Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jagoan Saya untuk "Best in Opinion"

29 September 2017   22:07 Diperbarui: 29 September 2017   23:31 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianival. Ugh. Ngiler banget bayangin serunya acara itu. Sejak bergabung tahun 2011 di Kompasiana, tak sekalipun saya bisa menikmatinya. Pun acara tahun 2017 nanti. Yaaaah, namanya rumahnya jauh. Kalau saja cuma sejam terbang, bisalah diusahakan.

Suatu hari kalau saya datang, apakah akan menambah sekian persen rasa suka saya pada Jakarta. Suka travel around tapi sering kurang nyaman di Jakarta. Maaf, orang kampung, takut ilang. Hahaha ....

Bukan benci, lho ya. Bagaimanapun, saya ingat banget, kesan bersama teman-teman waktu ngoplah pas sharing buku saya"38 Wanita Indonesia Bisa" tahun 2013 dan "I'm Happy to be 40" tahun 2016 di mabes Kompasiana.com di gedung Kompas Gramedia, Jl.Palmerah Selatan. Nggak tersesat karena ada yang antar-jemput. Haaa ....

Ya, sudah ... semoga pesta akbar blogger Kompasiana itu akan sukses dan semua happy meski dipindah ke Lippo Mall Kemang.

 Nanti saya lihat streaming sama baca-baca postingan di K, mengikuti perkembangan tentang acara yang ada pembicara berpengaruh seperti ibu menteri Sri Mulyani, Titik Puspa, Christine Hakim, Kapolri dan Poppy Dharsono.

Jagoan Saya Adalah ....

Eng ing enggg ... Namanya juga jago, saya pengen dia menang dan mendapatkan award. Kalau nggak menang, nanti admin saya kirimi paket daun Brennesseln dari Jerman. Itu adalah tanaman gatal yang tumbuh liar, kalau dipegang ... alamat garuk-garuk. Hahaha ...

Eh, jangan salah, ingat kan ada orang yang mukanya raksasa tapi hatinya princess? Meski tanaman itu jahat, tetap ada kebaikan di sana. Daunnya biasa dibikin teh untuk kesehatan orang Jerman. Jamu.

OK. Namanya memilih, pasti ada subyektivitasnya. Pertama baca nama-nama, mungkin Anda berpikiran sama seperti saya "Iki sopo, ya?" Orang kalau nggak kenal, harus kenalan.

Sekarang, saya mau mengupas sedikit tentang para nominee "The best in opinion" dalam Kompasianival Award:

1. Marlistya Citraningrum

Perempuan muda itu bikin saya sadar umur karena selalu panggil "Bu". Biasanya saya langsung ngaca, wehhhh iya ya, saya sudah tua, sudah ibuk-ibuk. Kadang sering dikira orang Jerman saya kakaknya anak-anak, bahwa saya lebih muda dari usia sebenarnya. Hey, wajah saya bisa imut, tho. Yeee, item mutlak kaleeeeee.

Jarang sekali orang yang panggil saya "ibu" di Jerman karena orang Jerman akan memanggil saya "Gana" atau "Frau ..."  Jadi tidak mengenal Bu tapi Frau, yang artinya ibu. Hahaha.

Emmmm, baru tahu kalau Citra seangkatan dengan saya di Kompasiana. Perempuan berkacamata itu, bergabung tanggal 5 April 2011. Hanya saja, ia baru punya 546 artikel. Sedangkan saya 1148. Dalam chat group di Whatsapp dia tanya ke admin kira-kira begini; "Ada nggak, ya penghargaan buat Kompasianer yang jarang nulis dan jarang komen kayak saya?"

Ada, pasti ada. Admin memang baik hati dan suka menolong, semoga juga rajin menabung biar sering jalan-jalan untuk relaksasi. Mereka mendengarkan celotehan Citra. You've got a chance, girl.

Naaah, jika Anda vote Citra, itu beralasan. Ia punya talenta yang luar biasa. Simak profilnya di K; "Biasa disapa Citra. Bekerja di bidang energi berkelanjutan dan keadilan iklim. Di waktu luangnya, Citra adalah Editor-in-Chief di Indonesia Mengglobal. Semua foto yang digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali bila disebutkan sumbernya. Percayalah, Citra tak seserius tulisannya. Kontak: m.citraningrum@gmail.com."

Dari tulisannya seperti "Ruang Publik; Kota Untuk Manusia" atau "Mengejar Matahari", kelihatan kalau doktor Citra care dengan lingkungan. Cerdas dan membumi.

Ia juga penerus Kartini yang suka menulis, menyuarakan hati perempuan dan tulisannya banyak dibaca dan menginspirasi. Tilik artikel terakhirnya, "Buat Apa Jadi PNS?" (16 September 2017) yang mencapai view 8120. Meski cuma 5 orang yang komentar (ada apa dengan K?), saya yakin beberapa orang akan manggut-manggut menggambarkan bagaimana jadi PNS yang penuh aturan, kurang bebas. "Ogah, ahhh. Enak merdeka!"

Ya, Citra suka berpetualang. Simak artikel "Membungkus Cerita di Teluk Jakarta" atau "Sejuta Pesona Nusa Tenggara." Sehatiiii. Hanya saja kalau saya pergi meski seharian saja, ransel saya penuh. Siap siaga, apa-apa ada dan biar nggak ngerepotin siapa-siapa. Orang Jerman bahkan bilang, saya mirip Packesel,keledai dengan gantungan barang di kanan dan kiri badan.

Artinya Citra bukan perempuan biasa. Ia adalah sosok perempuan modern yang aktif dan mandiri, Kartini sakini. Perempuan di atas rata-rata ....

Berbahagialah pria yang akan meminangnya, suatu hari nanti ... mungkin saja salah satu Kompasianer.

2. Motulz Anto

Saya kuper. Nama pak Motulz Anto agak asing di telinga saya, padahal beliau seangkatan dengan saya tahun 2011 masuk K dan artikelnya hebring-hebring!

Byakkk. Profil dari pak Anto; "Pemerhati Kebijakan | Wacana Sosial |Pengamat dan Penikmat Kreativitas, Pelaku Kreatif | Ekonomi Kreatif | motulz.com | geospotter.org | motzter.com | motulz@gmail.com", terbaca.

Kalau nggak salah, berbeda betul dengan profilnya di youtube; "I was a video music director, comic artist, illustrator, and worked as a creative associate for Sesame Street Indonesia (Jalan Sesama). For the time being I work as creative advisor for a creative talent platform named kreavi.com. I love making creative visual, experiment in motion, and playing story concept. I love to making sketches. I love to travel, taking pictures and making sketches. You can also check them at my Instagram account ( Instagram.com/motulz ). Thanks for coming.. and please have a time to leave any comments :)".

Interesting, bukan? Nggak cuma bisa nulis, bikin video keren makin bisaaa. Jadi meski baru bergabung tahun 2016, sudah ada 6.702.373 kali penayangan. Jangan lewatkan video bikinan pak Anto yang berjudul "Efek Rumah Kaca" dengan view 5.524.498, like 8.000.

Senang tahu kalau pak Anto ini juga biangnya jalan-jalan. Sejalur, euy. Lihat video tripnya di youtube juga ... ke Semarang, Hokaido, Flores, Makassar, Rawa Pening dan lainnya. Lagi mikirin up load jalan-jalan punya saya ... kapan yaaa ....?

Anda vote pak Anto? Saya doakan dapat casting, jadi artis salah satu video beliau  ... bisa sama kagetnya dengan beliau yang diundang sama Sarah Sechan untuk ikut talkshow di TV.

Opini-opini beliau yang tumpah di Kompasiana, memang luar biasa. Amati artikel dengan hit 13.436 dengan judul "Pesan Cerdas Komedi Cak Lontong tentang Pertambangan" yang jadi HL. Meski saya lebih sering nonton dan ngakak gaya bebas lantaran komedi Komeng ketimbang Cak Lontong, ada inspirasi terselip di sana. Cak L memang cerdas tapi kuping saya belum gaduk.

Admin Kompasiana sendiri sebagai panitia, mengenalkan kandidat sebagai berikut "Tak hanya menulis opini dan pengalamannya, praktisi bidang media ini sering menambahkan ilustrasi hasil sketsa tangannya ke dalam artikel. Pernah lihat hasil jepretannya? Oke punya."

Wow ... fotografer juga! Lengkap.

3. Syahirul Alim

Nama pak Alim kurang beken dalam ingatan saya selama bergabung dengan K. Alasannya mungkin karena banyak tulisan tentang politik dari beliau walaupun banyak juga tentang humaniora.

Catat artikel HL beliau berjudul "Panggung Politik untuk "Jendral Santri"." Kliknya ada 5858. Waktu saya baca, nggak juga ngeh. Dasar, ibuk-ibuk. Begitu baca artikel "Menyoal Nikah Siri dan Perihal Pemblokiran Situs Nikahsirridotcom", rupanya lebih masuk di kepala. Hahaha.

Pantas saja genre tulisan beliau politik. Baca-baca profil pak Alim ketemu: "Alumnus Magister Ilmu Politik UI, Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan."

Googling. Nama Syahirul Alim di Indonesia, banyak. Apakah pak Alim ini sama dengan pak Alim yang suka ngisi tulisan politik di Redaksi Indonesia dot com dan geotimes.co.id? Kayaknya iya karena profilnya sama walaupun foto avataarnya beda. Memang sudah pakarnya.

Bergabung dengan Kompasiana sejak 4 Maret 2016 memang belum lama tapi tulisan beliau patut diperhitungkan dan dibutuhkan oleh Kompasiana. Rajin nulis, ya pak. Jangan bosen meskipun di Kompasiana itu kayak nano-nano, penduduknya macem-macem. Ada yang lucu, ada yang nyebelin, ada yang suka ngiri dan nganan, banyak yang ganteng dan cantik ... Pola pikir dan cara menanggapi tulisan juga berbeda satu sama lain. Kadang ada ribut-ribut ... tornado, topan, badai keluar semua ... Anyway, jalan terosss.

Saya rasa bapak bisa betah karena seperti motto pada background akun di K "Seandainya lautan dijadikan tinta dan pohon-pohon dijadikan penanya untuk menulis seluruh kebaikan, niscaya tidak akan pernah cukup kebaikan itu ditulis."

Anda penikmat tulisan politik dan sudah vote beliau? Silakan.

4. Yon Bayu

Promo admin tentangnya adalah "Menuangkan gagasannya di bidang politik dengan opininya yang tajam dan kerap menuai banyak komentar baik pro maupun kontra. Pula populer dan rajin berinteraksi di kalangan Kompasianer."

Nggak cuma di Kompasiana, mas Yon yang join K sejak 9 Desember 2012 itu, nampaknya rajin menuangkan pikiran tentang politik di Redaksi Indonesia dot com juga. Saya nemu artikel beliau "Koalisi Maksa Ala Gerinda."

Sekali lagi, kalau baca politik, kok saya mumet ya. Saya nggak bisa mikirnya. Luar biasa penulis yang bisa berpikir tentang itu dan menuangkannya dalam tulisan. Salut, mas Yon. Lihatlah hit 11.732 dan komentar 44, artikel HL "Dijepit 4 Jendral, Panglima TNI Belum Menyerah." Membacanya, tak sekedar membayangkan angkanya tapi juga isinya. Kisah jepitan yang membuat saya jadi bilang "Itu, di Indonesia ...?"

Karena beliau disebut-sebut populer dan rajin berinteraksi di Kompasiana ... berarti saya seperti teman yang ketinggalan kereta. Mungkin jam on line-nya beda. Jerman lebih telat 5-6 jam dari Indonesia. Kalau sudah pada bangun dan bikin postingan, saya masih di pulau Kapuk. Kalau saya malam bikin tulisan, semua sudah pada KO di Indonesia (kecuali yang lagi ronda). Betul?

Nah, yang sering ketemuan sama Mas Yon ini, pastilah rela banget mencoblos beliau. Mangga.

5. Zulfikar Akbar

Nahhh ... akhirnya, lakon menang keri.Mas Zul ini yang saya vote. Pertama bukan karena mas ZA ini avataarnya ngganteng presto (semoga tidak lebih indah dari aslinya) tapi karena saya merasa beberapa tulisannya meski kadang susah saya mengerti, kok saya yo, ikut bacaaaa gitu loh.

Kedua karena dia jurnalis TopSkor. Tahu kannnn kalau Jerman itu jagonya sepak bola. Bintangnya sudah empat lho yaaa ... empat kali juara dunia. Jadinya, sepertihalnya pamor badminton di Indonesia, begitu pula pamor bal-balan di Jerman. Joss. Ada Mueller, Oezil, Jerome, Klose, Schweini, Neuer, Goetze, Boateng,Khedira, Gomez ... walahhhh anak TK di kampung saya saja hapallll.

Dukung Jerman, ya mas ...

Meskipun jurnalis bola, tulisannya di K nggak melulu soal bola. Ada gaya hidup, humaniora bahkan jalan-jalan. Berarti kayak one man show ya, mas ... Simak artikel "Bennington Memilih Mati Demi Menemani Sahabat" karyanya, diklik 17 ribuan pasang mata. Mempengaruhi orang dengan tulisannya. Abrakadabra.

Ia juga tipe orang yang down to earth. Dalam artikel curhatannya sebagai kompasianer yang lahir tahun 2009, ia menyebut nama-nama Kompasianer yang seangkatan "Edi Sembiring, Kong Ragile, Cech Gentong, Babeh Helmi, Wijaya Kusumah, Ito Frederiksen, Herman Hasyim, Hazmi Srondol, Edi Priyatna, Windu Hernowo, Langit Queen, Eri Subakti, Yusep Hendarsyah, Listyo Fitri, Inge, Syam Asinar Rajam, Boy Rachmat, Dian Kelana, Andy Syukri Amal, Doddy Purbo, Ouda Saija hingga Firman Seponada."

Menceritakan bagaimana jaman nggak enak Kompasiana waktu itu, belum punya member sebanyak sekarang. Dari nama-nama yang disebut itu, mas Zul termasuk golongan yang masih eksis, awet tanpa bahan pengawet. Di antara kesibukan mencari sekotak berlian dan kehidupan pribadi, mas Zul masih sempat menulis dan aktif di K. Selamat.

Pernah saya disenggol dalam tulisan mas Zul, lupa tentang apa. Hiyy ... rasanya tersand(j)ung.

Kesamaan kami adalah, sama-sama belajar bahasa Inggris di Universitas.  Jadi little-little I can lah.

Di instagram dan FB (dengan jumlah temannya, hampir 5000) pun kami saling follow. Dari sana saya tahu ... Fikri nama kesukaannya, punya dua perempuan di dunia yang sangat ia cintai (selain ibunya); istrinya dan anak perempuannya! Berbahagialah. Nggak perlu ada tragedi sunatan kedua kayak di youtube, ya.

***

Dari kelima kandidat, saya vote mas Zul. Eh, Kompasianer Tilaria Paduka pernah curhat, "Andai diberi 5 vote dalam satu kategori." Haaa ... berarti dipilih semua, lima-limanya ... nggak seru, nggak ada deg-degan milih. Gimana kalau dua? Pilihan kedua saya untuk "Best in Opinion" adalah Citra,  demi kuota perempuan di Kompasianival award 2017.

Mungkin keinginan saya menobatkan mas Zul sebagai yang terbaik, agak subyektif tapi sudah saatnya. Seperti katamu, mas ...meski jumlah tulisan dan view akun Gana lebih banyak dari punyakmu ... yakinlah, statistikmu lebih berbobot. Ibarat ditimbang batu di kanan dan kapas di kiri. Saya nganan saja ya mas ... bukan ngiri.

Dan lagi, kurun waktu 2009-2017 adalah masa yang panjang. Tidak semua Kompasianer bisa selama itu. Bukan tipe orang yang begitu dapat award dari K langsung menghilang dari peredaran seperti yang sudah-sudah ... atau belum dapat award sudah hengkang kan, mas? Artinya, ia sudah melewati uji kelayakan dan loyalitas di Kompasiana. Bukan sekedar kuantitas lamanya (mbaurekso) di K tapi kualitas tulisannya juga OK, kok.

Yup, itu saja. Saya sudah vote mas Zul. Bisa saja, vote Anda berbeda. Bagi yang belum vote, masih ada waktu sampai 23 Oktober. Jangan ditunda, bisa alpa. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun