dalam mengendalikan perilaku. Anak akan menjadi seenaknya, kurang peduli pada orang lain, tidak mau berusaha, mudah menyerah, tidak disiplin, malas, keras kepala, dan tidak punya rasa tanggung jawab. Itu semua karena anak-anak tersebut selalu dimanjakan dan keperluan atau kebutuhan sudah disiapkan tanpa perlu anak-anak tersebut melakukan suatu usaha agar kebutuhannya terpenuhi.

   Kekurangan figur seorang ayah juga menjadi penyebab anak-anak tersebut mengalami perkembangan yang tidak baik mempengaruhi kesejahteraan, sosial dan kognitifnya. Terlebih lagi anak-anak korban perceraian yang sangat merugikan pihak anak, karena adanya unsur kesengajaan. Dibandingkan dengan anak yang kehilangan ayah yang meninggal karena memang takdir Tuhan.[4] 

   Religiusitas dan pola asuh permisif saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila pola asuh permisif terus dilakukan maka bisa membuat religiusitas anak menjadi rendah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Mirnawati. Hasil penelitian adalah pola asuh permisif 0.179 berada pada nilai 0,00 -0,199, dan masuk kategori sangat rendah. Oleh karena itu pola asuh permisif memberikan pengaruh religiusitas anak sebesar 17,9%.[5] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun