Mohon tunggu...
Fuad Syahrudin
Fuad Syahrudin Mohon Tunggu... Freelancer - Totalitas, Aktivitas, Rutinitas

kebodohan adalah kehendak Tuhan agar ciptaannya mau belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peristiwa di Balik Lagu 12 November: Perlawanan Pertama PKI Kepada Penjajah di Indonesia Tahun 1926

12 November 2022   06:30 Diperbarui: 12 November 2022   06:33 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selingan Obrolan Di Warung Kopi

Bulan November tahun ini, daerah pesisir Jakarta di guyur hujan. Saya bersama 3 sahabat sedang asyik ngopi bareng sambil diskusi dan bincang santai. Tiga sahabat karib saya ini, dua lelaki namanya Dihar dan Unes serta satu yang perempuan bernama Sopi. Mereka bertiga dan saya sendiri punya corak masing-masing dalam menyikapi sesuatu hal. Saat sedang asyik-asyiknya ngopi, saya teringat bulan November ini ada peristiwa besar yang terjadi di Indonesia tepatnya tahun 1926. Lantas lagi serunya bincang ngalor-ngidul, saya pancinglah mereka untuk bicara peristiwa 1926 itu.

Saya memulainya dengan sepenggal lirik lagu yang tentunya saya nyanyikan begini "12 November hari peringatan perlawanan kita pertama-tama, ya ya ya itulah yang akan mendatangkan dunia kemerdekaan" sampai situ saya bernyanyi dari ketiganya yang merespon ternyata si Unes dia bilang kepada saya "wah kaya tau lagunya tuh" ucap si Unes sambil nyeruput kopinya. Selang si Unes berucap si Dihar ikut pula dan berkata "lagu apaan sih itu, kok saya baru denger, lagunya engga jelas gitu" ucap si Dihar sambil senyum ngeledek dan hisapan rokoknya di kebul-kebulkan. Ya maklumlah si Dihar ini sukanya sama obrolan yang lucu-lucu saja yang serius dia engga kuat gitu dengernya ha-ha-ha.

Sambil melirik si Unes sedikit dan diresponlah lirikan saya dengan anggukan, saya langsung menatap tajam si Dihar dan berkata "kamu engga tau ada peristiwa perlawanan kaum merah di tahun 1926" kemudian si Dihar menjawab "saya gatau, memangnya aku peduli PeKaI". Selesai si Dihar berucap lanjutlah si Sopi ikut nimbrung dan bertanya "memangnya bagaimana itu kok bisa PekaI dan kaum merah" tanyanya. Lalu si Unes menyambutnya "jadi di bulan November 1926, PeKaI pernah melakukan perlawanan fisik kepada Pemerintah Hindia Belanda dan itu perlawanan revolusioner pertamanya melawan penjajah karena pada waktu itu setau saya belum ada organisasi yang seberani PeKaI paska munculnya organisasi-organisasi modern ditahun 1908, yah meskipun perlawanannya menemui jalan buntu alias kalah telak".

Syahdan, si Sopi setelah menatap penuh keseriusannya ke wajah si Unes berucap "wah bagus banget tuh kayanya, coba dong dilanjut". Tiba-tiba si Dihar dengan ketus berucap "Kaga ada bagusnya, PeKaI tuh pemberontak negara yang namanya pemberontak negara tidak ada tempat lihat saja peristiwa Madiun tahun 1948 dan peristiwa 30 September 1965, penuh kepayahakan". Saya dan Unes bersamaan ingin merespon, lalu saya memegang pundaknya si Unes supaya saya diberikan ruang untuk menanggapi dan lagi si Unes memberikan anggukan supaya saya yang menanggapi.

Langsung saja saya berucap "peristiwa pemberontakan PeKaI Madiun tahun 1948 dan peristiwa 30 September 1965 dengan peristiwa tahun 1926 itu berbeda, karena di tahun 1926 pemerintah Hindia Belanda adalah penjajah dan menjadi musuh bersama para organisasi pergerakan waktu itu, dan setiap organisasi pada waktu itu mempunyai peranginya masing-masing dalam melawan penjajah termasuk PeKaI yang memilih jalan revolusioner melalui perlawanan fisik walaupun kalah, lain hal peristiwa Madiun tahun 1948 dan peristiwa 30 September 1965 karena saya tidak pernah setuju terhadap pemberontakan itu karena Indonesia sudah dipimpin oleh kaum atau bangsanya sendiri. Kemudian, si Unes menyambar dan langsung berkata "nah itu, karena kejadiannya memang berbeda dan tidak bisa disamakan".

Lantas si Sopi masih ingin terus berlanjut medengarkan percakapan di antara kami dan berkata "ayoo dilanjut masih mau dengar nih". Di susul juga oleh si Dihar dan berkata juga "iya boleh tuh, ceritain lain dong biar saya ikut mengerti". Setelah itu si Unes sambil tertawa menjawab si Sopi dan si Dihar serta berucap "silahkan kamu baca saja sendiri, he-he-he, baru kita lanjut obrolannya lagi". Kemudian kami-pun bubar barisan dan meninggalkan warung kopi menuju rumah masing-masing.

Syair Lagu "12 November 1926"

Lagu pada era pra dan paska kemerdekaan Indonesia memang menjadi media untuk mengenang berbagai peristiwa bersejarah, sebagai media mobilisasi massa dan media propaganda yang cukup ampuh. Seperti halnya Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan bendera warna merah dan logo palu dan aritnya memiliki sebuah lagu untuk mengenang peristiwa tahun 1926 yang merupakan peristiwa penting di dalam tubuh partai dan menjadi sejarah pergerakan yang mewarnai romantika menuju kemerdekaan Indonesia. Lagu yang berjudul "12 November" menyimpan kisah yang cukup menarik, entah siapa yang menciptakan lagu ini, namun syiir dalam lagu ini sangat sarat dengan makna. 

"12 November hari peringatan pemberontakan kita di Indonesia, 12 November hari peringatan perlawanan kita pertama-tama. Ya ya ya itulah yang akan mendatangkan dunia kemerdekaan, dari itu bersiaplah segera. Ayo rapat kawan kita semua, hancurkanlah pengkhianat dunia. Ayo rapat kawan kita semua. Berpuluh kawan di tiang gantungan, beratus-ratus melayang jiwanya, laki dan isteri dalam buangan, berribu-ribu di dalam penjara. Ya ya ya itulah yang akan mendatangkan dunia kemerdekan, dari itu bersiaplah segera. Ayo rapat kawan kita semua, hancurkanlah pengkhianat dunia. Ayo rapat kawan kita semua".

Di atas merupakan lirik dari lagu "12 November" dan masih dapat kita dengarkan dari media youtube maupun media yang lainnya. Peristiwa 12 November 1926 merupakan suatu peristiwa yang mewarnai sejarah resmi kemerdekaan Indonesia yang dikenal dengan peristiwa "Pemberontakan" Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap pemerintah Hindia Belanda tahun 1926 yang menjajah Indonesia dan menjadi perlawanan terhadap penjajah yang pertama kalinya dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Akan tetapi, pemberontakan tahun 1926 berhasil dipatahkan dan diatasi oleh pemerintah Hindia Belanda tahun 1926. Alhasil PKI mengalami kekalahan telak, para kader dan simpatisan PKI banyak yang tewas, mendekam di penjara dan dibuang ke Boven Digul pulau Papua.

Menurut Alimin sebagai kader PKI masa itu, pemberontakan PKI tahun 1926 terhadap pemerintah Hindia Belanda merupakan bentuk perjalanan revolusi Indonesia dan langkah perjuangan yang pertama kali untuk mencapai revolusi nasional yang saat ini telah diperoleh. Alimin (1947) dalam buku Kaoem Boeroeh Seloeroeh  Doenia, Bersatoelah (ANALYSIS), memberikan pendapat bahwa "revolusi di Indonesia pada tahun 1926 adalah revolusi yang membuka jalan pertama menuju kemerdekaan Indonesia. Pengalaman revolusi itu telah memberi pengajaran dan meninggikan derajat teori perjuangan kaum proletar di Indonesia, dan hasil pengajaran dan pengalaman revolusi 1926 itu telah terbukti dalam kemenangannya revolusi nasional pada masa ini".

Selain itu, Aliarcham sebagai bagian dari PKI masa itu yang menilai pemberontakan PKI tahun 1926 kepada penjajah yang mengalami kekalahan yang telak dan menerima hukuman adalah bentuk resiko perjuangan yang harus diterima tanpa menyalahkan siapapun. Aliarcham (1964) dalam buku ALIARCHAM (Sedikit Tentang Riwajat dan Perdjuangannja), memberikan penjelasannya bahwa "suatu pemberontakan yang mengalami kekalahan adalah tetap sah dan benar. Kita terima pembuangan ini sebagai suatu resiko perjuangan yang kalah. Tidak ada diantara kita yang salah, karena kita berjuang melawan penjajahan. Pemerintah kolonial yang salah. Kita harus melawannya, juga di tanah pembuangan ini. Dan persatuan harus terus kita pelihara. Kita harus terus menggunakan waktu pembuangan ini untuk belajar marxisme dan pengetahuan umum".

Kemudian, Tan Malaka sebagai komitern partai masa itu yang memberikan penilaian yang berbeda terhadap pemberontakan PKI tahun 1926 yang menurutnya adalah tindakan yang sembrono, putch dan advonturis serta tidak mencerminkan dasar-dasar aksi massa. Menurut Tan Malaka (2016) dalam buku Aksi Massa yang lahir sebagai respon terhadap pemberontakan PKI tahun 1926 berpendapat bahwa "selama seorang percaya bahwa kemerdekaan akan tercapai dengan jalan putch atau anarkisme, hal itu hanyalah impian seorang yang lagi demam. Dan pengembangan keyakinan itu di antara rakyat merupakan satu perbuatan yang menyesatkan, sengaja atau tidak".

Lebih lanjut, Soe Hok Gie juga memberikan pandangannya terhadap pemberontakan PKI tahun 1926 yang dianggapnya sebagai tindakan dari suara sebagian kelompok yang hanya berharap pembaharuan tanpa bercermin terhadap garis ideologis PKI seperti ajaran Marxisme dan leninisme. Menurut Soe Hok Gie (2005) dalam buku Orang-Orang Di Persimpangan Kiri Jalan, memiliki pandangan bahwa "dalam suasana seperti itu, tokoh-tokoh PKI angkatan 26 dibesarkan. Pandangan-pandangan mereka sering tidak marxis-leninis. Lebih banyak merupakan cetusan suara kelompok-kelompok yang menginginkan datangnya pembaharuan".

Namun, pandangan berbeda dikemukakan oleh Takashi Shiraishi yang menyebut pemberontakan PKI tahun 1926 yang mengalami kekalahan dan banyaknya korban berjatuhan tetapi paska kejadian tersebut muncul ide dan bentuk baru dari pergerakan. Menurut Takashi Shiraishi (1997) dalam buku ZAMAN BERGERAK (Radikalisme Rakyat Di Jawa  1912-1926), yang berpendapat bahwa "sekalipun pemberontakan itu berakhir dengan kematian yang memilukan, tetapi sejak itu ide dan bentuk-bentuk pergerakan telah menjadi pengetahuan umum dalam bahasa melayu dan Indonesia".

Pemberontakan PKI tahun 1926 memang berhasil dipatahkan oleh pemerintah Hindia Belanda dan PKI mengalami kekalahan yang telak. Kekalahan tersebut membuat para kader dan simpatisan PKI banyak yang tewas, mendekam di penjara dan diasingkan ke Boven Digul pulau Papua. Namun, sebenarnya sejarah apa yang terjadi dibalik syair lagu "12 November" tersebut yang dikenal dengan peristiwa pemberontakan PKI tahun 1926.

Polemik Sebelum Pembemrontakan PKI tahun 1926 Terjadi

Peristiwa pemberontakan PKI tahun 1926 yang mengalami kekalahan dan memakan banyak korban tersebut, telah dipersiapkan setahun sebelum peristiwa pemberontakan terjadi. Bermula pada 25 Desember 1925, para pemimpin PKI di bawah pimpinan Sardjono mengadakan suatu pertemuan kilat sebuah konferensi di Prambanan, Jawa tengah. Pertemuan tersebut membahas situasi terakhir pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dalam pertemuan tersebut Sardjono sebagai pimpinan mengusulkan untuk mengadakan aksi bersama, dimulai dengan pemogokan-pemogokan dan disambung aksi senjata. Kaum tani dalam hal ini supaya dipersenjatai  dan serdadu-serdadu harus ditarik dalam pemberontakan ini.

Konferensi Prambanan berakhir dengan menerima usul dari Sardjono sebagai pimpinan untuk melakukan pemberontakan. Rencananya pemberontakan tersebut akan mulai dilaksanakan pada pertengahan 1926 tepatnya pada bulan Mei dan Juni. Di susul pada rapat 13 Januari 1926 yang menegaskan bahwa aktivitas politik legal tidak mungkin lagi dilakukan dan satu-satunya harapan adalah dengan jalan revolusi. Rencana-rencana untuk melakukan pemberontakan di dalam negeri segera dipersiapkan. Akan tetapi, pemerintah Hindia Belanda juga bertindak semakin keras. Pada bulan Januari tahun 1926, belanda memutuskan untuk menangkap Musso, Boedisoetjitro dan soegono. Namun mereka bertiga berhasil lolos dari penangkapan dan melarikan diri ke Singapura.

Sebelumnya para pentolan PKI telah banyak ditangkap dan dibuang keluar negeri oleh pemerintah Hindia Belanda. Di mulai dengan Sneevliet pada tahun 1919 dan diikuti oleh tokoh-tokoh lainnya. Semaun sebagai pentolan PKI juga dibuang pada tahun 1923. Selain itu, Darsono juga harus meninggalkan Indonesia pada tahun 1925 karena dibuang oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Aliarcham juga ikut dibuang pada tahun 1925 ke Irian Barat atau pulau Papua. Tiga tahun sebelumnya, Tan Malaka telah dipaksa angkat kaki meninggalkan Indonesia. Haji Misbach meninggal pada 1926 setelah dua tahun bertahan hidup dalam pembuangan. Kemudian, Alimin juga sudah melarikan diri dari kejaran polisi pemerintah Hindia Belanda sejak bulan Juli 1925.

Dalam pelariannya ke Singapura, Musso dan kawan-kawan sejawatnya, mereka di sana bersama dengan Alimin dan Subakat serta ditambah dengan Sanusi dan Winata melakukan perundingan kembali keputusan prambanan. Selanjutnya, Alimin segera diutus menuju ke Manila, Filipina untuk menemui Tan Malaka yang sudah berada di sana karena Tan Malaka menjabat sebagai wakil Komitern untuk Asia Tenggara. Alimin membicarakan hasil pertemuan di Prambanan dengan Tan Malaka yang kemudian ditentang dan ditolak melalui surat keputusan oleh Tan Malaka.

Tan Malaka menentang dan menolak hasil keputusan Prambanan didasarkan pada: (1). Situasi revolusioner belum ada. (2) PKI belum cukup disiplin. (3) Seluruh rakyat belum berada di bawah PKI. (4) Tuntutan ataupun semboyan konkret belum dipikirkan. Dan (5) Imperialisme internasional bersekutu untuk melawan komunisme. Dasar tersebut menjadi alasan bagi Tan Malaka memberikan sikap dan pandangannya terhadap keputusan Prambanan agar PKI mengurungkan niatnya untuk melancarkan aksi pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda yang menjajah Indonesia pada masa itu.   

Setelah mendapat jawaban dari Tan Malaka, selanjutnya Alimin berangkat kembali menuju Singapura dan membicarakan penolakan Tan Malaka terhadap keputusan Prambanan kepada pimpinan Partai. Kemudian, pimpinan partai segera mengutus Alimin dan Musso pergi menuju ke Moskow, Rusia untuk kembali membicarakan keputusan Prambanan pada 16 Maret 1926. Tan Malaka yang tidak mendapat informasi berita lanjutan paska bertemu dengan Alimin langsung berkunjung ke Singapura pada 6 Mei 1926. Pada saat itu juga Tan Malaka sedang mengidap penyakit TBC dan Alimin hanya menulis sebuah surat bahwa penentangan Tan Malaka terhadap keputusan Prambanan ditolak pengurus Partai.

Tan Malaka di Singapura bertemu dengan Subakat yang merupakan Agen PKI di Singapura. Subakat berhasil meyakinkan Tan Malaka sehingga Tan Malaka memanggil pengurus partai untuk dapat membicarakan hasil keputusan Prambanan sekali lagi. Selanjutnya, pada akhir bulan Juni 1926 datang Suprodjo dan di sana mereka membicarakan sekali lagi hasil dari keputusan Prambanan. Tan Malaka, Subakat, dan Suprodjo, ketiga orang ini telah sepakat membatalkan hasil keputusan Prambanan serta menulis surat tambahan penentangan terhadap hasil keputusan Prambanan yang telah dibawa oleh Alimin dari Manila.

Sementara itu, di Indonesia antara 20 sampai dengan 26 Juni 1926, PKI cabang Batavia, Banten, Priangan dan Sumatera Selatan bertemu di markas PKI di Bandung untuk mempersiapkan rencana pemberontakan. Kemudian, pada awal bulan Juli tahun 1926, Suprodjo kembali pulang ke Indonesia dan menyampaikan hasil-hasil keputusan diskusi bersama dengan Tan Malaka dan Subakat. Namun, Sardjono dan kawan-kawan sekelompoknya tidak merubah pendirian mereka yang tetap akan melancarkan rencana pemberontakan.    

Pada perjalanannya, hasil keputusan Prambanan yang memutuskan PKI untuk memberontak melawan pemerintah Hindia Belanda menyebabkan tubuh PKI terpecah belah. Di Indonesia PKI cabang Bandung, Pekalongan, Tegal dan Cirebon kembali melakukan rapat persiapan pemberontakan di sawah di luar Kota Tegal, pada 22 Agustus 1926 malam. Kemudian, pada bulan September 1926 terdapat 3 pusat PKI yakni, Tan Malaka yang berada di Singapura sangat menentang dan menolak hasil keputusan Prambanan dan menghimbau agar PKI mengurungkan niat rencana pemberontakan. Sementara, Comite Van De Revolutie di Batavia tetap terus mendesak melakukan pemberontakan. Kemudian, Central Committee PKI di Bandung yang perintah-perintahnya tidak diindahkan dan tidak pernah lagi sampai ke pengurus seksi. Rencana pemberontakan pada akhirnya tetap terus berlanjut.

Pada tanggal 6 November 1926 waktu malam, para pemimpin pemberontakan bertemu di Cirebon untuk membicarakan pengaturan dan membuat keputusan final untuk melakukan pemberontakan kepada pemerintah Hindia Belanda khususnya pada pulau Jawa dan Sumatera. Keputusan final tersebut memutuskan pemberontakan ditentukan akan dimulai pada tanggal 12 November 1926 waktu tengah malam. Hasil keputusan tersebut juga mengatur tugas dan tanggungjawab pada setiap daerah. Herujuwono ditugaskan sebagai penanggungjawab pemberontakan di daerah Jawa Barat. Selain itu, Salimun dan Abdulmutalib di daerah Jawa Tengah, serta Mohammad Ali untuk di daerah Jawa Timur. Sementara itu, semua cabang PKI di pulau Jawa dan Pantai Barat Sumatera sudah bergerak.

Peristiwa Pemberontakan PKI Tahun 1926 Dibalik Lagu 12 November

Kemudian, keputusan pemberontakan tersebut akan mulai dikirimkan kepada cabang-cabang PKI yang akan dilakukan oleh Comite Van De Revolutie yang berlokasi di Cirebon. Selanjutnya, pada 7 November 1926 berbagai pertemuan mulai diselenggarakan oleh berbagai cabang PKI di Jawa untuk memperingati Revolusi Bolshewik dan menyebarkan rencana pemberontakan. Pada tanggal 9 sampai 12 November instruksi pemberontakan yang dikirim oleh Abdulmutalib dari Cirebon bocor dan rencana pemberontakan diketahui oleh pemerintah Hindia Belanda. Bocornya intruksi tersebut membuat pemberontakan PKI berhasil dicegah seperti di  Pekalongan, Tegal, Cirebon, Temanggung, Surabaya, Semarang dan Yogyakarta tidak terjadi apapun. Namun, di Banyumas dan Kediri telah melakukan persiapan untuk melakukan pemberontakan tetapi para pemimpin setempat yang akan melakukan pemberontakan berhasil ditangkap lebih dulu.

Lain halnya yang terjadi di Batavia, Pemberontakan dimulai pada 12 November 1926 menjelang tengah malam bermunculan segerombolan orang dari karet menuju Jakarta Kota. Gerombolan orang tersebut melakukan penyerangan dan menyerbu penjara glodok, terjadilah perkelahian dan tembak menembak tetapi pada akhirnya penyerbuan tersebut gagal. Pada waktu yang bersamaan 300-an orang berhasil menguasai kantor telepon tetapi penguasaan kantor telepon tersebut tak berlangsung lama karena menjelang pagi hari sudah berhasil dilumpuhkan. Selain itu, di Meester-Cornelis atau Jatinegara sebuah truk bermuatan orang bergerak menuju bekasi dengan berpakaian putih-putih dan berhasil ditangkap. Di Tangerang juga ikut muncul aksi-aksi pemberontakan tetapi dapat dilumpuhkan juga oleh aparat pemerintah Hindia Belanda. Berbagai aksi pemberontakan di Batavia tersebut berlangsung hingga tanggal 14 November 1926 dan pemberontakan tidak mampu melumpuhkan pemerintah Hindia Belanda dan dapat digagalkan.

Peristiwa pemberontakan PKI juga terjadi di Nagreg, Bandung diatur pada 11 November 1926 di rumah Roekmanda yang dihadiri oleh Ojot, Djoedjoe dan Teng Sam dan mengisyaratkan pemberontakan dilakukan dengan cara kekerasan, perkosaan, merusak jalan kereta api, merusak jembatan-jembatan, merusak jalan umum, merusak kawat-kawat telepon dan merusak telegraf serta melakukan pembunuhan terhadap aparatur pemerintah Hindia Belanda. Pada 12 November 1926 pemberontakan mulai dilakukan setelah Roekmanda membagi tugas menjadi tiga kelompok. Djoejoe mengepalai perusakan rel dan kawat telegraf, Teng Sam mengepalai perusakan jembatan jalan besar dan memutus kawat telepon, sedangkan Ojot mengepalai kelompok yang akan melakukan pembunuhan. Di depan kantor camat Nagreg, opas kantor camat tersebut dikeroyok dan dibunuh. Kepala kampung Pamucatan juga dikeroyok dan seorang petani kemudian juga ikut meninggal dunia. Namun, pada akhirnya pemberontakan tersebut juga berhasil dipatahkan dan para pemberontak mulai ditangkap pada 18 November 1926 serta terus menerus dilakukan penangkapan terhadap pimpinan dan massa pemberontak oleh Pemerintah Hindia Belanda.

Pemberontakan PKI masih terus berlanjut, pada 12 November 1926 menjelang pemberontakan PKI di Banten tepatnya di desa Bama diadakan pertemuan dengan dihadiri massa yang dipimpin oleh Kiai Moekri dan Kiai Ilyas. Pertemuan tersebut juga dilakukan sembahyang perang, kain putih dilaporkan banyak yang terjual dan banyak orang berpuasa. Di desa Pasirlama yang dekat dengan caringin, Haji Moestapha dihadapan 700 orang memberikan penjelasan untuk menyerang asissten wedana. Berlanjut di Pandeglang dan Serang, Massa juga sudah berkumpul. Pada waktu tengah malam pemberontakan dimulai, di Labuan, asisten wedana yakni Mas Wiriadikoesoemah dan anggota keluarganya ditangkap. Seorang polisi penjaga tewas dan dua lainnya mengalami luka serius. Kemudian sebagian kelompok massa ini menyasar jalanan Labuan untuk mencari polisi. Tiga polisi berhasil dilumpuhkan dan tewas, sedangkan Mas Mohammad Dahlan yang bekerja sebagai seorang pegawai informan polisi terluka parah.

Pemberontakan masih berlanjut di Banten tepatnya di Menes pemberotakan melibatkan sekitar 300 sampai 400 orang. Seorang wedana yakni Raden Partadinata dan Pengawas Rel Lokal yakni Benjamin berhasil dibunuh. Di desa Cening diantara Menes dan Labuan, seorang anggota polisi dan seorang wedana ditembah dan mengalami luka. Pemberontakan di Labuan dan sekitarnya berhasil dilumpuhkan karena massa terlambat memutus sambungan kabel telepon. Otoritas pemerintah Hindia Belanda yang bertugas di Batavia langsung mengirim 100 tentara di bawah pimpinan kapten Becking dan pergi menuju ke Banten. Pasukan tentara tersebut berhasil membebaskan asisten wedana yakni Mas Wiriadikoesoemah yang sebelumnya telah ditahan massa.

Gerakan Pemberontakan di Banten masih terus berlanjut dan berpusat di desa Bama tepatnya pinggir Labuan. Pada 14 November 1926, ratusan orang berkumpul yang dipimpin oleh Kiai Moekri dan memberikan seruan untuk melakukan penyerangan terhadap orang Belanda di Labuan. Upaya penyerangan tetap dilakukan tetapi pada siang hari upaya penyerangan gagal karena dihadang oleh patroli. Upaya penyerangan dilancarkan kembali pada malamnya tetapi kembali gagal dan diperparah dengan kematian para pemimpin massa. Pada akhirnya gelombang bantuan dari pusat pemerintahan Hindia Belanda berhasil menumpas sisa gerakan pemberontakan tersebut.

Pemberontakan masih terus berkobar di Banten tepatnya di Petir, Serang yang merupakan basis dari pada pendukung PKI tersebut perlawanannya tidak berlangsung lama. Pada 13 November 1926, sejumlah massa di bawah pimpinan Kiai Emed, Haji Soeeb dan lainnya melakukan penyerangan terhadap asisten wedana Petir. Akan tetapi, patroli militer pemerintah Hindia Belanda berhasil menumpas gerakan pemberontakan tersebut. Kemudian pada 17 November 1926 seluruh gerakan Pemberontakan PKI di Banten berhasil dilumpuhkan dan tumpas habis. Paska pemberontakan tersebut, hingga bulan Desember 1926, sekita 1300 orang ditangkap. Selain itu, ada 99 orang dibuang ke Boven Digul pulau Papua yang diantaranya 27 Haji dan 11 Kiai. Sebelumnya, Tubagus Achmad Chatib sebagai pemimpin PKI untuk revolusi Banten telah ditangkap pada 23 Oktober 1926.  

Pemberontakan PKI di pulau Jawa juga diikuti oleh PKI di Sumatera Barat tepatnya di Silungkang. Peristiwa pemberontakan PKI tersebut dikenal dengan peristiwa pemberontakan Silungkang 1927. Berbeda dengan pemberontakan PKI di pulau Jawa yang dilancarkan pada 12 November 1926, pemberontakan PKI di Sumatera Barat pecah pada 1 Januari 1927 waktu tengah malam. Sebelum pemberontakan terjadi pemerintah Hindia Belanda telah mencium gelagat pemberontakan yang akan terjadi di Sumatera Barat, alhasil pada akhir tahun 1926 para pimpinan PKI di Sumatera Barat ditangkapi berturut-turut oleh pemerintah Hindia Belanda. Para pimpinan PKI Sumatera Barat yang ditangkap diantaranya Said Ali, Idrus, Sarun, Yusup Gelar Radjo Kacik, Datuk Bagindo Ratu dan Haji Baharuddin. Para pimpinan PKI Sumatera yang ditangkap langsung dijebloskan ke penjara dengan tuduhan hendak memberontak.

Meskipun para pimpinan PKI Sumatera telah ditangkap, akan tetapi pemberontakan tetap akan terus dijalankan. Pada tanggal 20 Desember 1926 terjadi rapat di Silungkang dengan dihadiri para pimpinan PKI anak cabang Padang, Sawah Lunto, Batu Sangkar dan Silungkang. Rapat diprakarsai oleh pentolan PKI yakni Alimin sebagai sekretaris anak cabang Silungkang yang sangat aktif dalam mengadakan kontak dengan komite pusat PKI di Batavia yang menghasilkan beberapa keputusan seperti mengambil peran aktif terhadap pemberontakan PKI di pulau Jawa yang terjadi pada 12 November 1926, membentuk komite pemberontakan PKI dan diketuai oleh Tayyib Ongah dan Alimin sebagai sekretarisnya, mengangkat Rumuat dan Pontoh yang merupakan anggota kesatuan tentara pemerintah Hindia Belanda yang menyebrang ke pihak komunis sebagai komandan barisan dan pengatur strategi penyerangan.

Berlanjut pada 31 Desember 1926 waktu pagi hari diadakan rapat komando dan menghasilkan intruksi seperti (1) Barisan untuk melakukan penyerang dibagi dua. Pertama merupakan barisan inti yang terdiri dari para anggota militer Sawah Lunto yang pro komunis, dikepalai oleh Rumuat dan Pontoh. Kedua adalah barisan penunjang yang terdiri dari orang-orang kampung dan terbagi atas lima kesatuan yakni Tarakat Tarutung-Tarung, Muara Kalaban, Tanjung Ampulu, Padang Sibusuk dan Silungkang. (2) Sasaran penyerangan adalah pemukiman orang-orang Belanda di Sawah Lunto dan komplek tambang batu bara Umbilin. Namun, pada 31 Desember 1926 waktu malam, Rumuat dan para rekannya berhasil dibekuk oleh kesatuan militer pemerintah Hindia Belanda. Tertangkapnya Rumuat dan para rekannya mengisyaratkan kekuatan inti pemberontakan telah mampu dipatahkan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat surut rencana pemberontakan sehingga pada waktu tengah malam pergantian tahun tepatnya pada 1 Januari 1927 dini hari terjadi pengeboman kantor polisi di Muara Kalaban oleh kesatuan Muara Kalaban yang dipimpin oleh Karim Maloko dan Muluk Chaniago. Serang pengeboman tersebut dibalas dengan tembakan beruntut dari pihak polisi setempat dan membuat kesatuan Muara Kalaban Tercerai Berai. Mendengar letusan bom dan tembakan dari Muara Kalaban, barisan Taratak Tarutung-Tarung yang dikepalai oleh Abdul Muluk Nasution yang sudah hampir tiba mendekati Sawah Lunto menjadi panik. Abdul Muluk Nasution dan barisan Taratak Tarutung-Tarung pada akhirnya dengan mudah dipatahkan dan dipaksa menyerah oleh polisi pemerintah Hindia Belanda yang sedang melakukan penjagaan.

Penyerangan masih terus berlanjut, di Tanjung Ampulu pada 1 Januari 1927 terjadi aksi pembakaran terhadap rumah-rumah milik para pegawai pemerintah Hindia Belanda dan para kaki tangganya. Pemberontakan masih terus berlangsung, di Silungkang sebagai markas besar kaum pemberontak dengan sasaran utama Kepala Nagari Silungkang yakni Muhammad Djamil dan terjadi pembunuhan terhadap para opsir pemerintah Hindia Belanda. Pembunuhan juga dilakukan terhadap 3 orang guru agama yakni Mahmud, Djumin, dan Rahman. Pembunuhan juga terjadi kepada tukang emas yang dianggap telah bersekutu dan bekerjasama dengan pihak pemerintah Hindia Belanda yakni Kari Sutan dan Menek bersama anaknya yang masih kecil. Petugas karcis kereta api yakni Hamid dan anaknya yang masih kecil juga dibunuh dirumahnya.

Sementara itu, disusul dengan aksi memutus sambungan telepon, merusak kawat penghubung kereta api yang menghubungkan Padang Panjang dan Sawah Lunto serta pengerusakan terhadap rumah-rumah yang menjadi milik orang-orang Belanda dan para kroni yang menjadi kaki tangannya. Para pemberontak juga menyerang dan membunuh Kepala Departemen Pekerja Umum yakni Boentjit Leurs yang dibunuh dengan sadis di depan anak dan isterinya. Selain itu, di Padang Sibusuk para pemberontak juga melakukan pembunuhan terhadap Kepala Nagari yakni Datuk Sutan Nan Gadang dan juga membunuh beberapa orang dari penduduk setempat yang dianggap menjadi kaki tangan pihak pemerintah Hindia Belanda. Pada 2 Januari 1927 sekitar ratusan orang berkumpul di pasar Padang Sibusuk, beberapa orang yang dianggap tidak memiliki loyalitas terhadap revolusi ditangkap para pemberontak dan dihukum pancung. Peristiwa hukum pancung tersebut juga terjadi di Silungkang.

Pada 3 Januari 1927 pemerintah Hindia Belanda mengirim dua pasukan militernya ke Padang Sibusuk untuk mematahkan pemberontakan dan melakukan penangkapan terhadap para pemberontak. Hingga pada 12 Januari 1927 militer pemerintah Hindia Belanda telah melakukan penangkapan sebanyak 1.300 orang dengan rata-rata usia sekitar 17 sampai 30 tahun. Sampai pada bulan Februari 1927 para pemberontak yang ditangkap dan ditahan pihak pemerintah Hindia Belanda telah mencapai 4,000 orang. Kemudian, pada 28 Februari 1927 pemberontakan di Sumatera Barat telah berhasil ditumpas habis oleh pemerintah Hindia Belanda.

Opini Singkat Terhadap Peristiwa Pemberontakan Tahun 1926

Pemberontakan PKI yang terjadi di pulau Jawa tahun 1926 dan pulau Sumatera tepatnya Sumatera Barat yang meletus tahun 1927 telah mengilhami gerakan merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Peristiwa pemberontakan PKI 1926 yang tertuang dalam artikel ini tidak ditujukan untuk membangkitkan PKI ataupun gairah Komunisme di Indonesia. Pada masa itu, telah banyak muncul beragam organisasi modern dengan corak ideologi yang berbeda dan tentunya jalan yang ditempuh untuk merebut kemerdekaan juga berbeda tetapi memiliki musuh yang sama yakni penjajah yang di mana pada masa itu adalah Pemerintah Hindia Belanda beserta kroni-kroninya.

Beragam organisasi modern yang muncul pada masa itu lebih banyak memilih melalui jalan diplomatis, melalui pers, melalui pendidikan, dan melalui jalan politik legal yang tidak bertentangan dengan pemerintah Hindia Belanda. Namun, berbeda dengan PKI yang berani berkonfrontasi dan berhadapan langsung dengan pemerintah Hindia Belanda. PKI memilih jalan yang lebih revolusioner dengan perlawanan fisik melalui beragam aksi heroik melalui pemberontakan brutal terhadap pihak pemerintah Hindia Belanda. Dalam merebut kemerdekaan berbagai metode yang dilakukan dan digunakan pada masa itu tetaplah sah dan tidak salah, berbagai metode yang dipilih tentunya juga menghasilkan berbagai resiko dan dampak yang berbeda-beda.

Meskipun pemberontakan PKI 1926 terhadap pemerintah Hindia Belanda menemui jalan buntuk dan berhasil dilumpuhkan serta ditumpas habis telah mampu memberikan pengajaran terhadap pola gerakan merebut kemerdekaan dari penjajahan. Terlepas dari persoalan kekurangan dan kesalahan yang berdampak pada pemberontakan yang mengalami kekalahan tersebut telah memberikan penyadaran terhadap rakyat Indonesia akan kekuatannya sendiri dan didasarkan pada bentuk kolonialisme yang terjadi di Indonesia pada masa itu dapat juga dipatahkan dan diruntuhkan dengan bersatunya kekuatan rakyat Indonesia. Peristiwa tersebut juga mengajarkan bentuk perjuangan pasti akan selalu ada resiko dan dampaknya. Jika telah menerima untuk rela berjuang maka rela juga untuk menerima terhadap setiap resiko dan dampaknya.

Pemberontakan PKI 1926 menjadi bagian penting yang mewarnai romantika sejarah nasional Indonesia terkhusus pada masa pra kemerdekaan sampai pada paska kemerdekaan di mana Indonesia terbebas dari cengkaraman kolonialisme dan Imperialisme. Pembelajaran terhadap sejarah peristiwa pemberontakan PKI 1926 haruslah obyektif dengan membaca sejarah yang terjadi. Hal ini bukan untuk memihak terhadap ideologi tertentu ataupun terlalu condong subyektif melainkan untuk memperoleh pandang yang lebih komprehensif dan dapat diterima oleh akal yang memiliki kandungan rasionalitas serta logis. Memandang sejarah tidak boleh kaku agar dapat memberikan pembaharuan dan kebaruan serta untuk meluruskan rekayasa sejarah yang telah terjadi atau yang mungkin akan terjadi.

Artikel seputaran peristiwa di atas:

Andres, Lady. (2020). Pemberontakan PKI 1926-1927. Www.Arahjuang.Com. https://www.arahjuang.com/2020/11/12/pemberontakan-pki-1926-1927/

Budiawan. (2014). Pemberontakan PKI 1926-27 dalam Dua Teks Sejarah. Www.Indoprogress.Com. https://indoprogress.com/2014/12/pemberontakan-pki-1926-27-dalam-dua-teks-sejarah/

Danu, M. (2012). 12 November 1926: Hari Pemberontakan Anti-Kolonial. Www.Berdikarionline.Com. https://www.berdikarionline.com/12-november-1926-pemberontakan-anti-kolonial-pertama/#:~:text=Lagu ini mengingatkan kita pada,tak memberi apreasiasi secuil pun.

Kamali, M. (2022). Sejarah Pemberontakan Berdarah Pertama PKI pada 1926-1927. Www.Nasional.Sindonews.Com. https://nasional.sindonews.com/read/881243/15/sejarah-pemberontakan-berdarah-pertama-pki-pada-1926-1927-1662761384

Kurnia, A. (2022). Pemberontakan di Nagreg Tanggal 12 November 1926. Www.Ayobandung.Com. https://www.ayobandung.com/netizen/pr-795378078/pemberontakan-di-nagreg-tanggal-12-november-1926

Muhammad, E. (2022). Sejarah Pemberontakan PKI 1926, Pelakunya Digantung di Alun-alun Ciamis. Www.Harapanrakyat.Com. https://www.harapanrakyat.com/2022/09/sejarah-pemberontakan-pki-1926-pelakunya-digantung-di-alun-alun-ciamis/

Nurhabsyah. (n.d.). Pemberontakan PKI Di Silungkang Tahun 1927. Www.Repository.Usu.Ac.Id. Retrieved November 12, 2022, from https://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/1694/sejarah-nurhabsyah.pdf?sequence=2&isAllowed=y

Prinada, Y. (2022). Sejarah Pemberontakan PKI 1926-1927 di Sumatera Terhadap Belanda. Www.Tirto.Id. https://tirto.id/sejarah-pemberontakan-pki-1926-1927-di-sumatera-terhadap-belanda-gbx4

Rizkiyansyah, B., & Subarkah, M. (2020). 100 Tahun PKI: Meletusnya Pemberontakan Kaoem Merah 1926. Www.Republika.Co.Id. https://www.republika.co.id/berita/qas4bq385/100-tahun-pki-meletusnya-pemberontakan-kaoem-merah-1926

Triyana, B. (2017). Satu Perahu Dua Haluan. Historia.Id. https://historia.id/politik/articles/satu-perahu-dua-haluan-DAlNb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun