Sebagai makhluk sosial, kita memang dihadapkan pada kehidupan bermasyarakat. Artinya kita nggak hidup sendiri tapi dengan banyak orang. Yee, nggak ada kenyataan istilah "Dunia milik kita berdua, yang lain ngontrak."
Meskipun berada di rumah, tetap saja ada tetangganya. Walaupun di media social yang cuma dunia maya, tetap ada friends atau followernya. Dibutuhkan empati-simpati selama berhubungan. Kalau enggak, ke laut aje...
Itu sebabnya, menghadapi dan memahami banyak orang dengan beragam karakter menjadi satu tantangan hebat yang mungkin terjadi dalam hidup. Kalau ada masalah, ada yang cuma dipendem di hati tapi ada juga tipe orang yang meledak-ledak dalam menanggapi hater/s. Pasti-pasti....
Sebenarnya, wajar kalau konflik dengan orang lain atau bahkan group akan terjadi. Entah kita yang menjadi pemicunya atau lawan kita itu. Yah, mana bisa kita mengharapkan semua orang mencintai kita atau hanya punya "lovers." Enggak kan? Sama saja dengan; siap nggak punya haters? Presiden saja punya haters, apalagi kita yang rakyat jelata? Halah.
Sekalipun kita sudah ati-ati, berbuat baik dan lurus, bagi haters, adaaaa aja yang bolong, keliatan jelek dan dijulitin. Serem, ya. Hidup sekali dan pendek, dibuat beraaat banget. Adem-adem aja, kenapa sih?
Nah, berikut ini beberapa cara menghadapi haters yang barangkali bisa jadi rekomendasi kalian:
1. Bikin group/komunitas sendiri
Ceritanya suatu hari suami saya ngaku nggak mau kalah sama saya. Katanya, ini Jerman negaranya, masak teman facebook saya lebih dari dia. Belahan jiwa saya itu sesumbar bakal bisa ngalahin. Saya cuma ngakak saja. Dasar, memang suami saya lucu. Ada-ada saja dia.
Benarlah, beberapa hari kemudian ia posting foto lama dari kota kami di komunitas kota kami di facebook. Eee ... ada yang nggak seneng dan memaki-maki bahwa suami saya salah tempat. Anehnya, justru beberapa anggota mendukung suami saya karena fotonya klasik, mengingatkan zaman mudanya mereka. Sweet memories.
Memang betul, komunitas facebook kota biasanya memuat informasi seputar kota, keadaan terkini dan berita yang perlu diketahui soal kota tetapi nggak salah kalau ada foto berkenaan dengan kota diposting, meskipun sudah jadul.
Beberapa kali hal itu terjadi dan si hater tetap mengikuti, bersikap dan berkomentar yang sama. Lagi-lagi, anggota lain membela suami saya.
Lantaran nggak enak ribut terus di sosmed, suami saya memutuskan untuk mengikuti nasihat salah satu anggota yang membelanya "Bikin saja group sejarah kota, sendiri." Supaya nggak ketemu sama si hater lagi.
Dibuatlah group kota klasik yang hanya menampilkan foto-foto lama kota. Mula-mula, ia mengundang anggota komunitas kota tadi yang membelanya. Lalu bermunculan penduduk kota setempat lainnya yang tertarik daftar jadi anggota komunitas kota khusus untuk membicarakan soal kota zaman dulu.
Nggak heran jika selama sebulan, suami saya sudah punya lebih dari 1000 anggota. Yang menyenangkan adalah, anggotanya aktif. Sekali ada yang memposting gambar bangunan lama kota zaman dulu atau foto lama waktu di kota, yang komentar banyak. Artinya, komunitas itu nggak sekedar nama atau hanya buat posting gambar atau foto tapi ... berinteraksi.
Sebagai founder dan satu-satunya admin, suami saya merasa paling berkuasa untuk menentukan aturan dan memilih siapa yang boleh masuk ke dalam komunitas. Lucu, beberapa minggu kemudian, si hater yang suka menghujat ingin juga jadi member. "Maaf, ya, kamu nggak diterima" pikir suami saya. "Sanese mawon", yang lain saja. Ada rasa mengalahkan hater dengan cara halus di sana.
2. Menutup kolom komentar
Apa kenangan magic bersama kenalan baru dalam hidup kalian? Saya pernah ketemu Princess Syahrini di St. Moritz, Swiss waktu berlibur tahun 2018 gara-gara diajak Kompasianer Eberle. Bersama dengan artis Jekardah tanpa jarak 1 cm itu membuat saya masygul. Artis juga manusia biasa, ia punya rasa-punya hati.
Waktu itu, habis kami masakin di flat, dia bilang "Saya didoain dapat suami yang baik, ya." Kepala saya mengangguk. Dan benar bahwa tahun 2019, Syahrini menikah dengan Reino. Pernikahan kontroversial karena tadinya Reino pacaran sama Luna, putus, nggak jadi nikah. Buntutnya, banyak orang menuding Syahrini adalah penyebabnya.
Orang kalau nggak tahu cerita aslinya itu suka ngarang, berfantasi. Jadinya gitu, usai pernikahan banyak hujatan, komentar pedas yang nggak enak dibaca atau didengar.
Kalau saya bilang, semua itu sudah ada yang ngatur. "Ajining diri gumantung saka lati" atau harga diri seseorang itu berhubungan dengan mulut (dan perbuatannya). Kalau sudah menanam berarti kan menuai. Setuju?
Nah, demi ketentraman hidup, Syahrini menutup semua kolom komentar di Instagram (story dan post) sampai hari ini. Nggak enak, dong, asyik-asyik posting ... dapat feedback yang lebih pedas dari sambal uleg 1 kilo atau sambitan seribu sandal. Dengan tidak menerima komentar, hidup Syah jadi lebih santai nggak kepikiran yang aneh-aneh omongan orang. Iya, nggak?
Sekarang Incess tetap posting dengan leluasa dan "haters tetap menggonggong di sana- sini" tapi setidaknya nggak terdeteksi di akun pribadi.
Eh, sebentar ... di Kompasiana, bisakah kita mematikan kolom komentar? Kalau saya amati, Kompasiana hanya punya pilihan "laporkan" atau "hapus." Nggak bisa nutup kolom komentar, dong. Jika belum ada, mungkin usul akan ditampung admin K?
3. Mengajukan somasi
Tapi namanya haters, saudara-saudara. Sudah banyak langkah yang dilakukan Syahrini antara lain dengan menutup kolom komentar tadi supaya tidak memicu kericuhan antara haters dan lovers -nya, tetaaap saja haters bikin masalah.
Salah satunya yang baru-baru ini dilakukan seorang hater adalah bikin video nggak bagus yang menjelekkan nama baik artis yang punya banyak bisnis selain nyanyi.
Tadinya didiemin tapi makin kebangeten nggak tahu diri. Sama manager Syahrini dan suaminya, diputuskan untuk mengambil jalan hukum. Somasi.
Efek jeranya semoga nggak hanya bagi pelaku tapi juga bagi haters Syahrini lain, yang nggak jemu bikin fitnah, omongan dan tindakan yang bersumbu pendek dan nggak dipikir panjang terlebih dahulu.
Di luar negeri, pihak Syahrini juga nggak diam begitu saja dengan isu miring dengan Opa Laurens. Opa bikin isu di akun instagramnya. Si pria Belanda itu juga kami temui waktu di Swiss. Sekilas, orangnya keliatan baik tapi ternyata cari gara-gara juga dia. Sekarang bingung, sudah lansia dapat somasi juga.
Begitu pula di Jerman. Dalam kehidupan nyata, orang Jerman mengandalkan Anwalt alias Lawyer atau pengacara. Ini penting demi membela hak pribadi. Jika terganggu tetangga atau teman, telpon saja pengacara. Perkara memang bisa selesai, tapi tagihannya itu, lho ....
Jangan lupa. Kisah penyeretan haters ke pengadilan pernah dilakukan Kompasianer Sutomo Paguci yang memiliki klien teman baik saya Kompasianer bunda Khadijah. Yang diseret juga Kompasianer. Zaman itu heboh banget.
Sekarang semua sudah hilang tak berbekas. Semoga ini jadi catatan bagi kita semua ya, ngeblog bareng di Kompasiana nggak usah cari perkara. Yang rajin nulis, rukun paling enak karena aman dari badai.
4. Blocking
Kalian punya akun facebook dan merasa nggak nyaman sama seorang teman atau kenalan yang jadi hater? Mau ditegur nggak enak, takut ribut kali. Mau ngomong, nggak tahu mulai dari mana takut salah ngomong.
Hey, ada caranya. Ternyata ada pengaturan di sana yang membuat kita bisa ngeblok hater. Caranya dengan mengeklik bagian paling kanan atas (profil), lalu setting&privacy. Di sana pilih Setting dan klik "blocking." Tuliskan nama akun atau email hater di sana.
Sekali kita mengeblok seseorang, dia nggak bakal bisa melihat postingan kita, nggak bisa ngetag, nggak bisa ngundang ke event atau group, nggak bisa ngobrol dengan kita atau nggak bisa menambah kita sebagai teman (lagi).
Buat ngeblok apps, games atau group ada sendiri formulirnya. Jadi itu nggak termasuk saat kita ngeblok si hater.
Untuk Instagram juga begitu, bisa ngeblok hater. Klik bagian kanan atas dari akun hater. Pilih "Nutzer blockieren" atau ngeblok akun yang bersangkutan supaya nggak lihat akun kita.
***
Gimana? Dari beberapa alternatif menghadapi hater/s di atas, ada lagi nggak caranya? Silakan berbagi di kolom komentar, ya. Barangkali saja kalian punya pengalaman.
Memang betul mana ada orang hidup bercita-cita cari musuh? Enakan cari lovers atau teman baik yang mencintai kita, merindukan kita. Tapi kalau sekali ketemu hater/s, nggak ada salahnya mengikuti apa yang sudah direkomendasikan di atas.
Sekarang ini yang paling penting adalah, kita berkata-kata baik dan berbuat baik semampu kita, inshaallah kembaliannya juga baik. Kalau orang Jawa bilang "sengit ndulit," kalau orang benci biasanya nantinya ending-nya sayang. Jadi nggak melulu, dulu loyang sekarang besi atau dulu sayang sekarang benci. Benarkah? Hati-hati. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H