Mohon tunggu...
Fuji Lestari S
Fuji Lestari S Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

anda mungkin bisa menunda, tapi waktu tidak akan menunggu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kebahagiaan Tidak Bisa Dibeli oleh Uang

16 Februari 2021   20:20 Diperbarui: 16 Februari 2021   20:34 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Ibu bisa aja, makasih bu susunya adek bakal belajar dengan rajin." mengambil susu yang dari tangan ibu. Kemudian aku langsung menutup lagi pintu kamarku.

Dari pagi hingga siang sekitar 3 atau 4 jam aku belajar daring dari sekolah. Aku selingi dengan beristirahat sejenak selama 1 jam. Habis itu aku lanjutkan dengan mengerjakan tugas dan belajar untuk ujian. Hingga sore hari sekitar jam setengah 5 sore aku mengakhiri belajarku bersamaan dengan kakaku pulang ke rumah aku kemudian berdiam sejenak diluar rumah. Dan kebetulan anak pertama tetanggaku pulang dari kerja dan tampaknya ia sangatlah lusuh bajunya pun sedikit kusut dan terlihat sekali ia sangat kelelahan. Kemudian ia disambut oleh ibunya dengan senang hati tetapi anaknya membalas dengan muka sangat kesal dan marah seperti memiliki perasaan dendam yang terpendam. Dan tak lama kemudian terdengar suara pecahan dan benda yang dirusak dengan keras dibalik rumah tetanggaku. Dan tak lupa juga suara bentakan seperti orang yang sedang marah besar hingga banyak barang yang dirusak. Karena aku tidak sanggup mendnegar orang yang sedang marah besar, segera aku masuk kembali kedalam rumah kemudian aku mencari earphone dan segera aku cari musik yang membuatku nyaman dan juga volume suara yang dinaikkan agar tidak terdengar kebisingan yang terjadi dirumah tetanggaku. Namun, tetap saja suara benda pecah itu semakin menjadi-jadi. Aku ketakukan mendengar ini karena aku tidak biasa mendengar hal-hal tersebut.

Akupun langsung keluar kamar dan mencari ibu kemudian memeluknya dan aku juga melihat bapakku seperti ingin melerai permasalahan yang terjadi dirumah tetanggaku ini namun aku menghalanginya karena takut terlalu ikut campur masalah keluarga orang lain. Kemudian bapakku awalnya tetap kekeh ingin pergi ke rumah tetanggaku itu karena takut ada yang terluka namun jika aku dengar dari suaranyaaku yakin tidak ada yang terluka yang ada hanyalah perdebatan antara mulut satu dengan mulut yang lain dan juga benda barang yang dilempar dengan keras. Kemudian bapakku akhirnya tidak jadi ke rumah itu karena suara bentakan itu sudah mulai mereda. Dan saat aku melihat keluar rumah banyak para tetangga yang keluar rumah karena mendengar kebisingan yang terjadi dirumah itu. Kemudian tak lama kemudian terdengar suara adzan dengan cepat keluargaku mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat berjamaah dan diakhiri dengan membaca al quran. Setelah itu kami kemudian berkumpul diruang tamu untuk makan malam bersama. Ayam bekas hari kemarin tersisa 2 potong lagi terpaksa ibu membaginya menjadi 4 potong. Makan malam hari ini sangatlah nyaman, walau kami makan dengan lauk yang sedikit tapi aku bersyukur semua anggota keluarga bisa berkumpul bersama sama. Masih tetap berbahagia walau keadaan seperti ini sulit untuk dilewati.

Selang beberapa hari kebelakang setiap sore disaat aku mengakhiri jam belajarku dan setelah tetanggaku pulang kerja. Aku selalu mendengar suara kebisingan di ruma tetanggaku dan hampir saja gendang telingaku pecah setiap kali mendengar benda yang pecah. Dan juga suara bentakkan yang hampir aku ingat setiap hati yaitu kata "aku tidak bahagia memiliki banyak uang, uang hanya membuat ibu sombong, dahuku ibu tidak seperti ini tetapi saat aku memiliki gaji yang besar ibu jadi sombong sifat ibu berbeda dengan dulu, uang membuatkku bahagia hanya sementara aku hanya ingin seperti keluarga yang lain yang harmonis tanpa memerdulikan uang aku hanya perlu kasih sayang dari keluarga yang sangat memerdulikan anaknya sendiri yang tidak menekankan anaknya untuk bekerja keras demi mendapat uang." Dan setelah mendengar bentakan yang sering terucap saat terjadi perdebatan ini sepertinya aku tahu akar permasalahan tetanggaku ini. Bahwa ia hanya butuh kebahagiaan, kanyamanan, kasih sayang dari keluarga yang tidak memerdulikan uang, mau seberapa banyak uang itu bahwa kebahagiaan dan kasih sayang itu tidak bisa dibayar dengan banyaknya uang. Memiliki banyak uang emang terkadang membuat kita bahagia tetapi sebagai manusia memiliki uang yang banyak tidak akan menjamin bahwa kamu akan hidup bahagia dengan kasih sayang. Uang masih bisa untu dicari tetapi kebahagiaan tidak dapat dibeli dengan uang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun