Mohon tunggu...
Fransiskus Frengki Pareira
Fransiskus Frengki Pareira Mohon Tunggu... Lainnya - NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

NIM : 55522120027, Magister Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Pemeriksaan Pajak - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Model Dialektika Hegelien dan Dialektika Hanacaraka pada Auditing Perpajakan

13 Juni 2024   17:44 Diperbarui: 13 Juni 2024   18:06 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

AUDIT PERPAJAKAN

Pajak adalah salah satu sumber pendapatan penting bagi negara, yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan layanan publik. Namun, dalam realitasnya, terdapat berbagai tantangan dan kompleksitas dalam mengelola sistem perpajakan yang efisien dan adil. Pertama, peraturan perpajakan sering kali kompleks dan berubah-ubah, sehingga wajib pajak dapat mengalami kesulitan dalam memahami dan mematuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kedua, terdapat berbagai potensi risiko penyelewengan dan penghindaran pajak yang dapat merugikan penerimaan negara dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan.

Dalam menghadapi tantangan ini, audit perpajakan menjadi instrumen penting dalam menjaga kepatuhan wajib pajak, memastikan kewajaran pembayaran pajak, dan mencegah penyelewengan. Pemilihan model audit yang tepat menjadi kunci dalam memastikan efektivitas dan efisiensi dalam proses auditing perpajakan. Dialektika Hegelian dan Hanacaraka, sebagai dua model audit yang memiliki pendekatan dan prinsip yang berbeda, dapat menjadi alat yang berharga dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit perpajakan.

PENGERTIAN AUDIT PERPAJAKAN

Audit perpajakan adalah aktivitas pemeriksaan pajak dengan menghimpun dan mengolah data perpajakan untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam proses audit pajak diawali dari pemeriksaan penyampaian Surat Pemeriksaan atau surat panggilan hingga pemberitahuan hasil pemeriksaan berupa Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.

Pemeriksaan ini penting untuk menentukan apakah diperlukan koreksi fiskal. Mengingat fungsi pajak bagi negara yang sangat penting untuk membiayai pembangunan fasilitas dan infrastruktur umum, audit perpajakan memastikan bahwa badan usaha atau wajib pajak tidak melakukan kesalahan yang dapat berakibat pada sanksi denda.

Tujuan utama audit ini adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam hal:

  • Memverifikasi Kepatuhan Pajak
  • Salah satu tujuan utama dari audit pajak adalah memastikan bahwa entitas tersebut telah mematuhi semua ketentuan perpajakan yang berlaku. Ini mencakup pemenuhan kewajiban perpajakan seperti pelaporan tepat waktu, pembayaran pajak yang benar, dan penghitungan yang akurat.
  • Mengidentifikasi Risiko Pajak
  • Audit pajak juga bertujuan untuk mengidentifikasi potensi risiko perpajakan. Auditor akan mengevaluasi apakah ada ketidaksesuaian antara informasi yang dilaporkan oleh entitas dengan data yang ada. Jika terdapat ketidaksesuaian atau potensi risiko lainnya, auditor akan mengeksplorasi lebih lanjut.
  • Memastikan Kelengkapan Dokumen
  • Dalam audit pajak, penting untuk memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan telah disiapkan dan dapat diverifikasi. Hal ini termasuk catatan keuangan, laporan pajak, faktur, kontrak, dan dokumen-dokumen lain yang relevan.

Tujuan dari audit perpajakan adalah untuk mengevaluasi secara menyeluruh pengelolaan kewajiban perpajakan perusahaan, yang mencakup penilaian terhadap:

Ketetapan kewajiban perpajakan yang ditetapkan perusahaan dan kemampuannya dalam memberikan panduan untuk pengelolaan kewajiban perpajakan yang efektif dan efisien.

Kemampuan meminimalkan konsekuensi perpajakan dari transaksi yang terjadi di perusahaan, yang meliputi: a. Memaksimalkan biaya fiskal dalam setiap pengeluaran perusahaan. b. Meminimalkan pendapatan fiskal dalam setiap penerimaan perusahaan.

Kemampuan perusahaan dalam menaati ketentuan dan peraturan perpajakan, yang meliputi: Pemungutan/pemotongan seluruh pajak yang harus dilakukan, Perhitungan pajak dengan benar, dan Penyetoran dan pelaporan seluruh kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat waktu.

Audit perpajakan memiliki peran krusial dalam menjaga ketaatan dan kepatuhan perusahaan atau instansi pemerintah terhadap regulasi perpajakan yang berlaku. Melalui prosesnya, audit perpajakan tidak hanya sekadar mengevaluasi dokumen dan transaksi, tetapi juga sebagai sarana untuk mengidentifikasi potensi risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan finansial suatu entitas.

Dalam audit perpajakan, auditor akan melakukan penilaian mendalam terhadap kepatuhan perusahaan terhadap aturan perpajakan. Mereka juga akan mengidentifikasi risiko-risiko perpajakan yang mungkin terjadi, seperti ketidaksesuaian interpretasi hukum pajak atau potensi kesalahan perhitungan pajak. Temuan dari audit ini kemudian akan digunakan untuk memberikan rekomendasi perbaikan guna meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko perpajakan di masa mendatang.

Selain itu, audit perpajakan juga dapat menjadi sumber inspirasi untuk pengembangan kebijakan perpajakan yang lebih efektif. Informasi dan analisis yang diberikan oleh auditor dapat membantu entitas dalam mengoptimalkan strategi perpajakan mereka, sehingga mencapai tujuan perusahaan atau pemerintah dengan lebih baik.

RUANG LINGKUP AUDIT

Ruang lingkup audit mencakup seluruh aspek perpajakan perusahaan, baik dalam rangka meminimalkan pembayaran pajak maupun ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan. Dari aspek efisiensi pembayaran pajak, audit menilai kemampuan perusahaan dalam:

  • Meminimalkan penghasilan kena pajak (taxable revenue).
  • Memaksimalkan deductible expense.

Dari aspek ketaatan pelaksanaan kewajiban perpajakan, audit menilai ketaatan perusahaan dalam:

  • Pemungutan dan pemotongan pajak.
  • Penghitungan pajak dengan benar.
  • Penyetoran pajak dengan benar.
  • Pelaporan pajak secara lengkap dan tepat waktu.

LANGKAH-LANGKAH AUDIT:

Audit Pendahuluan

Tahap pertama adalah audit pendahuluan, yang melibatkan perkenalan antara auditor dan auditee. Dalam tahap ini, auditor dan auditee mengonfirmasi scope audit dan mendiskusikan rencana audit secara menyeluruh. Informasi umum tentang auditee, objek audit, serta kondisi perusahaan dan prosedur yang diterapkan dalam produksi dan operasi juga dikumpulkan pada tahap ini. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran awal tentang entitas yang akan diaudit dan memahami konteks operasional serta risiko yang mungkin ada.

Review dan Pengujian terhadap Pengendalian Manajemen

Selanjutnya, auditor melakukan review dan pengujian terhadap perubahan pada struktur perusahaan, sistem manajemen kualitas, dan perusahaan sejak audit terakhir. Auditor menilai tujuan utama produksi dan operasi serta variabel-variabel yang mempengaruhinya berdasarkan data audit pendahuluan. Dalam tahap ini, auditor menilai efektivitas pengendalian manajemen dan bagaimana perubahan dalam perusahaan dapat mempengaruhi kepatuhan pajak. Proses ini penting untuk mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih lanjut dan menentukan ruang lingkup audit lanjutan.

Audit Lanjutan

Audit lanjutan merupakan tahap yang lebih mendalam, di mana auditor mengembangkan temuan-temuan yang diperoleh sebelumnya. Audit ini mencakup pemeriksaan mendetail terhadap fasilitas, prosedur, dan catatan (dokumen) yang berkaitan dengan produksi dan operasi. Auditor melakukan konfirmasi kepada perusahaan untuk mendapatkan penjelasan dari pejabat berwenang mengenai kelemahan yang ditemukan. Pada tahap ini, auditor menggali informasi lebih dalam dan melakukan verifikasi atas data yang telah diperoleh, untuk memastikan keakuratan dan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Pelaporan

Hasil dari audit dirangkum dalam kertas kerja audit (KKA), yang menjadi dasar dalam membuat kesimpulan audit dan rekomendasi. KKA ini memuat semua temuan, analisis, dan evaluasi yang dilakukan selama audit. Auditor kemudian menyusun laporan audit yang mencakup kesimpulan mengenai kepatuhan pajak perusahaan dan rekomendasi perbaikan atas kelemahan yang ditemukan. Laporan ini disampaikan kepada manajemen perusahaan sebagai umpan balik dan pedoman untuk perbaikan.

Tindak Lanjut

Tahap terakhir adalah tindak lanjut, yang menunjukkan komitmen manajemen untuk memperbaiki organisasi berdasarkan temuan audit. Auditor mendampingi manajemen dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan program perbaikan agar tujuan perbaikan tercapai secara efektif dan efisien. Tindak lanjut ini penting untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diberikan oleh auditor diterapkan dan menghasilkan perbaikan yang diinginkan dalam kepatuhan pajak dan operasi perusahaan secara keseluruhan.

Melalui tahapan-tahapan ini, audit perpajakan membantu perusahaan untuk memastikan bahwa mereka mematuhi peraturan perpajakan yang berlaku, mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan, dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan dan efisiensi operasional.

MODEL DIALEKTIKA HEGELIAN

George Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang filsuf dan idealis Jerman yang percaya bahwa jiwa adalah realitas tertinggi. Dalam bukunya "Philosophy of History", Hegel mengemukakan teori yang didasarkan pada kenyataan bahwa negara adalah realitas progresif dari kesatuan pemikiran dengan nalar. Ia berpendapat bahwa negara adalah perwujudan dari kebebasan obyektif dan keinginan subyektif, serta merupakan organisasi kebebasan yang rasional yang, jika dibiarkan bertindak, sebenarnya sewenang-wenang.

Hegel menggunakan dialektika untuk menjelaskan pandangannya. Dialektika adalah konsep yang bertentangan dengan persatuan, di mana semua proses yang berlangsung selalu berbenturan satu sama lain sebelum akhirnya mengarah pada persatuan. Sebagai suatu proses, dialektika meliputi tiga tahap: tesis, antitesis, dan sintesis.

Menurut Hegel, tugas filsuf sejarah adalah menemukan rasionalitas dalam sejarah, yaitu menemukan makna dan tujuan dalam keseluruhan proses sejarah. Ia mencoba menjawab pertanyaan apakah sejarah hanyalah rangkaian peristiwa yang saling terkait. Hegel berhipotesis bahwa dalam metode sejarah hanya ada satu tujuan, yaitu bahwa sejarah terjadi dalam proses yang wajar. Dalam filsafat sejarah, pengertian utama adalah budi.

Budi aktif di dua bidang:

Jiwa obyektif: Budi menguasai segala sesuatu dalam realitas objektif, menunjukkan keteraturan sesuai dengan kaidah atau prinsip nasional.

Jiwa subyektif: Bidang kedua di mana budi beroperasi secara internal dalam individu.

Hegel percaya bahwa diskriminasi antara jiwa obyektif dan subyektif terus-menerus berlangsung dalam proses sejarah, bertemu satu sama lain dalam sintesis tertinggi yang disebut jiwa absolut. Ketika tahap spiritual absolut tercapai, sejarah selesai. Sejarah bergerak menuju tujuan ini, di mana kebebasan sejati terjadi dalam keadaan rasionalitas. Dalam keadaan ini, kesadaran diri secara sukarela dipatuhi oleh hukum oleh orang-orang yang menyadari sebagai bagian dari budaya mereka.

Untuk menjelaskan filosofinya, Hegel menggunakan dialektika sebagai metode. Dialektika Hegel berarti rekonsiliasi atau kompromi yang berlawanan. Proses dialektika selalu mencakup tiga tahap: tesis, antitesis, dan sintesis. Tahap pertama adalah tesis, tahap kedua adalah antitesis yang menentang tesis, dan tahap ketiga adalah sintesis yang menyatukan atau mendamaikan kedua tahap sebelumnya.

Tesis adalah pernyataan atau teori awal yang diajukan sebagai kebenaran. Ini adalah titik awal dalam proses dialektika dan biasanya didukung oleh argumentasi dan bukti yang meyakinkan. Tesis berfungsi sebagai dasar atau premis awal yang kemudian akan diuji dan dianalisis. Dalam contoh sosial, tesis menyatakan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang optimal karena memberikan hak dan kebebasan yang setara kepada semua individu. Dalam konteks ilmiah, teori evolusi diajukan sebagai penjelasan utama untuk memahami bagaimana spesies berkembang melalui proses seleksi alam.

Antitesis adalah pernyataan atau teori yang menentang tesis. Ini muncul sebagai respons kritis terhadap tesis, menyoroti kelemahan, keterbatasan, atau sudut pandang alternatif. Antitesis bertujuan untuk menguji dan mengevaluasi validitas dari tesis awal. Dalam contoh sosial, antitesis mengkritik demokrasi dengan menunjukkan potensi masalah seperti ketidakstabilan politik dan proses pengambilan keputusan yang lamban. Dalam konteks ilmiah, teori penciptaan menawarkan perspektif alternatif yang bertentangan dengan teori evolusi, menekankan peran intervensi ilahi dalam asal-usul spesies.

Sintesis adalah proses menggabungkan elemen-elemen dari tesis dan antitesis untuk membentuk kesimpulan baru yang lebih komprehensif. Sintesis bukan hanya sekadar mencampurkan kedua argumen, tetapi lebih kepada menemukan kebenaran yang lebih holistik yang dapat mengakomodasi perspektif yang berlawanan. Sintesis mengakui validitas dari kedua posisi dan berusaha untuk menciptakan solusi atau pandangan yang lebih mendalam dan terintegrasi. Dalam sintesis sosial, solusi yang diusulkan adalah penerapan demokrasi dengan checks and balances yang kuat untuk mengatasi ketidakstabilan dan memastikan efisiensi. Dalam konteks ilmiah, sintesis mengakui bahwa baik teori evolusi maupun gagasan penciptaan dapat memberikan kontribusi yang berharga untuk pemahaman kita tentang asal-usul spesies, dengan menggabungkan aspek biologis dan filosofis atau spiritual.

PENERAPAN DIALEKTIKA HEGELIAN DALAM AUDITING PERPAJAKAN

Dialektika Hegelian dapat diterapkan dalam auditing perpajakan untuk mengembangkan metode yang lebih komprehensif dan efisien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah perpajakan. Proses dialektika Hegelian, yang melibatkan tesis, antitesis, dan sintesis, dapat digunakan untuk menangani berbagai tantangan dan konflik yang muncul dalam auditing perpajakan. Berikut adalah penjelasan mendalam mengenai penerapan dialektika Hegelian dalam auditing perpajakan.

Tesis: Metode Audit Tradisional

Tesis dalam konteks auditing perpajakan adalah metode audit tradisional yang sudah ada. Metode ini melibatkan pengumpulan bukti, pemeriksaan dokumen, dan wawancara dengan wajib pajak untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan. Metode audit tradisional ini telah lama digunakan dan terbukti efektif dalam situasi-situasi tertentu.

Contoh: Metode audit tradisional berfokus pada pemeriksaan dokumen dan verifikasi laporan keuangan untuk memastikan kebenaran dan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan. Auditor akan mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk laporan keuangan, catatan bank, dan dokumen pendukung lainnya untuk memastikan bahwa semua transaksi tercatat dengan benar dan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Antitesis: Keterbatasan dan Tantangan

Antitesis adalah kritik atau keterbatasan dari metode audit tradisional. Meskipun metode tradisional telah terbukti efektif dalam banyak kasus, ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Keterbatasan ini bisa mencakup kekurangan dalam mendeteksi kecurangan yang kompleks, keterbatasan teknologi, atau ketidakmampuan untuk menangani transaksi internasional yang rumit seperti transfer pricing.

Contoh: Metode audit tradisional sering kali kurang efektif dalam mendeteksi kecurangan yang kompleks, terutama dalam transaksi internasional dan transfer pricing. Selain itu, keterbatasan teknologi dan sumber daya manusia juga dapat menghambat efektivitas audit. Auditor mungkin tidak memiliki alat atau pengetahuan yang diperlukan untuk menganalisis data dalam jumlah besar atau mendeteksi pola kecurangan yang tersembunyi di balik transaksi yang sah.

Sintesis: Pendekatan Audit yang Terintegrasi

Sintesis adalah pengembangan metode audit yang baru dan lebih baik dengan menggabungkan elemen-elemen dari metode tradisional dan inovasi baru untuk mengatasi keterbatasan yang ada. Pendekatan ini mungkin melibatkan penggunaan teknologi canggih, analisis data, dan kolaborasi internasional untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit perpajakan.

Contoh: Pendekatan audit yang terintegrasi menggunakan teknologi canggih seperti analitik data dan kecerdasan buatan untuk meningkatkan deteksi kecurangan dan efisiensi audit. Ini juga melibatkan pelatihan berkelanjutan untuk auditor serta kerjasama internasional untuk menangani isu-isu seperti transfer pricing dan Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). Dengan menggabungkan metode tradisional dengan inovasi teknologi, auditor dapat mengembangkan pendekatan yang lebih komprehensif dan adaptif terhadap perubahan.

PENERAPAN PRAKTIS DIALEKTIKA DALAM AUDITING PERPAJAKAN

Langkah-langkah berikut menggambarkan bagaimana proses dialektika Hegelian dapat diterapkan dalam praktik auditing perpajakan:

Langkah 1: Identifikasi Tesis Auditor memulai dengan menerapkan metode audit tradisional yang ada. Ini melibatkan pengumpulan data, verifikasi laporan keuangan, dan pemeriksaan dokumen pajak.

Langkah 2: Evaluasi dan Kritik (Antitesis) Auditor kemudian mengevaluasi efektivitas metode ini dengan mengidentifikasi kelemahan dan tantangan yang dihadapi. Ini bisa melibatkan analisis kasus di mana metode tradisional gagal mendeteksi kecurangan atau ketidakpatuhan.

Langkah 3: Pengembangan Sintesis Berdasarkan evaluasi ini, auditor mengembangkan metode baru yang menggabungkan teknologi canggih, seperti analitik data dan kecerdasan buatan, untuk meningkatkan deteksi kecurangan. Ini juga dapat melibatkan penggunaan software audit terbaru yang mampu menangani volume data besar dan kompleksitas transaksi internasional.

Manfaat Dialektika Hegelian dalam Auditing Perpajakan

  • Peningkatan Efektivitas: Pendekatan ini memungkinkan auditor untuk mengembangkan metode yang lebih efektif dalam mendeteksi kecurangan dan ketidakpatuhan. Dengan menggabungkan metode tradisional dengan inovasi teknologi, auditor dapat meningkatkan efektivitas audit secara keseluruhan.
  • Inovasi Berkelanjutan: Dengan terus menerapkan proses dialektika, auditor dapat terus berinovasi dan memperbaiki metode audit mereka. Proses dialektika mendorong auditor untuk terus mencari cara-cara baru untuk mengatasi tantangan dan meningkatkan efektivitas audit.
  • Komprehensif: Menggabungkan berbagai pendekatan dan teknologi canggih untuk menciptakan metode audit yang lebih komprehensif dan adaptif. Pendekatan ini memungkinkan auditor untuk menangani berbagai masalah perpajakan dengan cara yang lebih menyeluruh dan efektif.
  • Respon Terhadap Perubahan: Proses dialektika memungkinkan auditor untuk beradaptasi dengan perubahan regulasi dan teknologi dengan cepat dan efisien. Dengan terus mengembangkan metode baru, auditor dapat memastikan bahwa proses audit tetap relevan dan efektif dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi

MODEL DIALEKTIKA HANACARAKA

Hanacaraka, aksara yang digunakan oleh masyarakat Jawa dalam menulis, bukan sekadar huruf-huruf biasa, melainkan juga memiliki makna filosofis yang dalam bagi kehidupan manusia. Dalam setiap aksara Hanacaraka terkandung pesan-pesan moral dan etika yang relevan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aksara Ha Na Ca Ra Ka, misalnya, memiliki arti "Ono utasing pangeran" yang bermakna "Adanya utusan Tuhan." Hal ini mengajarkan bahwa manusia memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian alam dan kehidupan, sesuai dengan pesan Hamemayu Hayuning Bawono.

Aksara Da Ta Sa Wa La memiliki makna "Ora biso suwolo kabeh wus ginaris kodrat," yang artinya "Tidak bisa diingkari bahwa semua sudah menjadi kodrat Tuhan." Pesan ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia telah ditentukan oleh Tuhan, dan manusia hanya perlu menerimanya dengan ikhlas.

Aksara Pa Dha Ja Ya Nya memiliki arti "Kanti tetimbangan kang podo sak jodo anane," yang mengajarkan bahwa dalam kehidupan, akan selalu ada kondisi-kondisi yang berpasangan yang harus dijalani manusia. Ini mengajarkan kita untuk hidup seimbang dan fleksibel dalam menghadapi berbagai situasi.

Terakhir, aksara Ma Ga Ba Tha Nga memiliki arti "Manungso kinodrat dosa, lali, lupu, apes, lan mati," yang artinya "Manusia pasti memiliki dosa, lupa, kesalahan, kesialan, dan mati." Pesan ini mengingatkan kita bahwa manusia tidak sempurna dan selalu memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kita harus selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan menghindari kesalahan.

Berikut adalah penjelasan tentang makna filosofis dari setiap aksara dalam aksara Jawa (Hanacaraka):

  • Ha: "Hana hurip wening suci" (Adanya kehidupan adalah kehendak dari yang Maha Suci)
  • Na: "Nur candra, gaib candra, warsitaning candra" (Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar Ilahi)
  • Ca: "Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi" (Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)
  • Ra: "Rasaingsun handulusih" (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
  • Ka: "Karsaningsun memayu hayuning bawana" (Hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)
  • Da: "Dumadining dzat kang tanpa winangenan" (Menerima hidup apa adanya/ikhlas)
  • Ta: "Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa" (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)
  • Sa: "Sifat ingsun handulu sifatullah" (Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan)
  • Wa: "Wujud hana tan kena kinira" (Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas/tak terkira)
  • La: "Lir handaya paseban jati" (Mengalirkan hidup semata pada tuntunan Ilahi)
  • Pa: "Papan kang tanpa kiblat" (Hakekat Allah yang ada di segala arah)
  • Dha: "Dhuwur wekasane endek wiwitane" (Untuk bisa sampai di atas tentu dimulai dari dasar)
  • Ja: "Jumbuhing kawula lan Gusti" (Selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya)
  • Ya: "Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi" (Yakin atas titah/kodrat Ilahi)
  • Nya: "Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki" (Memahami dengan benar kodrat kehidupan)
  • Ma: "Madep mantep manembah mring Ilahi" (Yakin/mantap dalam menyembah Ilahi)
  • Ga: "Guru sejati sing muruki" (Belajar pada guru nurani)
  • Ba: "Bayu sejati kang andalani" (Menyelaraskan diri pada gerak alam)
  • Tha: "Tukul saka niat" (Sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan)
  • Nga: "Ngracut busananing manungso" (Melepaskan egoisme pribadi manusia).

Secara keseluruhan, aksara Hanacaraka memiliki nilai filosofi bagi masyarakat Jawa, antara lain: (1) Menjaga amanat yang diberikan, (2) Berani berkorban, (3) Jangan bersikap sewenang-wenang, jika memiliki kedudukan.

MODEL DIALEKTIKA HANACARAKA PADA AUDITING PERPAJAKAN

Dalam dunia auditing perpajakan, penggunaan model dialektika Hanacaraka menawarkan pendekatan yang holistik dan bersepadu. Model ini menggabungkan nilai-nilai spiritualitas, kesadaran akan kodrat Tuhan, pertimbangan yang seimbang, dan kesadaran akan kekurangan manusia. Berikut adalah rangkuman dan analisis model dialektika Hanacaraka dalam konteks auditing perpajakan:

Ha Na Ca Ra Ka: Adanya Utusan Tuhan Konsep ini menekankan pentingnya kejujuran, integritas, dan tanggung jawab moral dalam melakukan audit perpajakan. Auditor diharapkan untuk menjalankan tugas mereka dengan penuh kesadaran akan amanah yang diberikan Tuhan.

Da Ta Sa Wa La: Kodrat Tuhan yang Tidak Bisa Diingkari Auditor perpajakan diingatkan untuk menerima bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam proses audit merupakan bagian dari keputusan Tuhan. Keterbatasan manusia dan pemahaman yang terbatas menekankan pentingnya ketelitian dan kesadaran dalam menjalankan tugas audit.

Pa Dha Ja Ya Nya: Pertimbangan dan Berpasangan Model ini menekankan pentingnya pertimbangan yang cermat dan keseimbangan dalam melakukan audit perpajakan. Auditor perpajakan harus mempertimbangkan semua faktor yang relevan dan menjalankan tindakan mereka sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku.

Ma Ga Ba Tha Nga: Manusia yang Memiliki Kekurangan Auditor perpajakan diingatkan akan keterbatasan dan kekurangan manusia. Kesadaran akan hal ini menjadi dorongan untuk terus belajar, memperbaiki diri, dan meningkatkan kualitas audit perpajakan.

Dalam praktik audit perpajakan berdasarkan model Hanacaraka, auditor mengadopsi pendekatan yang holistik dan bersepadu dengan mengintegrasikan nilai-nilai spiritualitas dalam setiap langkah audit mereka. Mereka tidak hanya melihat audit sebagai tugas profesional, tetapi juga sebagai panggilan moral yang harus dijalankan dengan penuh kesadaran akan amanah yang diberikan Tuhan.

Dengan kesadaran akan kodrat Tuhan, auditor memahami bahwa hasil audit merupakan bagian dari keputusan-Nya. Hal ini mendorong mereka untuk tetap rendah hati, berhati-hati, dan teliti dalam setiap langkah audit, karena mereka percaya bahwa setiap tindakan yang mereka lakukan adalah bagian dari rencana Tuhan yang lebih besar.

Pertimbangan yang seimbang menjadi prinsip utama dalam model ini. Auditor mempertimbangkan semua faktor yang relevan dengan cermat dan menjalankan tindakan mereka dengan keseimbangan antara kepatuhan pada aturan dan norma yang berlaku serta kebutuhan untuk memberikan pelayanan yang adil kepada klien. Mereka berusaha untuk tidak hanya menjalankan audit dengan benar secara teknis, tetapi juga dengan keadilan dan empati terhadap kebutuhan klien.

Kesadaran akan kekurangan manusia menjadi pendorong bagi auditor untuk terus belajar, mengembangkan diri, dan meningkatkan kualitas audit mereka. Mereka tidak hanya menerima keterbatasan dan kekurangan pribadi mereka, tetapi juga menyadari bahwa setiap orang memiliki keterbatasan yang harus diakui dan diperbaiki.

Secara keseluruhan, model Hanacaraka memberikan panduan yang kuat bagi auditor perpajakan untuk menjalankan tugas mereka dengan integritas, kehati-hatian, keadilan, dan kesadaran akan kodrat Tuhan. Model ini tidak hanya mengarah pada praktik audit yang lebih baik, tetapi juga pada pembentukan karakter dan integritas pribadi yang kuat dalam diri auditor.

Penerapan praktis model dialektika Hanacaraka dalam auditing perpajakan dapat dilakukan dalam beberapa tahapan dan aspek. Berikut adalah contoh penerapan praktisnya:

Penyusunan Prosedur Audit: Auditor perpajakan dapat menggunakan konsep Ha Na Ca Ra Ka (Adanya Utusan Tuhan) untuk membangun prosedur audit yang berbasis pada integritas dan kejujuran. Mereka dapat mempertimbangkan nilai-nilai moral dalam setiap langkah audit yang mereka lakukan, seperti memastikan kejujuran dalam pengumpulan data dan pelaporan hasil audit.

Analisis Risiko dan Kepatuhan: Dalam menganalisis risiko dan kepatuhan, auditor perpajakan dapat menggunakan konsep Da Ta Sa Wa La (Kodrat Tuhan yang Tidak Bisa Diingkari). Mereka dapat memahami bahwa setiap hasil audit adalah bagian dari keputusan Tuhan, sehingga mereka perlu menganalisis dengan hati-hati potensi risiko dan kepatuhan dalam konteks tersebut.

Rekomendasi Perbaikan: Ketika memberikan rekomendasi perbaikan, auditor perpajakan dapat menggunakan konsep Pa Dha Ja Ya Nya (Pertimbangan dan Berpasangan). Mereka dapat mempertimbangkan dengan cermat semua faktor yang relevan dan memberikan rekomendasi yang seimbang dan bermanfaat bagi klien mereka.

Peningkatan Kualitas Audit: Auditor perpajakan juga dapat menggunakan konsep Ma Ga Ba Tha Nga (Manusia yang Memiliki Kekurangan) untuk terus meningkatkan kualitas audit mereka. Mereka dapat melihat setiap kekurangan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang, sehingga meningkatkan kualitas audit secara keseluruhan.

PERBANDINGAN ANTARA DIALEKTIKA HEGELIAN DAN HANACARAKA

Dialektika Hegelian dan Hanacaraka adalah dua pendekatan yang berbeda dalam melakukan audit perpajakan. Dialektika Hegelian menekankan logika dialektis untuk memahami kontradiksi dalam sistem perpajakan dan mencari solusi yang lebih baik, sementara Dialektika Hanacaraka lebih fokus pada simbol-simbol dan makna filosofis dalam bahasa Jawa kuno untuk menganalisis aspek-aspek audit perpajakan.

Dalam Dialektika Hegelian, auditor memeriksa kontradiksi antara kebijakan perpajakan dan praktik pelaksanaannya. Mereka menggunakan logika dialektis untuk memahami perubahan yang diperlukan dalam sistem perpajakan dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan. Pendekatan ini sangat berguna dalam mengidentifikasi kelemahan sistem perpajakan dan menyusun strategi perbaikan yang konkret.

Di sisi lain, Dialektika Hanacaraka lebih menekankan pada aspek spiritual dan filosofis dalam audit perpajakan. Auditor menggunakan simbol-simbol Hanacaraka untuk menganalisis hubungan antara pajak dan masyarakat secara lebih dalam. Pendekatan ini dapat memberikan wawasan yang unik tentang bagaimana sistem perpajakan mempengaruhi budaya dan nilai-nilai lokal.

POTENSI TANTANGAN DALAM PENERAPAN

Dialektika Hegelian adalah pendekatan yang bersifat filosofis dan konseptual. Model ini mengikuti prinsip-prinsip filosofis Hegelian yang melibatkan konsep-konsep seperti thesis, antithesis, dan synthesis. Dalam konteks audit perpajakan, pendekatan ini mendorong auditor untuk melihat entitas perpajakan sebagai bagian dari proses evolusi yang terus berubah, di mana kontradiksi dan perubahan adalah bagian alami dari perjalanan tersebut. Pendekatan ini memungkinkan auditor untuk melihat lebih dari sekadar fakta-fakta permukaan dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang situasi perpajakan entitas.

Keuntungan dari pendekatan Dialektika Hegelian adalah kemampuannya untuk memungkinkan auditor melihat hubungan yang kompleks antara berbagai faktor dalam konteks perpajakan. Ini juga dapat membantu auditor untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang proses perubahan dan evolusi entitas perpajakan, yang dapat bermanfaat dalam mengidentifikasi risiko dan peluang perpajakan.

Namun, pendekatan ini juga memiliki kelemahan, seperti kemungkinan interpretasi yang beragam dan subjektif terhadap konsep-konsep filosofis Hegelian. Auditor yang kurang terlatih atau tidak familiar dengan konsep ini mungkin mengalami kesulitan dalam menerapkan pendekatan ini dengan konsisten.

Di sisi lain, Hanacaraka adalah pendekatan yang lebih praktis dan konkret. Model ini lebih berfokus pada aplikasi konsep-konsep filosofis yang lebih sederhana dan langsung dalam konteks audit perpajakan. Pendekatan ini mungkin lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh auditor yang tidak memiliki latar belakang filosofis yang kuat.

Keuntungan dari pendekatan Hanacaraka adalah sifatnya yang lebih langsung dan praktis, yang dapat membantu auditor untuk dengan cepat mengidentifikasi masalah dan solusi dalam konteks perpajakan. Pendekatan ini juga dapat membantu meningkatkan efisiensi audit perpajakan dengan menyederhanakan proses analisis.

Namun, pendekatan ini juga memiliki kelemahan, seperti kemungkinan kehilangan nuansa dan kompleksitas yang terkandung dalam situasi perpajakan. Auditor yang menggunakan pendekatan ini mungkin tidak selalu dapat melihat gambaran besar dan hubungan yang lebih kompleks antara berbagai faktor dalam audit perpajakan.

Dalam penerapan kedua model ini, auditor perlu mempertimbangkan konteks dan kompleksitas situasi perpajakan yang sedang dihadapi untuk memutuskan pendekatan yang paling sesuai. Kombinasi atau integrasi kedua pendekatan ini juga dapat menjadi strategi yang efektif dalam mengatasi tantangan dan memaksimalkan manfaat dari masing-masing model.

KESIMPULAN

Pemilihan model audit yang tepat dalam proses auditing perpajakan sangat penting karena dapat memberikan keuntungan yang signifikan bagi perusahaan maupun instansi pemerintah. Dalam hal ini, baik Dialektika Hegelian maupun Hanacaraka memiliki peran penting dalam meningkatkan efektivitas dan efisiensi audit perpajakan.

Model audit yang tepat dapat membantu auditor dalam mengidentifikasi potensi risiko perpajakan, mengevaluasi kepatuhan perusahaan terhadap regulasi perpajakan yang berlaku, serta menemukan peluang untuk melakukan perbaikan dan optimalisasi dalam manajemen perpajakan. Dengan demikian, pemilihan model audit yang tepat dapat membantu perusahaan atau instansi pemerintah dalam menghindari potensi sengketa perpajakan, meningkatkan kepatuhan perpajakan, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

Model dialektika Hegelian menekankan evolusi proses sejarah dan pengembangan pendekatan audit yang terus berubah untuk mengatasi tantangan dan konflik dalam perpajakan. Metode audit tradisional (tesis) memiliki keterbatasan dan tantangan (antitesis) yang dapat diatasi melalui pengembangan pendekatan yang terintegrasi (sintesis), dengan menggabungkan elemen-elemen dari metode tradisional dengan inovasi teknologi dan kolaborasi internasional.

Sementara itu, model dialektika Hanacaraka menyoroti pentingnya nilai-nilai spiritualitas, kesadaran akan kodrat Tuhan, pertimbangan yang seimbang, dan kesadaran akan kekurangan manusia dalam praktik auditing perpajakan. Setiap aksara dalam aksara Hanacaraka memiliki makna filosofis yang mendalam, yang dapat diterapkan dalam melakukan audit perpajakan dengan integritas, kesadaran akan kebenaran yang lebih besar, dan penilaian yang cermat.

Dengan memahami dan menerapkan kedua model ini dengan tepat, auditor dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kualitas dan transparansi dalam pengelolaan perpajakan, sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan perusahaan maupun instansi pemerintah dalam jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyani, T., & Rizki, D. (2020). Memahami Pemikiran Dialektika Hegel, Filsuf Asal Jerman. Diakses dari yoursaysuara.com.

Mure, G. R. G. (1940). An introduction to Hegel (p. 61). Oxford: Clarendon Press.

Zizek, S., & iek, S. (2012). Less than nothing: Hegel and the shadow of dialectical materialism. Verso Books.

Susilo, C. D. I., & Indira, D. (2021, August). FILOSOFI HANACARAKA BAHASA JAWA: SUATU KAJIAN ETNOLINGUISTIK. Paper presented at the Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia Makassar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun