Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Siber Asia || Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group || Jika berkenan, mampirlah di blog saya Tafenpah.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belis Nona Sumba Timur Itu Mahal Nak!

19 Mei 2021   18:10 Diperbarui: 19 Mei 2021   20:00 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belis nona Sumba Timur itu mahal nak. Ilustrasi foto oleh Santi sahabat penulis.

Pulau Sumba selain indah dan menawan hati, juga menyimpan tradisi kebudayaan seputar belis nona Sumba Timur yang dikenal mahal oleh semua orang.  Yuk, ikutin kisah perbincangan aku dengan salah satu nona Sumba Timur dalam episode kali ini.

Sobat, ketika matahari kembali kepada Sang Khalik di tengah samudera lautan, aku duduk termenung, sembari mencari objek untuk dijadikan sebagai bahan perbincangan.

Mata aku bertautan erat dengan bejibun nomor WhatsApp di ponselku. Dan mataku bertautan erat dengan salah satu nomor ponsel milik mahasiswi asal Sumba. Sebut saja namanya Santi. Santi saat ini adalah bagian relawan Swab di salah satu stasiun Televisi Swasta negera tercinta ini.

Perkenalan aku dan Santi sudah terjalin beberapa bulan yang lalu. Di mana saat itu, aku menajamkan mataku di channel You Tobe, seketika muncullah sosok mahasiswi inspiratif ini.

Tanpa menunda waktu, saya langsung menghubungi Santi untuk mencari tahu apa saja yang diraihnya dari kampusnya.

Setelah bercerita panjang kali lebar, kali tinggi, kami mulai akrab dan aku pun menuliskan kisah inspiratifnya di blog aku. Dan hingga kini, artikel itu pembacanya sudah hampir 1000-an orang. Puji Tuhan.

Anyway, kembali lagi kepada laptop. Kata Profesor zaman aku kuliah, meskipun drop out juga hihihihi.

Dalam hati, kira-kira pertanyaan apa yang nantinya aku tanyakan kepada Santi? Seberkas rembulan malam mulai menghiasi malam penantian, aku memberanikan diri untuk bertanya kepada Santi, terutama seputar belis orang Sumba Timur.

Ya, karena Santi berasal dari Sumba Timur, tepatnya di Lewa. "Santi, kira-kira, belis perempuan Sumba itu gimana sih?

Dari ujung seberang, Santi mengirimkan pesan emoji (tertawa). Sembari ia berusaha untuk memberikan secuil pemahaman seputar pernikahan budaya Sumba.

"Fred, jika kamu tertarik dengan perempuan Sumba, ya kamu harus siap belis dong." Kata Santi.

"Ya, mahal ngak sih? Tanyaku

"Sebelum mengambil nona (perempuan) Sumba Timur, kita akan bersentuhan dengan kebudayaan setempat. Di mana, kita harus menjalani upacara adat-istiadat. Laki-laki harus membawa Kuda ataupun Kerbau." Terang Santi.

"Alamah, hatiku seketika disetrum aliran listrik.

Apakah dengan persyaratan belis seperti itu, pihak laki-laki bisa bawa keluar perempuan Sumba ngak?

"Tergantung Fred.

"Maksudnya bagaimana Santi?

"Ya, misalkan kamu sudah lunasin belis kepada orangtua dari si perempuan Sumba Timur, otomatis kamu berhak membawa pulang perempuan Sumba kepada keluarga kamu.

Sembari menyeduh secangkir kopi dan melepas kepergian senja, saya pun kembali melontarkan pertanyaan kepada Santi. Layaknya para filsuf yang masih penasaran akan belis perempuan Sumba Timur.

" Jika dari pihak laki-laki tidak mampu membayar tuntas belis kepada pihak orangtua, apakah sepasang sejoli bisa menjalani pernikahan lari ngak?

"Tidak boleh! Karena budaya Sumba Timur tidak mengizinkan pernikahan lari, seperti yang banyak generasi milinela jalani saat ini di kota metropolitan. Ya, jika si perempuan mau, tidka ada yang melarang. Tapi, perbuatan demikian sama saja tidak menghargai budaya, terutama orangtua dari pihak perempuan."

Aku pun masih mengikuti alur penjelasan dari Santi seputar belis perempuan Sumba Timur. Dan aku kembali melepaskan pertanyaan kepada Santi.

" Hmmm, santi kira-kira belis kamu mahal ngak sih? Sembari kami melepaskan canda tawa yang diwakili oleh pesan emoji dan pesan suara. Dan ingat ini bukan bagian dari modus dari lelaki ya. Melainkan teknik ini adalah bagian dari wawancara yang diajarkan oleh Kang Pepih Nugraha, ketika aku masih mengikuti kursus Jurnalistik di Arkademi.

" Kalau belis aku menyesuaikan dengan belis ibuku. Jawab Santi.

"Kira-kira mahal ngak ya? Hehehe

"Mahal dong Fred. Karena ibuku juga belisnya mahal.

"Ya, ampun nona Sumba.

"Apakah belis perempuan Sumba bisa juga dihitung berdasarkan latar belakang pendidikan ngak?

"Wah, Fred, itu mah akan lenbih malah. Jika perempuan adalah seorang Pegawai Negeri Sipil.

Santi sedang bersantai ria.Ilustrasi foto oleh Santi
Santi sedang bersantai ria.Ilustrasi foto oleh Santi


Sejenak aku masih mencari cela untuk kembali merajut perbicangan antara aku dan Santi dalam potretan perempuan Sumba di bawah bayang-bayang belis.


Apa relevansi belis perempuan Sumba Timur bagi pembaca?

Tentu potretan belis perempuan Sumba Timur akan selalu relevan, sejauh adanya kehidupan. Karena kita tidak pernah tahu, entah dari mana tambatan hati kita ke depan?

Cinta itu adalah buta. Ke mana dia membawa kita, di situlah kita berhak mematenkan dermaga bahtera rumah tangga bersama orang yang kita cinta. Jika berkaca dari ajaran kepercayaanku, kita tidak pernah tahu, tulang rusuk kita berasal dari mana? Budaya apa? Bangsa mana? Dan dari status atau latar belakang keluarga yang seperti apa?

Cinta itu mengalir seperti air.  Untuk itu, sebelum berpikir untuk mencari jodoh, kita harus memiliki jiwa literasi kebudayaan. Tujuannya adalah kita jangan salah kaprah dengan kebudayaan dari pasangan kita.

Terakhir, wahai sobat, belis perempuan Sumba Timur itu mahal loh. Jangan kamu coba-coba untuk bermain api dengan perempuan Sumba, bila tak mau apinya menyasar kembali ke dalam jantung hatimu.


Salam Bhinek Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun