Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cintailah Indonesia Seperti Orang Asing Mencintai Indonesia

14 Desember 2020   03:29 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:15 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia itu indah dan kaya, kata Gregg (dok.Gana)

Paling tidak, kalimat itu yang saya tangkap dari perbincangan zoom yang digelar Komunitas Traveler Kompasiana, Koteka pada Sabtu 12 Desember 2020 yang lalu.

Tema yang diangkat "Wonderful Indonesia; Gregg's journey and photography as a business", saya rasa sudah berhasil dikupas selama 1,5 jam dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan seperlunya dalam bahasa Indonesia itu. Banyak pertanyaan yang mengalir dan tak bisa terjawab tuntas. Gregg berpesan, silakan DM di instagramnya, pasti dijawab. Silakan, teman-teman.

Pertemuan maya dengan Gregg Jaden

Usai zoom, seorang peserta mengirim whatsapp kepada saya. Ia mengatakan bahwa zoom Koteka mantab dan bertanya bagaimana saya bisa kenal dengan cowok ganteng asli Canada yang tinggal di California itu.

Haha. Saya kenal baik dengan si mbak yang bertanya, meski belum pernah sekalipun bertatap muka secara langsung. Dengan jujur saya mengaku bahwa saya pun baru kenal dengan narasumber itu. Kami hanya ngobrol 2 jam lewat telepon beberapa hari sebelum acara berlangsung dan tentu saja chat di whatsapp selama 2 minggu, demi mengatur acara tersebut secara detil.

Cerita perkenalan kami begini: Gregg menyukai salah satu foto saya yang sedang berpakaian tari Belibis Bali di instagram. Waktu itu saya tulis postingan, sedang mengadakan pameran Indonesia di sebuah museum di Jerman. Karena tamunya banyak, jamuan pasti harus dipersiapkan untuk pembukaan. Penganan kecil untuk 100 orang telah kami masak berempat; suami, dua anak dan saya. Lalu karena saya harus menari untuk pembukaan, berangkat ke museumnya belakangan. Nah, saya dari rumah ke museum menyetir dengan pakaian adat itu. Berikut beberapa bahan makanan yang diperlukan yang masih tertinggal di rumah, saya angkut sekalian. Rempong banget.  Gregg bilang cerita saya menarik dan menganggap saya pekerja keras.

Foto berlatar belakang lukisan mami Kartika Affandi di atas kain itu memang tampak mencolok mata dan berhasil mendaratkan tanda hati merah dari si fotografer yang juga pembuat film.

Teman-teman, biasanya, kalau ada yang menyuka foto saya, meskipun itu orang asing entah dari daftar teman di Instagram atau tidak, saya tak ambil pusing. Bukankah itu hal yang biasa kalau ada orang suka foto kita?

Tapi entah waktu itu, saya kok ingin sekali menyambangi Instagram orang yang menyukai foto saya tersebut. Ingin tahu siapa dia. Dasar kurang kerjaan. Eh, begitu melihat profil Gregg Jaden ini saya geleng kepala. Ya ampun, fotonya bagus-bagus dan pengikutnya banyak sekali.

Lantas, tambah heboh karena banyak foto-foto Indonesia di sana. Wow, Indonesia tanah air tercinta! Aih, bangga dan senangnya bukan kepalang. Dari salah satu fotonya, saya meninggalkan jejak dengan memberikan komentar di foto candi Prambanan karyanya. Saya tulis tentang asal-muasal candi, yakni dari keinginan Putri Roro Jonggrang yang meminta 1000 candi dari sang pangeran yang ingin melamarnya. Dan akhirnya hanya 999 berhasil dibangun dan sang putri dikutuk jadi yang ke-1000 karena curang mengundang kokok ayam dengan lampu.

Pada gilirannya, Gregg geram. Mengapa guide yang mengantarnya ke sana tidak cerita? Kasihan, deh lu. Lain kali memang harus bertanya karena seperti peribahasa Indonesia "Malu bertanya sesat di jalan."

Inti sari dari cerita perkenalan kami adalah; perluaslah jaringan pertemanan. Ini penting, catat, ya.

Mengajak Gregg ikut zoom Koteka

Kemudian, ada ide melintas sekian detik kemudian setelah menuliskan komentar. Bagaimana kalau dia diajak jadi narasumber zoom Koteka, ya? Pasti seru untuk menceritakan seri "Wonderful Indonesia"!

Ketika saya kirim pesan, tak disangka, langsung dijawab si pria. Kaget, ya, nggak nyangka. Kalau orang terkenal dengan pengikut 277.000, biasanya sibuk atau ...sombong nggak bales. Ditambah, kami tidak berteman di Instagram. Jadi benar-benar tidak tersambung. Pasti dulu itu, ia secara tak sengaja melihat foto saya di bawah salah satu tag.

Akhirnya, ia menyanggupi ide itu. Saya ajukan tanggal 5 Desember 2020. Dia setuju. Luar biasa. Nggak percaya bahwa ia mau mengadakan kegiatan tanpa dibayar. Meskipun ia beberapa kali mengikuti kegiatan charity seperti Anthony Robin Foundation, bukankah pada dasarnya ia businessman?

Kompasianer, namanya juga anak buah, saya lapor pada ibu suri, dik Nindy, admin yang mengatur tetek bengek komunitas di Kompasiana. Dik Nindy mengusulkan supaya diundur karena acara yang sama adalah Kompasianival hari ketiga. Rasanya kurang pas kalau atasannya punya gawe, kita sibuk sendiri. Ah, tapi ... saya takut si Gregg kabur jika diganti tanggalnya. Dia bersikeras tanggal itu. Lebih cepat lebih baik.

Nah, bener kann .. Gregg menghilang begitu saya cerita tentang nasihat itu. Mau ngotot repot juga apalagi tiga hari sebelum tanggal 5, si Gregg baru muncul. Jadi memang tidak jadi. Acara ditunda. Untung saja belum saya sebar infonya di sosial media. Berpikir dua kali, kadang merupakan tindakan aman dalam hidup ini. Kita tidak boleh gegabah dan emosi dalam melakukan satu hal penting.

Kemudian, kami tersambung lagi dari pesan di instagram ke whatsapp. Kami bertukar nomor dan merencanakan zoom pengganti, yaitu tanggal 12 Agustus 2020.

Setelah chat, ia meminta untuk berbicara langsung lewat telepon. Saya pikir tidak perlu karena semua sudah dijelaskan dalam percakapan yang tertulis, bisa dibaca lagi.

Namun, ia benar, saya rasa tak ada salahnya untuk mengenal narasumber supaya lebih enak dan tidak kaku pada hari H. Kami pun tersambung lewat telepon meskipun tadinya Gregg menginginkan video call. Saya pikir tidak perlu karena video sudah dijadwalkan tanggal 12 pas hari H zoom.

Gregg ngakak tapi tetap menurut. Bagus! Lanjut....

Salah satu cara mencintai Indonesia dengan memakai baju adat (dok.Gana)
Salah satu cara mencintai Indonesia dengan memakai baju adat (dok.Gana)
Apa saja inspirasi yang saya dapat dari Gregg ?

Dari semua perbincangan dengan Gregg, banyak inspirasi yang saya dapat darinya.

Pertama, cintailah Indonesia seperti orang asing mencintai Indonesia. Saya masih ingat cara Gregg sampai ke Indonesia. Ia harus ke sana-ke mari mencari sponsor supaya ia dan team bisa keliling Indonesia untuk mengambil foto dan video. Padahal orang Indonesia yang sudah berada di tempat, malah ingin ke luar negeri. Bagaimana ini? Bukankah lebih dekat dan lebih mudah wisata lokal? Jangan-jangan lebih tahu detil negara orang daripada negeri sendiri... seperti saya.

Menurutnya, Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan kekayaan alam. Ini bisa menjadi taman bermain bagi turis sampai fotografer manapun. Tidak hanya fotografer dunia tapi fotografer lokal yang ada di bumi nusantara. Karena kalau pemiliknya bisa datang kapan saja, orang asing harus jauh-jauh dan mahal untuk ke Indonesia. Sangat disayangkan jika orang Indonesia tidak mengapresiasi ini dengan memanfaatkannya dan justru tergiur jalan-jalan atau memotret negeri tetangga saja.

Yah, sudah waktunya memang bahwa setiap orang Indonesia yakin bahwa Indonesia itu indah, "wonderful Indonesia"! Salah satu cara adalah dengan zoom seperti yang digeber Koteka demi  mengangkat keindahan Indonesia.

Selama gelar wicara, Gregg berhasil mengungkapkan perasaan luar biasa mengelilingi Indonesia. Dengarkan saja bagaimana ia terpesona keindahan Kawah Ijen, Borobodur, Tumpak Sewu di Malang dan Kampung Pelangi. Kalau orang-orang Indonesia yang berkunjung ke tempat itu, hanya datang dan potret sana-sini lalu pergi, Gregg bisa jam-jaman mengamati detilnya. Tidak akan pernah puas untuk menatap dan menikmatinya, tidak akan lekas pergi bahkan paling parah, Gregg tidak mau diajak pulang! Kacau acaranya.

Ia menyebut angka minimal 5000 euro untuk ke Indonesia. Tidak jelas apakah itu bea per orang atau bagaimana. Pasti WNI yang tinggal Indonesia sendiri  tidak memerlukan dana sebesar itu. Meskipun demikian, ia tak akan kapok kembali ke Indonesia.

Yang paling aktual, ia berencana ke pulau Komodo  untuk bertemu Komodo dan suku asli Dayak dalam waktu dekat. Ia yakin, tempat-tempat itu sangat unik dan tiada duanya. Antusiasnya sangat besar untuk mengambil gambar dan video di sana. Karena jika terlewat begitu saja, ia akan rugi lantaran tempat tinggalnya sangat jauh. Momen harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Di tempat tinggalnya di California hanya ada pantai saja, sudah. Iapun saya kompori untuk pergi ke Toraja dan Raja Ampat sekalian.

Waduh, tak disangka, sudah banyak undangan dari peserta  zoom supaya mas Gregg mampir jika benar tiba di Indonesia. Biasa, ini biasa. Keramahan orang Indonesia yang tiada tara memang satu pesona.

Jika kalian bertemu orang seperti Gregg atau orang asing lain yang sangat mencintai Indonesia, pasti akan malu sendiri. Seperti saat saya bertandang ke bapak Smend yang mendirikan museum batik di Cologne, melihat bapak Werner yang memiliki museum Papua di dekat Frankfurt dan masih banyak lagi. Mereka ini sungguh mencintai Indonesia lebih dari kita sebagi sang pemilik bangsa. Mengumpulkan benda-benda bangsa kita dengan dana sendiri untuk dipamerkan kepada dunia. Kepedulian mereka terhadap kekayaan budaya bangsa kita melebihi kemampuan rata-rata WNI. Bukankah itu luar biasa?

Kedua, jika punya bakat harus diasah dan jangan dibiarkan begitu saja. 

Bayangkan, foto yang ia hasilkan biasanya dihargai 500-2000 USD, sedangkan foto kampanye besar bisa di atas 10.000 USD. Saya sampai ngiler mendengar angka yang banyak nol-nya itu. Kapan bisa begitu coba?

Itulah gunanya lihai mengasah bakat dan minat. Meski Gregg baru 5 tahun yang lalu memulai profesi fotografinya ini, tapi kesuksesannya sudah bisa dibuktikan dengan 500 klien yang sudah ia gaet. Banyak merek terkenal yang menjadi sponsornya seperti Nokia, Honda, Disney dan seterusnya. Artinya, dari mulai memotret anjing kesayangan yang meninggal kemudian, itu membawa hoki karena ternyata ia punya bakat memotret. Dan dia pintar, sadar itu dan mengikutinya.

Tahun demi tahun, ia belajar dari teman-temannya. Mulai menggunakan kamera biasa seperti Canon 5D sampai dengan camera yang beratnya berkilo-kilo bermoncong panjang.

Ketiga, belajarlah ilmu spiritual dalam hidup ini. Hidup itu tidak abadi, tidak hanya soal duniawi, ada masa-masa setelah meninggal dunia. Kita harus sadar itu.

Mulanya, gara-gara mengalami dua kecelakaan fatal yang hampir merenggut nyawanya tahun 2009 dan 2015, ia memiliki kekuatan spiritual yang berbeda dengan orang awam. Saat ini ia mengajari banyak orang untuk meditasi. Training selama sebulan misalnya, minggu pertama meditasi satu menit duduk tidak bergerak. Disusul minggu kedua dengan 30 menit, minggu ketiga 45 menit dan minggu terakhir 1 jam.

Ditekankan bahwa hal ini mampu menjernihkan pikiran manusia dari segala kesibukan duniawi mulai dari bunyi telepon, bunyi radio, bunyi TV, bunyi lalu lintas, suara orang dan sejenisnya. Jika berhasil melampui masa training, niscaya kita bisa menangkap signal dari dunia lain, menangkap pesan atau lebih peka dengan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Sehingga nantinya ini memberikan ketentraman hati, kesuksesan dalam dunia kerja dan lain sebagainya. Kompasianer mau coba? (G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun