Mohon tunggu...
Fulan Adi Nugraha
Fulan Adi Nugraha Mohon Tunggu... Ilmuwan - Hukum

Berpikirlah sebelum orang lain berpikir, lakukanlah sebelum orang lain lakukan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Analisis Pemanfaatan GSO untuk Kepentingan Negara Berkembang

10 Mei 2020   09:37 Diperbarui: 10 Mei 2020   09:44 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun peraturan perundang-undangan keantariksaan dan aturan pelaksana yang ada di Indonesia sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi

Undang-undang tersebut memuat secara umum tentang telekomunikasi baik itu terhadap pembinaannya, penyelenggaraan dan perizinannya maupun perangkat telekomunikasi yang dipergunakan. 

Dalam Undang-undang tersebut, ketentuan mengenai Penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib mendapatkan izin Pemerintah, harus sesuai dengan peruntukannya dan tidak saling mengganggu serta Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit.  

Selanjutnya, dalam penjelasan Ayat 1 dimuat tentang Pemberian izin penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit didasarkan kepada ketersediaan spektrum frekuensi radio yang dialokasikan untuk keperluan penyelenggaraan telekomunikasi termasuk siaran sesuai peruntukannya. Tabel alokasi frekuensi radio disebarluaskan dan dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan. 

Apabila ketersediaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit tidak memenuhi permintaan atau kebutuhan penyelenggaraan telekomunikasi, maka perolehan izinnya antara lain dimungkinkan melalui mekanisme pelelangan. Sedangkan Ayat 2 dalam penjelasan yang sama menyebutkan bahwa Frekuensi radio adalah jumlah getaran elektromagnetik untuk satu periode, sedangkan spektrum frekuensi radio adalah kumpulan frekuensi radio. 

2. Undang--Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang pengesahan Treaty on Principle Governing the Activities of States in the Exploration and Use outer Spafe, Including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967 (Traktat mengenai Prinsip-Prinsip yang Mengatur Kegiatan Negara-Negara dalam Eksplorasi dan Penggunaan Antariksa, termasuk Bulan dan Benda-Benda Langit Lainnya, 1967).

Berdasarkan UU perjanjian internasional tersebut, termuat dalam pasal 1 dinyatakan bahwa pengesahan berarti perbuatan hukum untuk mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional dalam bentuk ratifikasi (ratification), aksesi (accession), penerimaan (acceptance) dan penyetujuan (approval). 

Sehingga dengan demikian Indonesia terikat dalam perjanjian tersebut secara hukum untuk mengikuti ketentuan yang ada di dalam traktat tersebut. Di dalam pertimbangannya, dikatakan bahwa Indonesia memahami kedudukan Traktat Antariksa, 1967 sebagai induk perjanjian keantariksaan lainnya, yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta sejalan dengan Konsepsi Kedirgantaraan Nasional untuk memantapkan dukungan bagi kepastian hukum, baik secara nasional maupun internasional.[6]

 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan

 Undang-Undang ini merupakan langkah maju pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan penggunaan ruang angkasa atau antariksa yang semakin hari semakin maju teknologinya. Hal ini juga didasari posisi Indonesia yang strategis dari posisi geografis wilayahnya yang terbentang di garis khatulistiwa dan terletak di antara dua benua dan dua samudra. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun