Prof. Makarim menekankan hal ini dengan menyatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam upaya diplomasi multilateral, perlu menghindari penyampaian agenda yang belum pernah mendapatkan perhatian masyarakat internasional secara umum.[8] Pembuat kebijakan melakukan hal sebagai berikut:
 1. Negara pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
 2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang berpedoman pada standar pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan prioritas kepentingan negara pemilik GSO.
 3. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditimbulkan dalam pengelolaan GSO oleh setiap altenatif yang dipilih.
 4. Adil dalam hal ini negara berkembang selalu menjadi negara yang sangat sulit dalam ekspolorasi GSO karena beberap hal sehingga bagi negara berkembang yang mampu mengelola lintas GSO selalu mengutamakan kepentingan bersama.
Terhadap Negara Indonesia eksplorasi dan pendayagunaan Antariksa mutlak memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi Keantariksaan yang bersifat teknologi canggih (high technology), berbiaya tinggi (high cost), berisiko tinggi (high risk), serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan, pertahanan, dan keamanan.
Sistem Keantariksaan yang terdiri atas teknologi ruas bumi, ruas Antariksa, dan ruas pengguna juga menuntut keterpaduan dalam penelitian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Kondisi inilah yang menyebabkan bahwa setiap negara bertanggung jawab secara internasional terhadap setiap kegiatan Keantariksaan nasionalnya, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun nonpemerintah (badan hukum dan perseorangan.[9]Â
Selanjutnya dikatakan bahwa setiap negara memperoleh bagian yang adil dan dapat mempergunakan secara wajar (equitable access) tanpa perbedaan apapun juga, (4). Batasan Geostationer Orbit dalam Penjelasan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002.Â
Undang- Undang Nomor 16 tahun 2002 tentang Pengesahan Treaty on Principles Governing The Activities of State In Exploration And Use of Outer Space, Including The Moon and Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat Mengenai Prinsip- Prinsip Yang Mengatur Kegiatan Negara- Negara Dalam Eksplorasi Dan Penggunaan Antariksa, Termasuk Bulan Dan Benda- Benda Langit Lainnya, 1967) ruang angkasa dan ruang udara tercakup dalam pengertian dirgantara.Â
Dirgantara dalam penjelasan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2002 merupakan ruang di atas permukaan bumi beserta benda alam yang terdapat didalamnya, dan berawal dari ruang udara hingga mencakup antariksa yang meninggi dan meluas tanpa batas.[10]Â
C. Indonesia akan memberi peran peningkatan keantariksaan Indonesia di masa depan