Setengah jam sebelum ujian, teman-teman pamit karena sudah tahu nilainya dan mau pulang. Aku sapa mereka. Satu persatu memelukku karena tahu aku panik. Gadis-gadis yang kayak Barbie itu baik sekali.
Direktur kampus yang kebetulan lewat, menudingku pura-pura panik. Yah. Ia memintaku nggak khawatir karena nilai hari ini hanya 1/3 dari nilai yang akan ada di ijazah. Bukankah sudah ada nilai tabungan dua nilai? Kalau jelek pun, masih bisa keangkat oleh dua nilai sebelumnya. Begitu si ibu cantik berpesan. Tapi aku tetap saja resah gelisah....
Aku hampir saja menangis. Ah, buk, kalau saja pakai bahasa Indonesia nggak bakal semiris inih.
Memasuki ruang kelas yang digunakan untuk ujian, aku berdoa. Aih, sudah ada tiga dosen penguji. Notulen adalah dosen wali kelas, dosen pembimbing sebagai penguji 1 dan dosen penguji 2 yang masih muda.
Rincian apa yang aku ingin presentasikan aku tulis di secarik kertas. Kata guru pembimbingku sebenarnya nggak usah karena ini mempengaruhi nilai. Lebih baik lepas bebas tapi ada benang merahnya. Ya, mana bisaaa. Lucunya karena aku tanya tentang contekan ini lewat email tapi nggak kebaca, dosen pembimbing waktu di luar membisikkan supaya aku bebas berbicara alias nggak baca. Baik banget, ih.
Ruang ujian skripsi. Aku tarik nafas sebelum presentasi, kemudian tersenyum. Menatap ketiga dosen satu-persatu, aku menyapa mereka. Mengutarakan apa yang akan aku presentasikan.
Pertama tentang tema yang aku pilih dan mengapa, apa yang aku lakukan bersama anak-anak TK untuk skripsi ini. Di meja, aku cepat-cepat menaruh hasil hasta karya mereka.
Baju yang aku pakai warnanya hitam, dilapisi jas hijau berhias bordir saat presentasi. Semingu sebelum ujian, salah satu dosen bilang bahwasannya penampilan juga menjadi faktor penting dosen penguji saat menilai. Ini orang mau ke pasar atau mau ujian. Harus rapi, ya. Kontak mata juga sangat berarti dalam presentasi, jangan menatap lantai atau langit-langit ruangan. Wkwk.
Ah, ternyata belum selesai presentasi, sudah distop karena sudah 5 menit. Aku ditanya dosen pembimbing tentang sebuah istilah. Disusul berondongan pertanyaan dari penguji 2 yang kadang aku minta diulangi karena oon, nggak ngerti ditanya apa dan bagaimana menjawabnya. Aduhhh, piye.
Walau aku menjawab dengan percaya diri dan lancar, ternyata aku dinilai kurang tepat menggunakan istilah teknis atau ilmiah yang dipakai dalam teori, analisis dan sejenisnya dalam skripsi. Ini kepala mengapa bolong, ah. Jatuh ke manaaa itu memori. Tobat.
Dan betul teman-teman, seperti firasatku, nilai ujian skripsiku lesannya jelek banget. Untung setelah diramu, aku mendapat nilai 3 di ijazah Juli nanti. Di Indonesia mungkin C, ya? Wah, lebih jelek dari nilai thesisku tahun 2005. Haaaa, memalukan. Tapi kupikir ya sudahlah, itu sudah bagus.