Yasinan dan tahlilan adalah dua tradisi yang sangat populer di kalangan umat Muslim Indonesia, yang sering dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan dan doa untuk orang yang telah meninggal. Kedua tradisi ini biasanya dilakukan dengan berkumpulnya keluarga, kerabat, atau tetangga untuk membaca surah Yasin, tahlil, serta doa-doa lainnya, dengan harapan agar almarhum almarhumah mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Meskipun sudah menjadi kebiasaan yang sangat melekat dalam kehidupan sosial masyarakat, terdapat perdebatan di kalangan umat Islam mengenai apakah kedua amalan ini benar-benar memiliki dasar yang kuat dalam tuntunan agama. Beberapa kalangan menganggap bahwa Yasinan dan tahlilan adalah amalan yang dilarang dalam agama yang tidak ada tuntunanya dari Al Qur’an dan Hadist, sementara yang lain berpendapat bahwa keduanya merupakan bagian dari amalan yang diperbolehkan bahkan diajarkan dalam Islam. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji lebih dalam mengenai asal-usul dan dasar hukum kedua tradisi ini dalam ajaran Islam.
Dalam tradisi amalan yang sudah melekat di kalangan masyarakat khususnya di Indonesia ini , seperti tradisi yasinan dan tahlilan. Berkumpulnya keluarga sanak saudara dan tetangga untuk mendoakan kepada si mayit atau si fulan yang sudah meninggal dunia , memohonkan ampun kepada Allah atas segala dosa selama masa hidupnya. Juga bersedekah makanan atau lainnya yang apabila ada pahala nya di hadiahkan kepada si fulan fulanah yang sudah meninggal dunia. Nah , hal yang demikian diperbolehkan dan apakah ada tuntunanya dalam agama yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadist?
1.Mengirimkan pahala kepada orang yang meninggal dunia merupakan anjuran dari Nabi Muhammad Saw
•Sholat Jenazah
قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ ثَلَاثَهُ صُفُوفِ فَقَدْ أَوْجَبَ
Rosulullah saw bersabda, "Barangsiapa yg ketika mati disholatkan oleh tiga shof, maka Allah SWT mewajibkan surga kepadanya." (HR. Tirmidzi no. 949)
عَنْ عَائِشَة عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم مَا مِنْ مَيْت تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُوْنَ مِائَةَ كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ إِلَّا شَفِعُوا فِيهِ
Dari 'Aisyah rha. dari Nabi saw bersabda: Seorang mayit yang disholati oleh 100 orang muslimin yang memintakan ampun baginya tentu permohonan mereka diterima. (HR. Muslim no. 1576)
•Mengistighfarkan sesama muslim
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَات
Dan mohonkanlah ampun bagi dosamu dan juga bagi orang mukmin laki-laki dan orang mukmin perempuan. (QS. Muhammad: 19)
•Doa kepada sesama muslim
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ
Dan (orang-orang) yang datang sesudah mereka (mu'minin yang lainnya), mereka berdoa, "Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah Engkau letakkan dalam hati kami rasa dengki terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS.Al Hasyr: 10)
Tafsir ini menjelaskan bahwa ayat ini berbicara tentang doa umat Islam yang datang setelah generasi sahabat, yang memohon ampunan Allah baik untuk diri mereka sendiri maupun untuk saudara-saudara mereka yang telah lebih dahulu beriman. Tafsir ini juga menekankan bahwa ayat ini menggambarkan pentingnya doa untuk orang lain dan menjaga hati dari kebencian antar sesama Muslim. (Tafsir Jalalain)
Dalam Tafsir Ibn Katsir, disebutkan bahwa doa dalam ayat ini merupakan contoh adab yang baik bagi umat Islam. Ibn Katsir mengungkapkan bahwa ayat ini menunjukkan pentingnya memohon ampunan untuk umat Islam secara umum, bukan hanya untuk diri sendiri, serta menjauhkan hati dari segala bentuk dengki dan iri terhadap orang yang beriman.
Tafsir Al-Qurtubi dalam tafsirnya juga menyebutkan bahwa ayat ini mengajarkan umat Islam untuk berdoa agar hati mereka tidak dipenuhi dengan rasa iri dan kebencian terhadap sesama Muslim. Doa ini adalah doa untuk menyatukan hati umat Islam agar selalu dalam keadaan saling mendoakan dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
Kesimpulannya Ayat ini menekankan pentingnya sikap tawadhu' (rendah hati) dan saling mendoakan antara sesama umat Islam, serta menjaga persatuan dan kesatuan hati. Selain itu, doa ini juga menunjukkan nilai besar tentang pentingnya mendoakan orang yang telah meninggal sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang.
2.Membaca surat Yasin atau bacaan Qur’an untuk orang yang telah wafat merupakan anjuran / perintah Nabi Muhammad Saw
يس قَلْبُ الْقُرْآنِ, لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيدُ اللهَ وَالدَّارَ الْآخِرَة إِلَّا غُفِرَ لَهُ, فَاقْرَؤُهَا عَلَى مَوْتَاكُم
Yasin adalah jantungnya Al Quran, tak ada seorangpun yang membacanya dengan berharap ridho Allah dan kebahagiaan di hari akhir, kecuali ia akan diampuni, maka bacakanlah surat Yasin untuk orang yang meninggal diantara kalian. (HR. Ahmad [5/26], Abu Dawud [3121], Nasai [1074], Baihaqi [3/383], Ibnu Majah [1448], Al Hakim [1/565/], Ibnu Hibban [3002], Thobroni [510]).
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَة حَدَّثَنِي الْمَشِيخَةِ أَنَّهُمْ حَضَرُوا عُضَيْفَ مِنَ الْحَارِثِ الثَّمَالِي حِيْنَ اشْتَدَّ سَوْقُهُ فَقَالَ هَلْ مِنْكُمْ أَحَدٌ يَقْرأُ يس ؟ قَالَ فَقَرَأَهَا صَالِحُ بْنُ شُرَيْحٍ السَّكُونِي فَلَمَّا بَلَغَ أَرْبَعِينَ مِنْهَا قُبِضَ, قَالَ فَكَانَ الْمَشِيحَةُ يَقُوْلُوْنَ إِذَا قُرِئَتْ عِنْدَ الْمَيِّتِ خُفِّفَ عَنْهُ بِهَا
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Mughirah telah menceritakan kepada kami Shafwan telah bercerita , bercerita kepadaku beberapa orang syaikh, mereka menghadiri Ghudlaif Al Harits Ats-Tsumali tatkala kekuatan fisiknya telah melemah, lalu berkata; "Maukah salah seorang di antara kalian membacakan surat YASIN?" "Lalu Shalih bin Syuraih As Sakuni membacanya, tatkala sampai pada ayat yang ke empat puluh, Ghudlaif Alharits Ats-Tsumali wafat." ia berkata; "Beberapa syaikh (guru dikalangan sahabat) tadi berkata; 'Jika hal itu (Surat Yasin) dibacakan di sisi mayit, maka akan diringankannya." ia berkata; 'Isa bin Al Mu'tamir membacakan di sisi Ma'bad. (HR. Ahmad no. 16355)
حدثنى عَبْدُ الرَّحْمن بن العلاء ابن اللجلاج عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ لى أبي يابني اذا انا من فَالحِدْنِي فَإِذَا وَضَعْتَني في لحْدِي فَقُلْ بِسْمِ اللهِ وَعَلَى مِلَّةِ رَسُولِ اللَّهِ ثُمَّ سِنَّ عَلَيَّ الثَّرَى سنَّا ثُمَّ اقْرَاء عِنْدَ رَاءسَى بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَة وَخَاتِمَتَهَا فاني سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ يَقُولُ ذَلِكَ
Dari Abdurrahman bin 'Ala' dari bapaknya, beliau berkata, "Ayahku berkata kepadaku: Jika aku mati, maka buatkan liang lahat untukku. Setelah engkau masukkan aku ke liang lahat, bacalah_Bismillah wa 'alā millati rosûlillah. Kemudian ratakanlah tanah kubur perlahan, lalu bacalah di dekat kepalaku permulaan dan penutup surat al-Baqarah. Sebab aku mendengar Rasulullah bersabda demikian. (HR al Thobroni dalam al Mu'jam al-Kabir no. 15833)
3.Bersedekah untuk si mayit / si fulan fulanah yang sudah meninggal dunia
•Imam Ahmad bin Hambal berkata:
قال الإمام احمد بن حنبل : قال الإمام طاووس : ان المَوْتَى يُفْتَنُونَ في قُبُورِهِمْ سَبْعًا، فكانوا يَسْتَحِبُّونَ ان يُطْعِمُوا عَنْهُمْ تِلك الايام
Imam Thawus (w. 110 H, berguru kepada lebih dari 50 sahabat) berkata: Sesungguhnya orang yang meninggal diuji didalam kuburnya selama 7 hari. Maka (Ulama Salaf) mensunnahkan untuk bersedekah makanan (yang pahalanya) dihadiahkan kepada orang yang meninggal. (Imam Suyuthi, al Hawi lil Fatawa juz 2 hal 178)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أُمِّي توقيت افينفعُهَا إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا ؟ قَالَ رَسُولُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّم نَعَم, قالَ فَإِنَّ لِي مِخْرَفًا وَاشْهدَكَ اني قد تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنها.
Dari ibnu abbas ra. Ada seorang laki laki bertanya kepada Nabi saw wahai Rasulullah ibu saya meningal dunia apakah ia akan mendapatkan kemanfaatan jika saya bersedekah untuknya? Nabi saw menjawab: iya. Laki laki tersebut kemudian berkata saya mempunyai kebun, saya mohon kepadamu wahai Rasulullah untuk menjadi saksi bahwa saya bersedekah atas nama ibu saya. (HR. Bukhori no. 2563)
إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَة, وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَة, وَكُلَّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَة, وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَة
Sesungguhnya tiap tasbih adalah shodaqoh, tiap takbir adalah shodaqoh, tiap tahmid adalah shodaqoh, dan tiap tahlil adalah shodaqoh. (HR. Muslim no. 720)
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : ليسَ يَتَحَسَّرُ اهْلُ الْجَنَّةِ إِلَّا عَلَى سَاعَةٍ مَرَّتْ بِهِمْ لمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيهَا
Dari Mu'adz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Tidak pernah menyesal penduduk surga kecuali karena satu waktu yang mereka lalui, sedangkan mereka tidak mengisinya dengan dzikir kepada Allah." (HR. al-Hakim, at-Tirmidzi juz 4 halaman 106, ath-Thabarani no. 182, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 513 dan ad-Dailami no. 5244)
Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disampaikan mengenai dasar dalil adanya tuntunan Yasinan dan Tahlilan, dapat disimpulkan bahwa kedua tradisi ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an maupun Hadis sebagai amalan yang diwajibkan. Namun, mayoritas ulama yang berpendapat bahwa kedua amalan tersebut termasuk dalam kategori ibadah yang bersifat sunnah atau amalan baik yang diperbolehkan, selama dilakukan dengan niat yang tulus untuk berdoa dan mendoakan orang yang telah meninggal. Yasinan dan Tahlilan dianggap sebagai bentuk ikhtiar umat Islam dalam memohonkan ampunan dan keberkahan bagi orang yang telah wafat, yang sejalan dengan prinsip umum dalam Islam yang mendorong umat untuk saling mendoakan. Meskipun tidak ada dalil yang secara spesifik mewajibkan kedua amalan tersebut, keduanya tetap diterima dalam praktik keagamaan di masyarakat, terutama di Indonesia, sebagai tradisi yang berkembang dalam konteks sosial dan keagamaan. Oleh karena itu, Yasinan dan Tahlilan dapat dipahami sebagai bentuk ibadah yang sah, asalkan sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam dan tidak bertentangan dengan syariat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H