Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Guru Jerman Harus Hati-hati Menerima Hadiah dari Murid, Bisa Kena Denda!

28 Desember 2022   21:33 Diperbarui: 29 Desember 2022   03:43 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bingkisan hadiah | Sumber: TongroInc via lifestyle.kompas.com 

Natalan, identik banget dengan hadiah. Setidaknya untuk saya yang walau beragama Islam tapi dapat hadiahnya banyak bangetttt. 

Tadinya saya pikir, hadiah natal hanya untuk mereka yang memeluk agama Kristen atau Katolik. 

Di Jerman, mayoritas beragama Katolik Roma. Semua merayakan dengan kebahagiaan dan saling berbagi. Makanya nggak heran, minggu lalu, beberapa hari sebelum natal, saya pulang ke rumah seperti Packesel (sebutan bagi orang yang bawa barang banyak banget). 

Iya, saya kayak keledai yang memiliki kantong untuk mengangkut barang di kedua sisinya. Lah iya, saya dapat dua tas penuh hadiah dari 10 orang tua yang anaknya kami asuh (saya hanya datang dua hari dalam seminggu kecuali jika kuliah libur).

Menempuh pendidikan semester akhir "Ausbildung zur Erzieherin" atau guru TK, membuat saya yang agak stress dengan skripsi, jadi semangat lagi, nih. Xixixi. Bukaaaan, bukan dari nilai hadiah yang mereka berikan kepada saya, namun lebih kepada perasaan melow, betapa orang tua sangat menghargai waktu saya membanting tulang sudah tua masih study juga, ngurus anak orang lain lagi (anak sendiri gimana, coba?). Nggak mudah ya, selain karena sudah berkeluarga, bahasa Jerman susaaah. Belum lagi faktor U yang mempengaruhi ingatan saya makin cekak. 

Seingat saya kalau dosen ada yang harus kuliah lagi, ia bebas dari pekerjaan alias hanya konsentrasi dengan study. Sementara saya harus kuliah, bekerja, dan mengurus keluarga. 

Repot pake bingit dah. Nggak tahu kemaren-kemaren itu rasanya pasti seperti rollercoaster, jumpalitan kena deadline ini itu di kampus dan di taman kanak-kanak nggak sekedar merawat murid tapi juga harus bikin program tiap minggu yang harus disiapkan untuk anak-anak, termasuk nyiapin program-program yang akan dinilai oleh dosen kampus setahun dua kali. Banyak malaikat kiriman Tuhan yang mengelilingi saya pastinya, ya. Semoga sampai lulus terus begitu. Mohon doanya....

Menerima hadiah dari murid bisa kena denda 4000 euro

Nah, balik lagi ke hadiah, untungnya di taman kanak-kanak (apalagi swasta) itu kan nggak ada rapor tahunan, guru nggak harus kasih nilai, jadinya ketika dapat hujan hadiah begini saat natal, nggak takut dikenai denda sama pemerintah.

Hahhhh whattt, denda?

Iyap. Di Jerman tuh mainnya pajak, sukanya kasih denda kalau nggak ikut aturan, temen-temen. Sereeeem nggak, sih?

Jadi begini, ada cerita di negara bagian Berlin (red: Jerman memiliki 16 negara bagian). Pada tahun 2011 seorang guru SMA mengakhiri masa tugasnya, setelah 6 tahun mengabdi. Karena dianggap berjasa dan menjadi guru kesayangan kelas tersebut, murid dan orang tua mengumpulkan uang untuk memberi hadiah patung dan bunga seharga 200 euro atau sekitar Rp 3.000.000. 

Siapa sih yang nggak suka dikasih hadiah, menolak rejeki? Rupanya di negara maju seperti Jerman yang apa-apa atau sedikit-sedikit diatur dengan aturan atau pajak, kita harus hati-hati.

Kebetulan salah satu orang tua murid adalah guru SD dan mengetahui aturan ini. Ia tahu sebagai guru tidak boleh menerima hadiah dari murid atau orang tua. 

Entah mengapa beberapa bulan kemudian ia melaporkan si guru SMA kepada petugas yang berkepentingan, sehingga si ibu guru harus dikenai pajak pemerintah sebanyak 4000 euro gara-gara menerima hadiah tersebut. 

Wah, malah tekor, bukan? Dapat hadiah seharga 200 euro bayarnya harus 4000 euro. Kasihan banget. Dan lagi, si guru sudah memulangkan patung hadiah yang diterimanya lho, tapi tetap saja ia dikenai hukuman. Ih, nggak asyik ah.

Satu hal lagi (cross culture shock) yang harus kamu ketahui ialah memang di Jerman selain main pajak dan denda, orang suka main laporrrrr. Kamu punya pengacara, nggak? Hahaha. Kalau burung kalian berisik, tetangga lapor kalian kena denda 500 euro. 

Kalau kalian meletakkan batu melebihi 20 cm dari batas aspal, tetangga bisa lapor ke kepala desa dan kalian bisa diomelin ceramah dah satu jam. Kalau kalian bikin sate dan asapnya sampai ke tetangga sebelah atau atas dan bikin batuk, kalian dilaporkan tetangga dan kena denda juga. Waspadalah dan tahu diri.

Oh iya, karena ternyata jika ibu guru tersebut adalah "Beamte" atau PNS, ia harus merujuk pada aturan yang ada bahwa bahwa sebenarnya guru tidak boleh menerima hadiah karena ditakutkan adanya korupsi, apalagi jika diberikan beberapa saat sebelum rapor atau pemberian nilai dan sejenisnya.

Namun ada juga aturan yang menyebutkan bahwa sebenarnya guru boleh menerima hadiah tapi tidak melebihi batasan harga yang ditentukan oleh negara bagian masing-masing, sih.

Hadiah apa saja yang menjadi pengecualian?

Menurut Bettina Kroker di blog Betzold, berikut adalah jenis-jenis hadiah yang bisa langsung diterima guru tanpa ba-bi-bu:

1. Hadiah hasil hasta karya

Sejak taman kanak-kanak, anak-anak Jerman sudah diajari untuk membuat hasta karya sendiri. Kebiasaan ini terbawa hingga masa remaja. Untuk itu, hadiah ini dianggap merupakan hal yang mendidik karena si pemberi memiliki hasil karya dan ini tidak ternilai harganya. Tentu dengan catatan, bahan prakarya nggak mahal atau bahkan dari hasil recycle atau upcycle.

2. Foto album dan sejenisnya

Di sini siswa dan guru bisa membuat kreasi khusus dengan menyematkan foto-foto sebagai kenangan waktu mengajar atau saat kegiatan khusus di sekolah.

3. Hasil masakan/kue buatan sendiri

Sama dengan membuat hasta karya, anak-anak Jerman sudah dari kecil diajari membuat kek dan kue sendiri. Sehingga ketika kue atau kek hasil panggangan sendiri ini diperuntukkan bagi guru tersayang, maka ini nggak masalah.

4. Sumbangan untuk komunitas yang membutuhkan

Guru yang bersangkutan diharapkan menyumbangkan voucher atau uang yang diterimanya untuk organisasi, komunitas atau lembaga di mana ia bergabung atau memiliki ketertarikan. Jadinya bukan untuk guru, tapi melalui guru.

Dan di daerah kami di Baden-Wuerttemberg, memiliki kelonggaran bahwa hadiah nggak boleh melebihi 5 euro atau Rp 80.000,00.

Maka dari itu, saya sempat "pringas-pringis" waktu sebelum liburan kuliah karena natal, saya memberikan hadiah pada beberapa guru.

"Bu guru A, ini ada hadiah kalung mutiara tawar dari Lombok." Saya mendekat ke meja dosen saat teman-teman sudah keluar. Takutnya ada gosip, ah. 

Sebelumnya saya sudah memberikan anting-anting mutiara tawar pada semua teman perempuan di kelas. Tapi orang nggak tahu kan, kalau orang iri bisa saja ada-ada saja ulahnya.

"Wah, nggak boleh, ini mahal." Ibu guru mengernyitkan dahi dan mengembalikan kotak berisi perhiasan dari Indonesia itu.

"Bu, saya beli di peternakannya langsung, murah. Jadi kurang dari 5 euro. Dan hadiah begini nggak cuma untuk Anda tapi untuk semua guru perempuan, kalau yang laki-laki nggak dapat karena yakin mereka nggak pakai kalung atau anting, deh." Jelas saya. Di Jerman, banyak pria muda memakai anting (baik satu atau dua) atau kalung tapi belum pernah melihat dosen yang begitu, deh.

Waktu di Senggigi, Lombok, saya memborong banyak perhiasan Mutiara. Untuk anting tindik, satunya hanya Rp 15.000. Untung kalung hanya Rp 25.000. Mungkin karena belinya banyak. Mungkin karena nggak ada yang beli. Mungkin karena harga dari grosir segitu. Entahlah, yang penting murah digebyah uyah. Ibu-ibu kan gitu kalau murah pasti borong, betul ibu-ibu? 

Eh, mengapa mutiara? 

Pertama karena saya suka Mutiara. Kedua karena kasihan para penjual itu sudah dua tahun kena dampak pandemi nggak ada yang beli. Mereka nganggur dan sekarang ini pariwisata Indonesia sudah menggeliat dengan dibukanya Indonesia untuk para pendatang. Bagi rejeki.

Ketiga karena pasti ini menjadi hadiah menarik karena mutiara walau tawar pun harganya jadi double triple di Jerman dan ini menjadi ciri khas Indonesia yang kaya akan kekayaan alam, iya mutiara ini. Bayangin ongkos angkutnya ke Jerman mahal, kan.

Akhirnya, para dosen saya pun menerima hadiah natal  itu tanpa takut kena denda karena sudah tahu berapa harga hadiah. Selain itu, mereka jadi paham, kalau orang Indonesia itu punya tradisi memberi hadiah, suka memberi, nggak pelit. Setidaknya, dari info saya. Xixixi.

***

Baiklah, dari pengalaman saya ini semoga menjadi catatan teman-teman semuanya. Setiap negara memiliki aturan sendiri-sendiri. 

Dalam bahasa kita "lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya" atau "desa mawa cara, negara mawa tata" yang dalam bahasa Jermannya andere Laendern, andere Sitten (mari saling mempelajari dan menghormati).

Sebagai tambahan, menurut saya, memberi tidak akan membuat harta kita semakin berkurang, justru akan berlimpah karena Tuhan melihat ini. Ini juga menunjukkan betapa kita memberikan perhatian khusus kepada orang yang dianggap melakukan kebaikan dalam hidupnya untuk orang lain. 

Hadiah tidak melulu berupa materi, bisa berupa non materi, iya nggak. Kalau saya sayang sama kalian, itu hadiah terindah juga, kan. Eaaa...

Terakhir, guru memang pahlawan tanpa tanda jasa, patut dihargai. Namun memberikan hadiah sebagai penghargaan padanya memang harus hati-hati di Jerman, karena banyak aturan yang membatasi pemberiannya. Selamat natal dan tahun baru bagi yang merayakan. Selamat berlibur. (G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun