Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Saya Berada di Luar Negeri dan Aneurisma Otak Menjemput Bapak

25 April 2020   20:26 Diperbarui: 25 April 2020   21:49 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneurisma otak menjemput bapak (dok.Pribadi)

Masih segar diingatan saya pernah dijamu Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Hongaria 2014-2018, H.E. Wening Esthyprobo Fatandari di rumah kediaman beliau. Buku saya "Exploring Hungary" yang dikatapengantari beliau, di-launching di sana dan dihadiri beberapa pejabat, warga negara Indonesia dan warga negara Hongaria. Inilah hikmah menulis, khususnya menulis buku. Ayo, Kompasianer teruskan hobi menulis. Jangan pernah berhenti.

Oh, ya. Selama di sana, saya sempat mengobrol dengan beliau. Kamar saya bersebelahan dengan kamar beliau, sedangkan kamar sekretaris pribadi ada di atas saya. Luar biasa, mana ada dubes sebaik beliau? Thanks, madam.

Bu dubes pun cerita suka-duka tinggal di luar negeri mengemban tugas negara.

Resiko Tinggal di Luar Negeri 

Di depan kamar saya ada sebuah meja makan dan sebuah sofa. Saat kami duduk di sana dan ngobrol-ngobrol, mata saya sudah lima watt tapi sumpah, membekas sekali apa yang dikatakan beliau.

"Resiko jadi diplomat harus tahu. Saya kehilangan orang tua, dua-duanya ketika masih bertugas di luar negeri. Berada di Brusel, Belgia ... ibu pergi. Itu saya lagi jadi kuai, kuasa ad interim. Dubes lagi nggak ada di tempat. Ada menteri perdagangan, bu Rini, ya ... nggak bisa pulang gimana? Full of choices. Saya lagi ada menteri, gimana? Sementara dubesnya lagi nggak ada ... saya kuasa usaha tapi kemudian acara resmi selesai, segera saya mohon ijin. "Ibu, mohon ijin saya harus pulang ke Semarang karena orang tua wafat. Di Oslo, Norwegia juga gitu. Pas dinas, Rama meninggal 3 Juni 2009 di usia 89 tahun tapi saya sadar, itu resiko lah punya profesi kuai." 

Itulah, mengemban tugas negara, khususnya saat berada di luar negeri, ibu dubes harus menanggung resikonya. Orang tua beliau meninggal, tidak bisa datang. Sekalipun datang, akan sangat repot dan semua sudah terlambat. Jarak Eropa-Indonesia yang ribuan kilometer tidak seperti ke luar kota. Apalagi perbedaan waktu di mana Indonesia lebih cepat 5-6 jam ke depan.

Lalu apa hubungannya resiko bu dubes berada di luar negeri sehingga orang tua beliau meninggal tidak bisa langsung datang, dengan saya yang tinggal di Jerman tapi bukan diplomat?

Kebetulan, bapak beliau Andaryaka Wisnuprabu adalah kawan akrab bapak saya, Setyadji Pantjawidjaja. Keduanya sangat aktif di bidang kebudayaan. Lambat laun, saya berpikir, suatu hari, pengalaman bu dubes itu pasti akan menjadi milik saya. Iya, ditinggal orang tua menghadap Tuhan dan nggak bisa ngapa-ngapain lantaran berada di luar negeri. Siapa suruh datang ke Jerman? Kalian masih bermimpi tinggal di luar negeri?

Bapak Pingsan, Saya Bingung

Dan "hari" itu telah tiba.

Mulanya pada hari Senin, 20 April 2020 saya kirim orang dari laboratorium darah untuk memeriksa ibu saya yang sepertinya kena DB seminggu yang lalu. Ternyata trombosit ibu naik, sudah pulih. Kebetulan bapak juga ikut tes darah pagi itu, setelah saya paksa. Entah mengapa sejak Sabtu, saya ingin tahu kondisi kesehatan bapak. Apakah bapak sehat? Apakah bapak punya penyakit dalam? Alhamdulillah. Ternyata bapak sehat, bahkan lebih bagus kondisinya dari ibu.

Tapi ternyata saya lupa, ada langit di atas langit. Ada penguasa semesta yang menentukan kapan Ia memanggil umat-Nya. Saya memang bodoh atau pura-pura bodoh?

Hari Selasa, 21 April, hari Kartini. Habis bangun pagi dan sarapan, jam 10 waktu Jerman saya menelepon ibu. Kakak yang menerima dan menceritakan bahwa bapak pingsan. Malam sebelumnya, bapak mengetik artikel berbahasa Jawa untuk Panjebar Semangat, mungkin untuk peringatan Kartini. Kakak sudah memperingatkan, tapi bapak bersikeras untuk menyelesaikannya. Apakah waktu itu bapak terlalu banyak merokok demi menemani malam?

Akibatnya, paginya selepas jalan-jalan keliling kampung dan sarapan, bapak kepalanya pusing di bagian kening dan lambungnya sakit. Meminum obat pusing tanpa resep dokter ultra*** dan raniti***, yang dikatakan sebagai obat untuk menangani penyakit asam lambung.

Karena belum sembuh juga, bapak minum obat lain seperti para*** dan anta****, ibu memijat bagian kening kepala yang katanya sakit dan dibaluri minyak PP*. Kira-kira 10 menit kemudian, bapak muntah dan dikerok punggungnya oleh ibu sampai gosong. Ibu membersihkan lantai dan sofa yang terkena muntah. Karena kepayahan, bapak tertidur dengan posisi terlentang di atas sofa berbantal, sebelum Dhuhur.

Dua jam kemudian ibu bermaksud meladeni bapak makan siang. Tetapi ketika membangunkannya, bapak tidak juga sadar. Ibu panik, saya yang jauh di negeri orang bingung. Saya harus bagaimana? Saya bisa apa?

Dari video yang dikirim kakak, saya lihat bapak masih bernafas dengan normal. Ketika mantri yang juga tetangga memeriksa, menggelitik telapak kaki dengan koin, bapak bergerak. Ada reaksi tapi bapak "tidur dalam."

Dokter 24 Jam

Saya panik tapi lalu ingat bahwa pernah mencari di google dengan kata kunci "Dokter datang ke rumah." Maksud saya supaya dokter bertarif Rp 200.000 plus transport (jika jarak lebih dari 5 km) sekali datang itu memeriksa bapak.

Sayang operator membalas pesan saya bahwa dokter dari Medicall nggak ada yang bisa karena semua masih dinas sampai jam 21.00. Tiga jam menunggu tentu terlalu lama, bapak harus sekarang ditangani.

Mengenai dokter 24 jam yang bisa visit ke rumah, saya sudah memiliki pengalaman bagus sebelumnya. Yaitu ketika ibu demam dan lemas selama beberapa hari tapi ibu bersikeras tidak mau keluar rumah untuk periksa, seminggu sebelum bapak sakit. Waktu itu sudah malam dan ibu sudah tidur. Saya segera pesan ke operator, supaya dokter datang pagi-pagi untuk memeriksa ibu.

Setelah diperiksa dan dicek darahnya jam 9 pagi, ibu diberikan resep suplemen Dehaf yang mengandung ekstrak jambu biji, supaya trombositnya naik. Beberapa hari kemudian ibu pulih.

Dokter itu juga baik sekali, mau ditanya-tanyain ini-itu sehubungan dengan ibu, lewat whatsapp gratis. Semoga Allah memberikan pahala setimpal padanya. Yah, kalau kami di Jerman, mengontak dokter untuk konsultasi, dokter klaim ke asuransi, artinya bayar.

Kembali ke kasus bapak yang nggak sadar. Saat menelepon beberapa teman yang juga dokter, beberapa klinik terdekat, tak ada satu dokter pun yang bisa datang memeriksa beliau. Teman saya yang dokter anestesi bilang itu di luar kemampuan mereka.

Kok, saya minta dokter datang ke rumah? Siapa tahu Indonesia sudah maju layanan kesehatannya, canggih. Juga karena menurut pengalaman saya di Jerman daerah pedesaan, pasien yang tidak bisa datang ke dokter, dokternya masih mau datang untuk memeriksa. Dengan penduduk sebanyak 2559 (pada tahun 2018), klinik setempat memiliki 3 dokter. Jika diperlukan, ambulan datang 5-10 menit di tempat. Pasien gawat? Helikopter akan sigap menjemput dan mengantar ke rumah sakit kelas A hanya dalam hitungan menit (dengan mobil dicapai dalam setengah jam). Ini faktor yang membuat ketakutan untuk menjadi tua dan sakit di negeri sendiri tapi fasilitas kesehatan mahal, kurang cepat atau kurang memadai.

Ya Allah. Bapak masih membujur di atas sofa, kakinya masih hangat. Kami sekeluarga diskusi di WA group, sepakat membawa bapak ke UGD. Memanggil ambulan pemerintah kota Semarang, nggak ada yang angkat. Untung bu RT memanggil ambulan PMI dan tiba di tempat untuk segera mengantar bapak ke RS terdekat supaya segera ditangani. Terima kasih pak RT dan bu RT. Ini di Jerman yang nggak ada, nggak model.

Apa Itu Penyakit Aneurisma Otak?

Tiba di UGD RS Bhayangkara, bapak diperiksa CT scan. Rupanya pembuluh darah di otak bapak pecah, namanya Aneurisma otak. Dokter menyarankan untuk dioperasi dan mencari dokter syaraf terbaik. Sayangnya, dokter mengingatkan bahwa operasi juga tidak mudah karena jantung bapak lemah. Selama operasi ada alat yang akan dipasangkan di jantung. Jika tidak kuat, jantung stop. Bahkan rongga paru-paru bapak bisa rusak karena tua.

Ya Tuhan, aneurisma otak?

"Aneurisma otak adalah pembesaran atau penonjolan pembuluh darah otak akibat melemahnya dinding pembuluh darah. Penonjolan ini akan terlihat seperti buah berry yang menggantung. (Alodokter)"

Begitu tahu bahwa bapak mengalami aneurisma otak, suami saya yang memang bisnisnya alat kesehatan bilang ke saya, "Pasti karena bapak banyak merokok kretek. Pendarahan di otak harus cepat dioperasi, nanti dikasih clip supaya tidak bocor lagi tapi sulit ...." Katanya lirih sambil menggelengkan kepala. Saya terhenyak. Selain perokok rupanya neurisma biasa diderita para penderita hipertensi/darah tinggi, alkoholiker, orang yang mengalami benturan di kepala,  pengguna narkoba, memiliki gen aneurisma otak dalam keluarga dan wanita di atas 40 tahun! Berarti saya ....

Suami saya dulu juga pernah merokok. Beruntung ia menghentikannya setelah berdiskusi dengan saya soal peringatan dalam bungkus rokok; merokok dapat mengakibatkan kanker, serangan jantung, impotensi  dan gangguan kehamilan dan janin.

Cinta saya itu sudah beberapa kali mengingatkan bapak untuk berhenti merokok. Seingat saya pernah sekali bapak kaget ketika suami saya berteriak, "Bapak, jangan merokok di sini (lorong hotel), dendanya dua juta rupiah. Nanti bayar sendiri, saya nggak nanggung." Bapak buru-buru mematikan dan membuang puntung rokok. Sesudahnya, bapak merokok lagi di rumah.

Begitulah, aneurisma otak bapak yang pecah menyebabkan perdarahan dan kerusakan otak. Kondisi bapak sudah 30%, meski sudah diinfus dengan obat-obatan di sebuah rumah sakit dekat rumah. Bapak sudah nggak kuat lagi dan menghembuskan nafas terakhir pada usia 80 tahun 8 bulan pada Rabu, 22 April 2020 pukul 00.18 WIB. Di Jerman baru pukul 20.18. Lewat whatsapp group Pantjawidjajan, kakak sulung mengirimkan berita bapak sudah menghadap Tuhan, kami di Jerman berpelukan dan air mata bercucuran.

Saya runut lagi ke belakang, gejala yang bapak alami, persis dengan apa yang diceritakan para dokter-dokter syaraf tentang beberapa gejala pendarahan aneurisma otak; tiba-tiba sakit kepala nggak hilang-hilang, mual dan muntah menyembur dan kehilangan kesadaran. Ada yang mengalaminya? Keluarga segera kirim ke UGD di menit pertama saat pasien pingsan!

Hati-Hati dengan Efek Obat

Paling benci minum obat. Sebab di kepala saya ada ingatan bahwa obat itu racun, meski bisa juga menyembuhkan. Paling males minum obat, apalagi kalau banyak. Kita memang harus hati-hati meminum obat dan membaca betul keterangan, aturan dan dosisnya. Itu juga yang seharusnya keluarga kami lakukan pada bapak tapi nasi sudah menjadi bubur.

Saat pusing pada hari Selasa 21 April pagi, pertama bapak minum obat Ultra***. Menurut Honestdocs, obat itu mengandung asetaminofen (dikenal juga sebagai paracetamol), Fenilpropanolamin HCL, Klorpenilamin maleat yang memiliki kegunaan sebagai obat flu dan batuk.

Sedangkan efek sampingnya yang parah adalah jantung berdebar, gangguan pencernaan dan kerusakan hati. Jadi penderita diabetes, gangguan fungsi hati, jantung dan asma sebaiknya tidak mengkonsumsi. Jika terpaksa minumpun, harus dosis kecil.

Selain itu, bapak ingin mengkonsumi Raniti***. Obat bebas itu rupanya bisa mengakibatkan reaksi serius pada beliau seperti mual, detak jantung lebih cepat dan tubuh lemas tanpa sebab. Obat  tidak boleh dipakai penderita penyakit hati dan ginjal.

Cek internet, saya nemu informasi. Pada 7 Oktober 2019 Kompas menuliskan berita bahwa BPOM sebenarnya sudah mengumumkan penarikan 5 obat Raniti*** yang disinyalir mengandung kandungan N-nitrosodimethylamine, zat penyebab kanker atau bersifat karsinogenik. Obat bebas yang berbahaya.  Untung bapak menggantinya dengan lansopra*** yang direkomendasikan BPOM sebagai pengganti Ratidi*** Walaupun begitu, obat ini nggak boleh dicampur dengan obat herbal dan jangan diminum orang yang punya gangguan hati. Efek samping seriusnya adalah patah tulang.

Ditambahkan  Shierine Wangsa Wibawa menulis di sana bahwa Dr. dr Ari Fahrial Syam menegaskan asam lambung makin marak dialami masyarakat Indonesia karena gaya hidup yang kurang baik. Selain itu stress, obesitas, tidur terlentang tanpa bantal, alkohol, kopi, merokok dapat memicu asam lambung itu. Kita harus memperhatikan ini dengan seksama.

Lantas karena nggak hilang pusingnya bapak menenggak Anta****. Obat ini terkenal sebagai penghilang masuk angin, meriang, mual, kembung, capek-capek dan pusing. Kandungan dalam cairan obat herbal itu adalah jahe, daun mint, ginseng, sembung, pala, kunyit dan madu.

Ditulis oleh Alodokter bahwa meski ini herbal, tidak 100% aman meski herbal. Kandungan jahenya dapat mengakibatkan perdarahan dan penurunan kadar gula darah. Kandungan ginsengnya mempercepat denyut jantung. Selain itu secara keseluruhan ada alergi yang bisa ditimbulkan obat cair herbal itu seperti sesak napas.

Tak kunjung sembuh, bapak minum obat lagi, para*** yang mengandung paracetamol, propyphenazone, kafein dan dexchlorpheniramine maleate. Obat ini memang banyak digunakan secara bebas di pasaran karena dikatakan mampu meringankan sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot dan sendi.

Hanya saja, kita harus selalu ingat efek sampingnya. Mengkonsumsi obat ini akan bahaya jika tukak lambungnya sakit seperti bapak. Meminumnya harus sesuai dosis, jika berlebihan akan mengakibatkan mual, muntah, tidak nafsu makan, warna urin atau feses lebih gelap, irama jantung berubah lebih cepat atau lambat dan kerusakan hati atau ginjal. Bahkan alergi bisa terlihat seperti ruam, gatal-gatal bahkan sampai sesak nafas.

***

Dari cerita saya di atas, semoga menjadi wawasan yang bermanfaat bagi kita semua. Barangkali saja keadaan itu akan dialami,  sehingga tahu apa tindakan yang harus segera dilakukan dan apa hal-hal yang harus dihindari.

Di suasana karantina Corona, semua jadi serba susah. Untuk masuk rumah sakit meskipun urgent juga nggak semudah membalikkan telapak tangan dan sama halnya ketika harus dikuburkan. Itu akan saya bahas lain waktu.

Sekarang, saya mohon doa dari teman-teman semua, supaya Rama kami diberi jalan terang, diampuni dosa-dosanya, ditimbang amal kebaikannya dan saya sekeluarga supaya ikhlas menjalani. Saya masih nggak percaya, bapak sudah meninggalkan kami. Sugeng tindak, bapak. Wir lieben dich. Al-Fatikhah...(G76)

Sugeng tindak, bapak. Wir lieben dich. (dok.Pribadi)
Sugeng tindak, bapak. Wir lieben dich. (dok.Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun