Mohon tunggu...
Firmina Wenni
Firmina Wenni Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Saat Sang Pelukis Menemukan Bintangnya

24 Maret 2017   19:17 Diperbarui: 24 Maret 2017   19:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perasaan kecewa dan sedih menghantuiku semalaman. Kuletakan tanganku di atas meja. Angin malam nan sejuk membawa jiwaku melayang ke dunia lain. Dunia yang membuatku bisa melakukan apapun dan aku bisa menjadi apapun yang ku mau.

      Saat bangun dari mimpiku semalam, aku bangun sedikit siang. Hari ini adalah hari minggu. Aku akan ke Gereja untuk beribadah. Mengikuti tata perayaan yang berlangsung hikmat. Ku selipkan doa dan harapan kecil ku di sana, berharap Tuhan mendengarkan doa sang gadis yang malang ini. Setelah pulang ibadah, perasaan ku mulai sedikit membaik. Aku pulang kerumah dengan perasaan lega.

Aku masuk ke kamar. Aku kaget melihat di atas meja belajarku terdapat uang yang sangat banyak jumlahnya. Uang itu cukup untuk melunasi biaya semester akhirku. Akhirnya, uang itupun aku bawa ke kampus untuk kuberikan kepada pengurus pembayaran semester yang kebetulan hari itu adalah hari terakhir pembayaran.

***

      Hari sudah larut malam. Aku tak bisa tidur. Tugas-tugas sudah ku kerjakan semua. Aku pun berniat untuk keluar kamar. Terlihat dari sedikit celah pintu kamar ibu, ibu sedang berdoa. Ku mendekat ke arah kamarnya.

“Tuhan, berikanlah kiranya kesabaran kepadaku untuk menghadapi cobaan ini. Hari ini, hari terakhirku bekerja di pabrik itu. Bantulah kiranya aku agar mendapatkan pekerjaan baru agar anak-anakku tak merasakan begitu banyak kepahitan hidup ini….”

“Ya Tuhan, maafkanlah aku…. Ibuku harus menanggung banyak beban karena ku...”kataku dalam hati.

      Mulai saat itu juga, aku mencoba untuk mencari pekerjaan, namun tak pernah berhasil. Kondisi keluarga semakin hari semakin memburuk. Sampai pada akhirnya, aku harus dihadapkan pada masalah baru. Adik kesayanganku masuk rumah sakit. penyakit yang sudah lama di deritanya kini menebarkan kembali pesona nya yang membuat adikku harus merasakan sakit yang amat sangat.

      Hal ini tentunya semakin memberatkan aku dan ibuku. Aku mencari pekerjaan di sekitar kampus. Namun, tak kutemukan tempat yang membutuhkan lowongan pekerjaan. Aku ingin membantu ibu mencari uang untuk kesembuhan adikku. Tak berbeda denganku, ibu juga sibuk mencari pekerjaan baru. Walaupun hanya sebagai kuli cuci di rumah tetangga, ibu tetap tekun. Ibu terlihat tak pernah mengeluh dengan kondisi ini. Tak jarang aku melihat ibu sedang berdoa memohon kondisi yang lebih baik untuk keluarga kami.

     Aku masuk kuliah di pagi hari. Setelah itu ku lanjutkan pencarian pekerjaan paruh waktuku. Saat menyusuri jalan menuju toko yang satu ke lainnya, aku melihat ada seorang ibu yang sudah cukup tua yang sedang berusaha menyeberangi jalan. Aku pun membantunya dengan memegang kedua tangannya dan berjalan ke seberang.

“Terimakasih nak, kau sungguh baik. Ambillah ini,” (sembari memberikan amplop kepadaku).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun