Aku menelan permen rasa stroberi yang diedarkan seorang teman. Rasanya lega karena dari tadi aku cuma menelan ludah mendengar semua cerita yang tumpah di ruangan kecil bersama kami 30 orang siswa jurusan pendidikan sosial. Dosen kami sesekali manggut-manggut.
Si bapak menceritakan bahwa niat mereka ini baik tapi tak selalu diterima baik oleh masyarakat. Mereka sudah menemukan solusi supaya tidak banyak bayi yang dibuang sembarangan tapi dirawat oleh pihak yang bertanggung-jawab dan berkompeten di dalamnya.
Buktinya setelah 22 tahun berdiri, sudah tidak ada lagi bayi yang dibuang di sampah. Namun, masih ada cercaan dari masyarakat untuk menutup tempat ini karena mendukung para orangtua tidak bertanggung-jawab atau pria serta wanita untuk berlaku seks yang menyimpang tapi belum siap memiliki atau merawat bayinya.
"Apakah ada orangtua yang meminta anaknya dikembalikan setelah dititipkan di sini?" Teman saya yang tadinya termangu, segera bertanya. Matanya sedikit berkaca. Ia memang terkenal melankolis. Cerita ini menyentuh hatinya, walau ia belum punya anak, apalagi pacar.
Dijelaskan si pria, bahwa orangtua bayi yang berubah pikiran dari membuang bayinya ke tempat itu, diberi hak untuk mengambil kembali bayinya dalam kurun waktu 8 minggu. Jadi ada kasus juga setelah bertahun-tahun, ada orangtua yang ingin anaknya kembali akan menjalani proses hukum yang berbelit.
Aku menggelengkan kepala. Berurusan dengan hukum di Jerman? Bikin deg-degan dan takut tingkat langit. Selain panjiaaang, berbelit, bahasanya sulit, banyak kertas yang harus ditumpuk ke meja hijau, beanya mahal. Syukur-syukur kalau ada pengacara gratisan, kalau nggak bisa pusing pala Barbie.
Sumbangan untuk para bayi
"Bagaimana tempat ini menghidupi para bayi yang dititipkan?" aku memberanikan diri untuk bertanya.
Aku tahu apa dan berapa bea yang harus dikeluarkan untuk anak-anak untuk beragam kebutuhan. Aku sudah ibuk-ibuk, yang waktu mereka balita, aku belum kerja.
"Ada sumbangan dari gereja sampai pribadi. Pernah waktu aku di taman depan gedung, ada orang mendekat dan menyerahkan amplop berisi 100 euro. Kata si ibu, untuk bayi-bayi yang dititipkan di tempat saya bekerja." Si bapak tersenyum, terkesan bahagia bahwa pertolongan bisa datang dari siapa saja, kapan saja karena Tuhan tahu apa yang dilakukannya demi kebaikan bersama dan dari hati yang dalam.
Jangan lupa juga, ya, walau Jerman tidak memiliki UUD pasal 34, setiap anak di Jerman yang terdaftar, akan dipelihara oleh negara, akan mendapatkan sokongan tiap bulan untuk mencukupi kebutuhannya.