Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Resensi Film “Bring Him Home“ (Dari Mars ke Bumi)

28 Oktober 2015   20:27 Diperbarui: 28 Oktober 2015   21:10 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: “Bring him home“ – The martianer (versi AS), (“Der Marsianer – Rettet Mark Watney“ versi Jerman)

Sutradara: Ridley Scott

Penulis: Drew Goddard (skenario), Andy Weir (buku)

Artis: Matt Damon, Jessica Chastain, Kristen Wiig

Rilis: 2 Oktober 2015 (AS), 8 Oktober  2015 (Jerman)

Durasi: 144 menit

  Dok: Comingsoon.net

Sebentar lagi tahun 2015 usai, ada keinginan tamasya ke mana tahun 2016? Ke luar kota, ke luar pulau, ke luar negeri atau ke ... luar angkasa?

 

Bagi yang minat mengunjungi Planet Mars nampaknya harus berpikir sejuta kali, setelah melihat fantasi Hollywood yang membesut film yang dibintangi Matt Damon “Bring him home“.

 

Untuk menuju ke sana, pasti ada seleksi, beragam persiapan, situasi luar biasa keras dan butuh dana yang tidak sedikit. Meskipun melibatkan banyak pihak dan para pakar sedunia, tetap saja perjalanan ke luar angkasa tidak semulus harapan. Ingat tidak kisah meledaknya pesawat challenger tahun 1986 yang menewaskan 7 astronot? Belum lagi catatan insiden (baik yang membahayakan jiwa astronot atau tidak) yang rapi didokumentasikan di sini. Bahaya! Tetapi tetap saja, inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi manusia tak akan pernah berhenti. Tidak. Meski korban berjatuhan sekalipun. Manusia memang tidak pernah jera.

 

Atau simak dalam film tahun 2015 ini, meledaknya bahan makanan yang dikirim NASA untuk Mark di planet Mars? Kalau itu yang meledak adalah pesawat kru penyelamat Mark bagaimana?

 

Serem.

 

Dari novel menjadi film dan game asyik

 

Film “Bring him home“ memang penuh fantasi. Beda fantasi macam Harry Porter atau yang berbau luar angkasa seperti Star Trek. Beda. Film Mark memang fantasi penulis (buku dan skenario film) berdasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Meski fantasi, saya yakin kecelakaan yang dialami Mark itu bisa saja terjadi.

 

Film yang diangkat dari novel kedua dari penulis Amerika, Andy Weir tahun 2011 itu adalah novel fiksi ilmu pengetahuan. Andy adalah salah satu contoh penulis indie yang sukses. Novel pertamanya dibuat sendiri, baru novel “The Martian“ itu dibeli Crown Publishing dan dirilis tahun 2014.

 

Nah, yang suka nulis di Kompasianer, semangat yak? Nulis terus. Jangan pernah berhenti. Kalau sudah cukup, dibukukan. Berbagi.

 

Rejeki lain dari film itu tak hanya berhenti di gedung bioskop, on line atau DVD karena ada ide dibuatnya game “The Martian“. Aplikasinya bisa digunakan di Iphone, Android dan Apple watch.

 

Bagi yang seneng dan ketagihan main game, barangkali akan menjadi suatu pengalaman hebat tersendiri dalam menyelami cerita Mark itu dibanding versi novel atau filmnya. Lebih menggigit? Bisa jadi. Ada emosi di sana karena setir ada pada pengguna (choose your own adventure). Use it, feel it!

 

Mengapa Astronot harus ber- IQ tinggi dan smart?

 

Masih ingat kan, saya pernah menulis calon astronot Dr. pratiwi Soedarmono? Namanya saja doktor pasti beliau bukan orang yang sembarangan, berpendidikan, bertalenta dan memiliki level internasional.  Begitu pula astronot dunia yang ikut program NASA lainnya.

 

Hal itu saya pahami ketika menonton film ini. Lihat saja bagaimana Mark sekarat saat badai menghantam Mars sehingga kru NASA berangkat ke bumi karena tak menemukannya yang terhempas jauh di antara pasir dan badai.

  

Mark terluka. Kalau ia tidak mendapat training atau pengetahuan tentang pertolongan pertama atau pertolongan penting medis sendiri, mana mungkin ia selamat jiwanya? Perhatikan cara ia mencabuti metal yang menancap pada perutnya, lalu menutup dagingnya?

 

Kemudian, tersadar seorang diri dan jauh sekali dari bumi serta tanpa komunikasi, ia harus gigih bertahan hidup di planet Mars yang jelas tak ada kehidupan kecuali di stasiun yang dibangun NASA tempat ia tinggal.

 

Di sanalah, ia memanfaatkan alat pembuat udara dan air hingga bisa memenuhi kebutuhan pangan dengan menanam kentang. Stok makanan di stasiun tidak bisa bertahan sampai 4 tahun. Ia menghitung kira-kira berapa lama kawan-kawannya yang di bumi mencapai Mars untuk (mungkin) menjemputnya dan berapa kebutuhan energi yang dihasilkan dari mesin itu (apa cukup untuk hidup dan bercocok tanam atau tidak). Ia berhasil!

 

Betul. Untung ia adalah seorang ahli botani. Sudah gitu, bukan orang yang gampang depresi atau menyerah pada keadaan. Amati juga ketika tanaman rusak saat badai merusakkan plastik pelindung tanaman. Ia gigih, putar otak.

 

Kepintaran tim NASA pasti bukan main-main. Selain Mark yang cerdik, ada teman yang lain, ahli kimia (yang nantinya bikin cairan peledak demi menyelamatkannya).

 

Pimpinan tim yang terbang ke Mars bersama dirinya juga memiliki otak yang cemerlang dan kekuatan emosi jiwa yang tangguh. Kalau tidak, tak mungkin ia memimpin penyelamatan Mark karena untuk itu tim dan dirinya harus bertaruh nyawa, melayang-layang di angkasa. Si wanita berani turun ke lapangan sendiri. Bukti bahwa pemimpin bisa “ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa tutu wuri handayani“, depan bisa, tengah bisa, belakang bisa. Kalau di depan jadi contoh, di tengah menjadi pendorong dan di belakang, mengikuti. Dan sekali lagi ... yang namanya pemimpin, tak hanya laki-laki. Perempuan bisa dan ternyata diterima.

 

Jessica juga tokoh NASA yang cerdas, mampu menghitung tekanan yang pas untuk menangkap Mark yang melompat dari pesawat mininya, menuju dirinya di depan pesawat jemputan. Secara pribadi dalam sebuah wawancara dengan sebuah TV, Jessica menyatakan bahwa bekerja dengan aktor Matt Damon sangat menyenangkan. Cocok.

 

Desain film yang canggih

Dari melihat tontonan selama 144 menit itu, penonton dimanja dengan teknologi canggih crew yang mengimitasi bentuk aslinya di Mars. Lighting, sorotan kamera ... cukup menggambarkan suasana yang diinginkan.

 

Peristiwa-peristiwa menegangkan juga ditayangkan dengan cemerlang. Sutradara Ridley Scott adalah pria kelahiran Inggris tahun 1937. Bapaknya kerja di kerajaan dan melarang ia mengikuti jejak kakaknya yang ikut angkatan laut, melainkan menekuni bakat Scott di bidang seni. Betul kan kata ayahnya? Tak ada harimau yang makan anaknya. Ia memang kondang di dunia film. Kalau saja ia tak kuliah di Royal college of art, pasti iapun tak akan diberi gelar oleh ratu Elizabeth II atas kiprahnya di jagad perfilman Inggris. Yak. Kepiawaiannya bisa dinikmati dalam film ini. Ada nasehat tersirat di belakang layar rupanya.

 

Saksikan pula padang Yordana yang digunakan sebagai latar belakang atau pasir Mars yang ditampangkan dalam film. Seperti aslinya di sana kali ya. Tentu saja dengan efek merah atau kesan lebih yang diciptakan kru film.

 

Mengapa kudu Matt Damon bukan Brad Pitt?

Meski Brad Pitt 11 12 Kompasiana sedang absen posting, Brad Pit yang asli, saya yakin masih menjadi artis pujaan pecinta film Hollywood sedunia dan selalu ditunggu-tunggu dalam film-film blockbuster.

 

Dalam film ini mengapa bukan Brad Pitt tapi Matt Damon? Saya yakin karena reputasi Matt berlebih. Tidak sekedar bisa berakting dalam film.

 

Ya. Selain sebagai satu dari artis yang tangannya diabadikan di Hollywood walk of fame, Matt juga pemain film, dubber dan produser film yang aktif di dunia kerelawanan. Mulai dari H20 Africa Foundation, organisasi yang intens terhadap isu global sampai organisasi melawan AIDS dan kemiskinan, serta banyak lagi.  

 

Nilai Matt Damon; artis plus-plus. 

 

***

Bagi orang Indonesia, film ini nostalgia. Andai kecelakaan Challenger tak terjadi pasti astronot Indonesia sudah unjuk gigi...

Bagi orang Jerman, bisa senyam-senyum sambil menunjuk layar, lihat film drama ini bangga karena ada adegan sekilas baju NASA yang dipakai awak NASA dalam film (memperlihatkan lambang bendera merah, hitam dan emas). Negeri Bundesrepublik Deutschland yang sekarang sedang jadi base camp pengungsi perang sedunia itu memang ikut andil  dan berperan penting dalam perkembangan penelitian ruang angkasa (tak hanya Amerika Serikat atau Rusia saja).

Film ini saya rekomendasikan untuk ditonton bersama keluarga yang anaknya sudah remaja.

Film Matt Film ini memang film cerdas. Selain berfantasi berdasar ilmu pengetahuan, ada sedikit humor di sana (saat Mark bisa ketawa-tawa saat komunikasi tersambung dengan bumi (NASA) atau ketika memaki musik disco yang kenceng di telinga lalu joget-joget). Mengajarkan kita dalam hidup kalau ada masalah tak perlu panik, “everything will be all right“ asal sabar, berpikir dan mau cepat bertindak. Bisa?

 

Ya, gitu tuh, Matt Damon dan Mars....

 

OK, itu tadi resensi film “Bring him home“ ala saya. Nahhh ... kalau sudah tahu gambaran terdampar di Mars ... Masih mau piknik ke sana? (G76)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun