Mohon tunggu...
Fuad Syahrudin
Fuad Syahrudin Mohon Tunggu... Freelancer - Totalitas, Aktivitas, Rutinitas

kebodohan adalah kehendak Tuhan agar ciptaannya mau belajar membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peristiwa di Balik Lagu 12 November: Perlawanan Pertama PKI Kepada Penjajah di Indonesia Tahun 1926

12 November 2022   06:30 Diperbarui: 12 November 2022   06:33 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemberontakan PKI masih terus berlanjut, pada 12 November 1926 menjelang pemberontakan PKI di Banten tepatnya di desa Bama diadakan pertemuan dengan dihadiri massa yang dipimpin oleh Kiai Moekri dan Kiai Ilyas. Pertemuan tersebut juga dilakukan sembahyang perang, kain putih dilaporkan banyak yang terjual dan banyak orang berpuasa. Di desa Pasirlama yang dekat dengan caringin, Haji Moestapha dihadapan 700 orang memberikan penjelasan untuk menyerang asissten wedana. Berlanjut di Pandeglang dan Serang, Massa juga sudah berkumpul. Pada waktu tengah malam pemberontakan dimulai, di Labuan, asisten wedana yakni Mas Wiriadikoesoemah dan anggota keluarganya ditangkap. Seorang polisi penjaga tewas dan dua lainnya mengalami luka serius. Kemudian sebagian kelompok massa ini menyasar jalanan Labuan untuk mencari polisi. Tiga polisi berhasil dilumpuhkan dan tewas, sedangkan Mas Mohammad Dahlan yang bekerja sebagai seorang pegawai informan polisi terluka parah.

Pemberontakan masih berlanjut di Banten tepatnya di Menes pemberotakan melibatkan sekitar 300 sampai 400 orang. Seorang wedana yakni Raden Partadinata dan Pengawas Rel Lokal yakni Benjamin berhasil dibunuh. Di desa Cening diantara Menes dan Labuan, seorang anggota polisi dan seorang wedana ditembah dan mengalami luka. Pemberontakan di Labuan dan sekitarnya berhasil dilumpuhkan karena massa terlambat memutus sambungan kabel telepon. Otoritas pemerintah Hindia Belanda yang bertugas di Batavia langsung mengirim 100 tentara di bawah pimpinan kapten Becking dan pergi menuju ke Banten. Pasukan tentara tersebut berhasil membebaskan asisten wedana yakni Mas Wiriadikoesoemah yang sebelumnya telah ditahan massa.

Gerakan Pemberontakan di Banten masih terus berlanjut dan berpusat di desa Bama tepatnya pinggir Labuan. Pada 14 November 1926, ratusan orang berkumpul yang dipimpin oleh Kiai Moekri dan memberikan seruan untuk melakukan penyerangan terhadap orang Belanda di Labuan. Upaya penyerangan tetap dilakukan tetapi pada siang hari upaya penyerangan gagal karena dihadang oleh patroli. Upaya penyerangan dilancarkan kembali pada malamnya tetapi kembali gagal dan diperparah dengan kematian para pemimpin massa. Pada akhirnya gelombang bantuan dari pusat pemerintahan Hindia Belanda berhasil menumpas sisa gerakan pemberontakan tersebut.

Pemberontakan masih terus berkobar di Banten tepatnya di Petir, Serang yang merupakan basis dari pada pendukung PKI tersebut perlawanannya tidak berlangsung lama. Pada 13 November 1926, sejumlah massa di bawah pimpinan Kiai Emed, Haji Soeeb dan lainnya melakukan penyerangan terhadap asisten wedana Petir. Akan tetapi, patroli militer pemerintah Hindia Belanda berhasil menumpas gerakan pemberontakan tersebut. Kemudian pada 17 November 1926 seluruh gerakan Pemberontakan PKI di Banten berhasil dilumpuhkan dan tumpas habis. Paska pemberontakan tersebut, hingga bulan Desember 1926, sekita 1300 orang ditangkap. Selain itu, ada 99 orang dibuang ke Boven Digul pulau Papua yang diantaranya 27 Haji dan 11 Kiai. Sebelumnya, Tubagus Achmad Chatib sebagai pemimpin PKI untuk revolusi Banten telah ditangkap pada 23 Oktober 1926.  

Pemberontakan PKI di pulau Jawa juga diikuti oleh PKI di Sumatera Barat tepatnya di Silungkang. Peristiwa pemberontakan PKI tersebut dikenal dengan peristiwa pemberontakan Silungkang 1927. Berbeda dengan pemberontakan PKI di pulau Jawa yang dilancarkan pada 12 November 1926, pemberontakan PKI di Sumatera Barat pecah pada 1 Januari 1927 waktu tengah malam. Sebelum pemberontakan terjadi pemerintah Hindia Belanda telah mencium gelagat pemberontakan yang akan terjadi di Sumatera Barat, alhasil pada akhir tahun 1926 para pimpinan PKI di Sumatera Barat ditangkapi berturut-turut oleh pemerintah Hindia Belanda. Para pimpinan PKI Sumatera Barat yang ditangkap diantaranya Said Ali, Idrus, Sarun, Yusup Gelar Radjo Kacik, Datuk Bagindo Ratu dan Haji Baharuddin. Para pimpinan PKI Sumatera yang ditangkap langsung dijebloskan ke penjara dengan tuduhan hendak memberontak.

Meskipun para pimpinan PKI Sumatera telah ditangkap, akan tetapi pemberontakan tetap akan terus dijalankan. Pada tanggal 20 Desember 1926 terjadi rapat di Silungkang dengan dihadiri para pimpinan PKI anak cabang Padang, Sawah Lunto, Batu Sangkar dan Silungkang. Rapat diprakarsai oleh pentolan PKI yakni Alimin sebagai sekretaris anak cabang Silungkang yang sangat aktif dalam mengadakan kontak dengan komite pusat PKI di Batavia yang menghasilkan beberapa keputusan seperti mengambil peran aktif terhadap pemberontakan PKI di pulau Jawa yang terjadi pada 12 November 1926, membentuk komite pemberontakan PKI dan diketuai oleh Tayyib Ongah dan Alimin sebagai sekretarisnya, mengangkat Rumuat dan Pontoh yang merupakan anggota kesatuan tentara pemerintah Hindia Belanda yang menyebrang ke pihak komunis sebagai komandan barisan dan pengatur strategi penyerangan.

Berlanjut pada 31 Desember 1926 waktu pagi hari diadakan rapat komando dan menghasilkan intruksi seperti (1) Barisan untuk melakukan penyerang dibagi dua. Pertama merupakan barisan inti yang terdiri dari para anggota militer Sawah Lunto yang pro komunis, dikepalai oleh Rumuat dan Pontoh. Kedua adalah barisan penunjang yang terdiri dari orang-orang kampung dan terbagi atas lima kesatuan yakni Tarakat Tarutung-Tarung, Muara Kalaban, Tanjung Ampulu, Padang Sibusuk dan Silungkang. (2) Sasaran penyerangan adalah pemukiman orang-orang Belanda di Sawah Lunto dan komplek tambang batu bara Umbilin. Namun, pada 31 Desember 1926 waktu malam, Rumuat dan para rekannya berhasil dibekuk oleh kesatuan militer pemerintah Hindia Belanda. Tertangkapnya Rumuat dan para rekannya mengisyaratkan kekuatan inti pemberontakan telah mampu dipatahkan.

Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat surut rencana pemberontakan sehingga pada waktu tengah malam pergantian tahun tepatnya pada 1 Januari 1927 dini hari terjadi pengeboman kantor polisi di Muara Kalaban oleh kesatuan Muara Kalaban yang dipimpin oleh Karim Maloko dan Muluk Chaniago. Serang pengeboman tersebut dibalas dengan tembakan beruntut dari pihak polisi setempat dan membuat kesatuan Muara Kalaban Tercerai Berai. Mendengar letusan bom dan tembakan dari Muara Kalaban, barisan Taratak Tarutung-Tarung yang dikepalai oleh Abdul Muluk Nasution yang sudah hampir tiba mendekati Sawah Lunto menjadi panik. Abdul Muluk Nasution dan barisan Taratak Tarutung-Tarung pada akhirnya dengan mudah dipatahkan dan dipaksa menyerah oleh polisi pemerintah Hindia Belanda yang sedang melakukan penjagaan.

Penyerangan masih terus berlanjut, di Tanjung Ampulu pada 1 Januari 1927 terjadi aksi pembakaran terhadap rumah-rumah milik para pegawai pemerintah Hindia Belanda dan para kaki tangganya. Pemberontakan masih terus berlangsung, di Silungkang sebagai markas besar kaum pemberontak dengan sasaran utama Kepala Nagari Silungkang yakni Muhammad Djamil dan terjadi pembunuhan terhadap para opsir pemerintah Hindia Belanda. Pembunuhan juga dilakukan terhadap 3 orang guru agama yakni Mahmud, Djumin, dan Rahman. Pembunuhan juga terjadi kepada tukang emas yang dianggap telah bersekutu dan bekerjasama dengan pihak pemerintah Hindia Belanda yakni Kari Sutan dan Menek bersama anaknya yang masih kecil. Petugas karcis kereta api yakni Hamid dan anaknya yang masih kecil juga dibunuh dirumahnya.

Sementara itu, disusul dengan aksi memutus sambungan telepon, merusak kawat penghubung kereta api yang menghubungkan Padang Panjang dan Sawah Lunto serta pengerusakan terhadap rumah-rumah yang menjadi milik orang-orang Belanda dan para kroni yang menjadi kaki tangannya. Para pemberontak juga menyerang dan membunuh Kepala Departemen Pekerja Umum yakni Boentjit Leurs yang dibunuh dengan sadis di depan anak dan isterinya. Selain itu, di Padang Sibusuk para pemberontak juga melakukan pembunuhan terhadap Kepala Nagari yakni Datuk Sutan Nan Gadang dan juga membunuh beberapa orang dari penduduk setempat yang dianggap menjadi kaki tangan pihak pemerintah Hindia Belanda. Pada 2 Januari 1927 sekitar ratusan orang berkumpul di pasar Padang Sibusuk, beberapa orang yang dianggap tidak memiliki loyalitas terhadap revolusi ditangkap para pemberontak dan dihukum pancung. Peristiwa hukum pancung tersebut juga terjadi di Silungkang.

Pada 3 Januari 1927 pemerintah Hindia Belanda mengirim dua pasukan militernya ke Padang Sibusuk untuk mematahkan pemberontakan dan melakukan penangkapan terhadap para pemberontak. Hingga pada 12 Januari 1927 militer pemerintah Hindia Belanda telah melakukan penangkapan sebanyak 1.300 orang dengan rata-rata usia sekitar 17 sampai 30 tahun. Sampai pada bulan Februari 1927 para pemberontak yang ditangkap dan ditahan pihak pemerintah Hindia Belanda telah mencapai 4,000 orang. Kemudian, pada 28 Februari 1927 pemberontakan di Sumatera Barat telah berhasil ditumpas habis oleh pemerintah Hindia Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun