Mohon tunggu...
Gabriel Abastian
Gabriel Abastian Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

mengasihi sebagaimana Allah mengasihi Situs ini membagikan pembahasan-pembahasan terkait teologi, pengetahuan umum, renungan pribadi dan pengalaman perjalanan iman

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Hidup terhadap Harta

12 Oktober 2023   13:59 Diperbarui: 12 Oktober 2023   14:10 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketenangan, kenyamanan diri dan rasa memiliki inilah yang sebenarnya salah satu berhala dalam diri manusia. Sebab kenyamanan ini bukan kenyamanan yang sejati. Kenyamanan ini justru akan membawa hidup kita semakin jauh dari Tuhan. Kenyamanan ini bagaikan katak yang diletakkan dalam panci berisi air yang sedang direbus. Sepertinya hangat dan nyaman untuk didiami tetapi tanpa sadar katak itu telat menyadari bahaya dari air yang perlahan-lahan bertambah panas sehingga matilah katak itu.

Demikianlah nasib orang yang prioritasnya harta dan sudah merasa nyaman dengannya tanpa sadar orang tersebut akan mati dalam kenyamanannya. Hal yang seperti ini bisa melanda siapa saja termasuk para pendeta, majelis atau pemimpin-pemimpin Gereja, termasuk juga saudara dan saya. Oleh karena itu kita perlu hati-hati.

A. Alasan tidak boleh mengumpulkan harta di bumi

Dalam hal ini kita harus tahu bahwa "cinta akan harta bisa menyebabkan kehilangan yang tragis. Semakin kita menimbun materi, semakin kita kehilangan mereka. Lebih dari itu hati kita pun lenyap bersamanya."

Mengapa bisa lenyap ? Karena di bumi ini tidak ada yang kekal. Tuhan Yesus mengatakan bahwa ngengat karat merusaknya dan pencuri membongkarnya. (Ayat.19)

Ketika kita memperhatikan kata merusak, membongkar dan mencuri, sebenarnya ini mengindikasikan bahwa harta/kekayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipertahankan. Oleh sebab itulah saya pernah mengatakan bahwa adalah hal yang sia-sia ketika kita mempertahankan dan memperjuangkan sesuatu yang tidak bisa dipertahankan.

Hal yang sama juga pernah dikatakan dalam kitab Pengkhotbah 3:9-10 (TB) demikian: Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. 

Telah disebutkan bahwa semua hanya melelahkan diri orang tersebut.

Oleh karena itulah Tuhan Yesus menegaskan kepada kita semua supaya tidak membuang-buang tenaga untuk hal yang sia-sia yang justru akan merugikan diri kita sendiri.

Jangan sampai kita memiliki cara pandang yang salah dalam hidup ini sehingga kita terjerumus ke dalam kegelapan yang sangat gelap. Tuhan Yesus menegaskan kepada kita semua bahwa mata kita adalah pelita bagi tubuh kita. Ungkapan "mata adalah pelita tubuh" (ayat 22) mengajarkan bahwa seluruh aktivitas seseorang ditentukan (atau, paling tidak, dipengaruhi) oleh mata. Bagi kita yang tidak tuna netra maupun tidak terbiasa, seluruh aktivitas kita sehari-hari membutuhkan mata.

Secara metaforis, mata menyiratkan sebuah cara pandang. Ini berbicara tentang nilai dan arti hidup. Ini tentang fokus dalam kehidupan. Cara pandang mempengaruhi seluruh tindakan. Jika seseorang menganggap harta sebagai hal yang paling penting, orang tersebut tentu akan mengejarnya sekuat tenaga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun