Mohon tunggu...
Galih Rudyto
Galih Rudyto Mohon Tunggu... lainnya -

Hanyalah "Wong Cilik". Pernah bekerja di BUMN penerbangan tapi terpaksa mendarat darurat akibat "Bad Weather"

Selanjutnya

Tutup

Money

Fenomena Bisnis Angkutan Udara Nasional

14 Oktober 2009   22:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:36 4467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah telah terjadi "shifting market" dari angkutan darat dan laut ke angkutan udara, jawabannya adalah kemungkinan besar "ya".

Berdasarkan grafik, jumlah pengguna angkutan darat dan laut turun drastis, sedangkan di sisi lain moda angkutan udara justru meningkat pesat. Justifikasinya adalah berpindahnya pengguna moda angkutan darat dan laut, disebabkan karena harganya yang murah, atau selisih harga yang terlalu dekat sehingga alasan waktu menjadi alternatif pilihan

Kedepan, gambaran kondisi penerbangan nasional diperkirakan tidak akan berubah dan akan terus mengarah pada dominasi dan semakin berkembangnya Low fare operator sebagai tulang punggung bisnis angkutan udara Nasional. Hal tersebut didukung dengan masih stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia akibat dampak krisis ekonomi global baru-baru ini, yang cukup mempengaruhi sisi permintaan karena melemahnya tingkat daya beli masyarakat, sehingga aspek penghematan menjadi faktor yang sangat penting bagi konsumen.

Sebagai upaya untuk mengantisipasi pelayanan jasa penerbangan pada segmen pasar "middle down" yang "price sensitive" serta langkah "pre-emptive" dalam menghadapi persaingan dengan semakin maraknya penerbangan asing berbiaya murah masuk ke Indonesia, maka beberapa airline domestik pun telah menciptakan LCC tersendiri. Airline tersebut antara lain, Garuda Indonesia melalui Citilink-nya, disusul Lion yang telah mengubah diri menjadi "premium service" dan menyerahkan porsi low costnya kepada Wings Air. Beberapa airline asing juga telah melakukan hal sama seperti, Qantas dengan Jetstar dan SIA dengan Tiger Airwaysnya, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Genderang globalisasi telah di tabuh, liberalisasi penerbangan telah bergulir. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Apakah akan dijadikan sebagai sebuah tantangan dan segera berbenah diri untuk menghadapi persaingan, atau dianggap sebagai sebuah ancaman.

Rata rata umur pesawat yang beroperasi di Indonesia dan insiden kecelakaan pesawat

Pemberlakuan larangan terbang yang pernah dikeluarkan oleh Uni Erope per Juli 2007, yang menganggap bahwa semua maskapai nasional memiliki kualitas keamanan dan keselamatan penerbangan yang sangat rendah, hendaknya dianggap sebagai sebuah kritik yang membangun, bahan intropeksi diri serta dijadikan sebagai bahan pelajaran berharga bagi seluruh komponen pelaku industri angkutan udara nasional. Kita harus maklum bahwa, Uni Eropa berkewajiban untuk melindungi warga negaranya agar tidak menjadi korban pada penerbangan di suatu negara yang dianggap standar tingkat keamanan dan keselamatan penerbangannya rendah. Pada dasarnya, kepatuhan dan keseriusan operator akan keamanan dan keselamatan penerbangan, menunjukkan seberapa besar tingkat kepedulian, tanggung jawab dan perlindungan yang diberikan operator penerbangan pada setiap pengguna jasa angkutan udara. Banyaknya insiden atau kecelakaan pesawat menunjukkan bahwa komitmen terhadap tingkat keamanan dan keselamatan penerbangan di Indonesia masih lemah. Namun itu bukan hanya tanggung jawab operator saja, tapi pemerintah sebagai regulator juga harus mawas diri. Mudahnya mendirikan perusahaan penerbangan baru dan lemahnya pengawasan, bisa jadi memberikan andil terhadap buruknya kondisi penerbangan Nasional.

Derasnya arus globalisasi di awal tahun 2000-an dan dimulainya era low cost airline di Indonesia setahun kemudian, dan kurang ketatnya aturan dan mudahnya persyaratan untuk mendirikan airline baru telah membawa perubahan yang sangat drastis pada dunia penerbangan nasional. Banyaknya pelaku industri penerbangan, mengakibatkan tingkat persaingan menjadi sangat tinggi dan cenderung tak terkendali. Buntutnya adalah perang tarif dan masing masing berusaha untuk memenangkan pertempuran, Masing-masing berusaha memangkas biaya dan menekan harga serendah-rendahnya. Pesawat-pesawat yang sudah uzur pun didatangkan demi mendapatkan harga sewa yang murah. Pada akhirmya konsumenlah yang dirugikan karena menurunnya kualitas pelayanan dan rendahnya jaminan keamanan dan keselamatan penerbangan. Di era 2001/2002, rata-rata umur armada bahkan sempat mencapai pada kisaran 20 tahun, namun secara bertahap, meskipun belakangan, masing-masing operator mulai meremajakan armadanya. Rata-rata umur armada dunia umumnya berkisar pada umur 10-12 tahun. Sehingga kalau kita sedikit moderat, maka batas usia armada yang dapat dioperasikan di Indonesia idealnya adalah maksimum 15 tahun.

Berdasarkan data, rata-rata umur armada maskapai Nasional adalah 15,9 tahun. Dari 270 armada yang beroperasi, hampir sebagian besar menggunakan armada yang sudah tua yaitu sebesar 47% (128 pesawat) berumur diatas 15 tahun, 32% (86 pesawat) berumur antara 10 - 15 tahun dan hanya 21% (56 pesawat) yang berumur 10 tahun kebawah. Melihat kondisi ini, seluruh maskapai terkait diharapkan untuk segera melakukan program peremajaan armadanya. 5 (lima) urutan teratas berdasarkan umur armada, dari 26 maskapai yang beroperasi di Indonesia adalah sebagai berikut :


  • Express Transport (0,2 tahun) > AOC 135
  • Mandala (6,8 tahun) > AOC 121
  • Lion (10 tahun)> AOC 121
  • Travira Air (10,2 tahun)AOC 135
  • Garuda (11,3 tahun) AOC 121


Apakah usia armada yang lebih muda menjamin suatu penerbangan terbebas dari kecelakaan? Jika kita mengacu pada kasus kecelakaan pesawat Silk Air, jawabannya "belum tentu". Seperti diketahui, penerbangan Silk Air MI 185 yang menggunakan tipe pesawat B733 buatan tahun 1997 dan terbilang masih baru pada saat itu, jatuh di sungai Musi Palembang pada bulan Desember 1997 dan menewaskan 104 orang penumpang dan awaknya.

Dalam kecelakaan pesawat terbang, biasanya sangat sulit untuk mencari apa penyebabnya dan siapa yang bersalah, mengingat faktor penyebabnya sangat banyak. Namun secara umum, faktor penyebab terjadinya musibah penerbangan adalah sebagai berikut :


  • Humman error adalah penyebab kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh kesalahan manusia.
  • Technical error adalah penyebab kecelakaan pesawat terbang karena faktor teknis / mesin.
  • External factor / Medias meliputi ganguan yang disebabkan oleh alam misalnya awan/kabut tebal, cuaca buruk, hujan deras, angin kencang, debu, burung, kemudian organization error misalnya kurang disiplin/kebiasaan buruk, pola pikir dan pola kerja yang salah, instruksi pengendali yang keliru, kebijakan pemimpin yang kurang pas, pemeliharaan pesawat yang tidak sesuai aturan, kelebihan muatan, tingkat kelaikannya yang rendah, dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun