Ben benar. Puasa di Jerman memang jauh berbeda dibanding di kampung halamanku. Perbedaan itu aku nikmati dengan caraku sendiri. Aku tidak makan, tidak minum, tidak merokok dan ... berhubungan seksual? Candu yang seharusnya tak kukerjakan tapi selalu terjadi itu terpilih. Kuterobos batas pada Sabtu dan Minggu.
Di mana?
Di sini, di sebuah sudut depan Frauentor kota tua, Nürnberg. Los paling bawah kanan. Sebuah kotak kaca yang dipajangi sebuah kursi berbentuk tangan, warna merah. Jika malam, begitu indah dengan warna-warni lampu.
Aku, penjual seks! Pengurai malam dari balik jendela, saksi bulan dan bintang.
Pintu di belakangku diketuk. Seorang pria bertubuh macho masuk. Langkahnya sempoyongan. Dibukanya topi yang dikenakannya tadi. Aku kaget, kurasa tamu itu aku kenal betul ....
“Selamat malam, namaku Ben ...“ Ia mengecup tanganku. Lembut. Aku gemetar. Buru-buru kunyalakan rokok agar terusir cemas yang semakin meninggi.