Tak heran jika para perempuannya saya kasih empat jempol. Dua jempol dari saya dan dua jempol dari suami saya. Sebabnya, perempuan Jerman tidak mengenal sistem pembantu atau asisten rumah tangga.
Dimulai dari masyarakat ekonomi bawah sampai atas, segelintir yang memiliki "Au Pair" (para remaja yang diperbantukan untuk membantu mengurusi anak-anak di bawah umur dan sedikit pekerjaan rumah tangga).
Seandainya ada "Putz Frau" (tukang bersih-bersih dengan bayaran per jam), biasanya dimiliki mereka para lansia atau segelintir ibu di Jerman yang sangat membutuhkannya.
Hal itu tidak seperti di tanah air yang hampir semua orang punya. Aneh tapi nyata. Bukankah pendapatan perkapita orang Jerman tinggi? Bukankah mereka sangat menyukai lingkungan yang bersih? Padahal membayangkan rumah orang Jerman itu tidak kecil. Belum lagi kebunnya. Bagaimana mereka melakukannya? Alah bisa karena biasa.
Dari tradisi yang mandarah daging di sanubari para perempuannya, tradisi tidak memiliki pembantu ini sudah hal yang lumrah. Para perempuan Jerman melakukan semuanya sendiri. Kerja? Bukan alasan menghindar dari pekerjaan rumah tangga yang seabrek.
Nein! Mereka rata-rata dilahirkan sebagai perempuan yang mandiri dan tidak manja. Selanjutnya, setiap perempuan boleh melakukan apa saja sesuai bakat dan minatnya. Tidak ada yang boleh melarangnya. Perempuan boleh pula berpendapat, bukan berarti melawan ketika berargumentasi. Hak perempuan dilindungi negara.
Perempuan Jerman duduk sama rendah berdiri sama tinggi
Belajar dari perempuan Jerman yang juga ingin meraih pendidikan tinggi, ingin berkarya di bidang yang juga diterjuni para lelaki, tapi tetap melakukan pekerjaan rumah tangga sendiri, saya jadi malu.
Mereka ini tak hanya berhenti di bab pekerjaan RT, tapi juga bagaimana mereka menjamah pekerjaan yang sering kita sebut sebagai pekerjaan laki-laki. Nukang (menjadi tukang dadakan) misalnya. Jika ada rumah yang direnovasi, biasanya para suami menyukai untuk melakukannya sendiri. Mengapa?
Pertama karena harga tukang mahal. Kedua, cari tukang juga sulit, karena biasanya kalau pekerjaannya sedikit nggak cucok mereka tidak mau. Ketiga, mengerjakan sendiri lebih puas.
Keempat, uang yang biasa diberikan kepada tukang, bisa dimasukkan dana jalan-jalan keliling dunia. Bayangkan saja kalau bea tukang sejamnya saja sudah Rp 750.000, tinggal mengalikan berapa yang harus dibayar kalau mereka sebulan harus membantu.