Nah, karena bajunya ada nuansa oranye, saya pakai lipstik oranye dan eyeshadow dengan nada sama.
Rambut memang harus disanggul. Waduh. Tak pernah sekalipun dalam hidup saya menarikan tari Gambyong. Melihat dalam acara perkawinan, wisuda, peresmian gedung dan acara resmi lainnya, bahkan melihat orang salon menyanggul atau merias orang, sudah biasa. Saya termasuk orang yang kalau ada sesuatu yang menarik, menyimak detilnya. Eh, sekarang harus nyanggul ... melakukan sendiri? Ya, ampuuuun, nggak gampang ki!
Ahhhhh, nggak boleh nyerah. Kalau ada kemauan pasti ada jalan. Saya bertekat, “Nggak ada salon Jawa, harus bisa. Ayo, dicoba!“
Ya, udah, dicoba. Untuk dandanan rambut sudah saya siapkan sunduk mentul 3 buah, roncen melati plastik, sisir sasak, sisir hias, jepit, hairspray/lack, hairdryer dan tusuk konde.
Rambut dibagi dua. Satu untuk disasak. Satu dikucir kuda. Setiap sisi rambut yang disasak ditarik ke belakang pelan-pelan dengan sisir sasak, semprot dengan hairlack lalu dijepit biar tetap rapi. Tak lama kemudian, selesai dari kiri ke kanan.
Taraaa ... setelah menyasak rambut dan jadi dalam waktu 30 menit saya mematut diri di kaca ukuran 2x1 meter. Hai rambut, kasihan kau, dijambak-jambak.
Selanjutnya, pasang gelungnya di kuciran (kuda) rambut yang sudah dijepit rambut. Pasangi tusuk konde kanan, kiri dan tengah lalu sekelilingnya dengan jepit rambut (biting). Disusul sunduk mentul di kanan, sisir hias di tengah dan ronce melati di kiri.
Pakaian
Pernah baca-baca, karena dulunya digunakan sebagai tarian syukur pada dewi Sri saat panen, warna hijau dan kuning yang melambangkan hasil bumi memang banyak dipilih. Meski ada juga yang pilih warna merah, biru atau oranye.