Mulanya pada hari Senin, 20 April 2020 saya kirim orang dari laboratorium darah untuk memeriksa ibu saya yang sepertinya kena DB seminggu yang lalu. Ternyata trombosit ibu naik, sudah pulih. Kebetulan bapak juga ikut tes darah pagi itu, setelah saya paksa. Entah mengapa sejak Sabtu, saya ingin tahu kondisi kesehatan bapak. Apakah bapak sehat? Apakah bapak punya penyakit dalam? Alhamdulillah. Ternyata bapak sehat, bahkan lebih bagus kondisinya dari ibu.
Tapi ternyata saya lupa, ada langit di atas langit. Ada penguasa semesta yang menentukan kapan Ia memanggil umat-Nya. Saya memang bodoh atau pura-pura bodoh?
Hari Selasa, 21 April, hari Kartini. Habis bangun pagi dan sarapan, jam 10 waktu Jerman saya menelepon ibu. Kakak yang menerima dan menceritakan bahwa bapak pingsan. Malam sebelumnya, bapak mengetik artikel berbahasa Jawa untuk Panjebar Semangat, mungkin untuk peringatan Kartini. Kakak sudah memperingatkan, tapi bapak bersikeras untuk menyelesaikannya. Apakah waktu itu bapak terlalu banyak merokok demi menemani malam?
Akibatnya, paginya selepas jalan-jalan keliling kampung dan sarapan, bapak kepalanya pusing di bagian kening dan lambungnya sakit. Meminum obat pusing tanpa resep dokter ultra*** dan raniti***, yang dikatakan sebagai obat untuk menangani penyakit asam lambung.
Karena belum sembuh juga, bapak minum obat lain seperti para*** dan anta****, ibu memijat bagian kening kepala yang katanya sakit dan dibaluri minyak PP*. Kira-kira 10 menit kemudian, bapak muntah dan dikerok punggungnya oleh ibu sampai gosong. Ibu membersihkan lantai dan sofa yang terkena muntah. Karena kepayahan, bapak tertidur dengan posisi terlentang di atas sofa berbantal, sebelum Dhuhur.
Dua jam kemudian ibu bermaksud meladeni bapak makan siang. Tetapi ketika membangunkannya, bapak tidak juga sadar. Ibu panik, saya yang jauh di negeri orang bingung. Saya harus bagaimana? Saya bisa apa?
Dari video yang dikirim kakak, saya lihat bapak masih bernafas dengan normal. Ketika mantri yang juga tetangga memeriksa, menggelitik telapak kaki dengan koin, bapak bergerak. Ada reaksi tapi bapak "tidur dalam."
Dokter 24 Jam
Saya panik tapi lalu ingat bahwa pernah mencari di google dengan kata kunci "Dokter datang ke rumah." Maksud saya supaya dokter bertarif Rp 200.000 plus transport (jika jarak lebih dari 5 km) sekali datang itu memeriksa bapak.
Sayang operator membalas pesan saya bahwa dokter dari Medicall nggak ada yang bisa karena semua masih dinas sampai jam 21.00. Tiga jam menunggu tentu terlalu lama, bapak harus sekarang ditangani.
Mengenai dokter 24 jam yang bisa visit ke rumah, saya sudah memiliki pengalaman bagus sebelumnya. Yaitu ketika ibu demam dan lemas selama beberapa hari tapi ibu bersikeras tidak mau keluar rumah untuk periksa, seminggu sebelum bapak sakit. Waktu itu sudah malam dan ibu sudah tidur. Saya segera pesan ke operator, supaya dokter datang pagi-pagi untuk memeriksa ibu.