Putri merasa perasaannya mulai kacau, wajahnya sudah merah menahan emosi yang mulai memuncak. Â Dia merasa pemuda itu mencoba mempermainkannya. Dicobanya menenangkan diri, Putri mengambil nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya keluar perlahan-lahan sebanyak tiga kali. Sekarang yang penting baginya adalah dia harus bisa segera keluar dari tempat yang membingungkan sekaligus menyeramkan ini.
"Oke, saya tidak peduli lagi kamu punya kembaran atau tidak. Tapi mengapa mall ini begitu sepi padahal tadi ramai. Kemana teman-teman saya yang tadi duduk di sini dan pengunjung cafe lainnya?!" Seru Putri dengan suara bergetar menahan marah.
Pelayan caf itu tertegun, tetapi dia tetap tenang dan dengan sopan berkata
"Oh, itu masalahnya, baiklah saya tunjukan jalan keluarnya."
Emosi Putri mulai sedikit mereda, dia berharap pelayan cafe itu dapat menunjukan jalan keluarnya seperti ketika di kantornya pagi tadi.
"Kamu tahu jalan keluarnya?"
Pelayan caf mengangguk, lalu tangannya bergerak mempersilahkan Putri keluar cafe.
"Kita keluar dari sini nanti saya tunjukan jalannya, tempatnya ada diluar."
Putri segera berdiri mengikuti pelayan cafe, setelah beberapa langkah berjalan mereka menjumpai lift.
"Ibu naik lift ini, tutup pintu lift lalu tekan tombol lantai 1, setelah itu ibu bisa keluar dari sini," ujar pelayan cafe.
Saran itu terdengar aneh di telinga putri sekaligus meragukan.