"Bu guru A, ini ada hadiah kalung mutiara tawar dari Lombok." Saya mendekat ke meja dosen saat teman-teman sudah keluar. Takutnya ada gosip, ah.
Sebelumnya saya sudah memberikan anting-anting mutiara tawar pada semua teman perempuan di kelas. Tapi orang nggak tahu kan, kalau orang iri bisa saja ada-ada saja ulahnya.
"Wah, nggak boleh, ini mahal." Ibu guru mengernyitkan dahi dan mengembalikan kotak berisi perhiasan dari Indonesia itu.
"Bu, saya beli di peternakannya langsung, murah. Jadi kurang dari 5 euro. Dan hadiah begini nggak cuma untuk Anda tapi untuk semua guru perempuan, kalau yang laki-laki nggak dapat karena yakin mereka nggak pakai kalung atau anting, deh." Jelas saya. Di Jerman, banyak pria muda memakai anting (baik satu atau dua) atau kalung tapi belum pernah melihat dosen yang begitu, deh.
Waktu di Senggigi, Lombok, saya memborong banyak perhiasan Mutiara. Untuk anting tindik, satunya hanya Rp 15.000. Untung kalung hanya Rp 25.000. Mungkin karena belinya banyak. Mungkin karena nggak ada yang beli. Mungkin karena harga dari grosir segitu. Entahlah, yang penting murah digebyah uyah. Ibu-ibu kan gitu kalau murah pasti borong, betul ibu-ibu?
Eh, mengapa mutiara?
Pertama karena saya suka Mutiara. Kedua karena kasihan para penjual itu sudah dua tahun kena dampak pandemi nggak ada yang beli. Mereka nganggur dan sekarang ini pariwisata Indonesia sudah menggeliat dengan dibukanya Indonesia untuk para pendatang. Bagi rejeki.
Ketiga karena pasti ini menjadi hadiah menarik karena mutiara walau tawar pun harganya jadi double triple di Jerman dan ini menjadi ciri khas Indonesia yang kaya akan kekayaan alam, iya mutiara ini. Bayangin ongkos angkutnya ke Jerman mahal, kan.
Akhirnya, para dosen saya pun menerima hadiah natal itu tanpa takut kena denda karena sudah tahu berapa harga hadiah. Selain itu, mereka jadi paham, kalau orang Indonesia itu punya tradisi memberi hadiah, suka memberi, nggak pelit. Setidaknya, dari info saya. Xixixi.
***
Baiklah, dari pengalaman saya ini semoga menjadi catatan teman-teman semuanya. Setiap negara memiliki aturan sendiri-sendiri.