Mohon tunggu...
Fransiskus Xaverius Dato
Fransiskus Xaverius Dato Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

bermain musik, mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Melukis Harmoni di Kanvas Keberagaman

16 November 2024   09:59 Diperbarui: 16 November 2024   10:07 2789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Folder gambar Ekskursi 2024/dok. pri

Bersahabatlah dengan perbedaan, karena di sanalah kehidupan menemukan warnanya.
--- Gus Dur

Pagi yang dingin di Cihampelas, Bandung Barat, menyambut kami dengan nuansa yang begitu berbeda. Udara segar menyusup perlahan di sela-sela bangunan Pesantren Darul Falah, tempat kami menghabiskan beberapa hari dalam kegiatan ekskursi. Dalam suasana yang sarat akan kesederhanaan, kami, para siswa Kolese Kanisius, disambut dengan senyum ramah para santri yang sudah terbiasa dengan rutinitas pesantren.

Pesantren Darul Falah adalah tempat di mana cerita-cerita sederhana berubah menjadi pelajaran yang mendalam. Di sini, setiap momen yang kami alami menjadi lebih dari sekadar pengalaman; ia menjelma menjadi pelajaran hidup tentang persahabatan, toleransi, dan keberagaman.

Harmoni dalam Keberagaman

Pagi hari pertama ekskursi dimulai dengan pengalaman baru: mengikuti pengajian subuh bersama para santri. Duduk di lantai beralas tikar, kami mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Meski beberapa dari kami berbeda keyakinan, keheningan dan kekhusyukan itu membuat kami merasa menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.

"Keberagaman itu seperti sebuah taman bunga," kata salah seorang santri, sambil menatap kami. "Setiap bunga memiliki warna dan bentuk yang berbeda, tapi keindahannya terlihat justru ketika semuanya bersama." Kalimat sederhana itu mengingatkan kami bahwa harmoni sejati hanya bisa tercipta ketika kita menghargai perbedaan.

Narasi Kehidupan Pesantren

Hari-hari di Pesantren Darul Falah penuh dengan aktivitas yang mempertemukan kami dengan rutinitas para santri. Pagi hingga malam, mereka menjalani hari dengan belajar, mengaji, dan bekerja sama menjaga kebersihan lingkungan pesantren.

"Di sini kami tidak hanya belajar agama," ujar Ustaz Saifullah, salah satu pengajar di pesantren. "Kami juga belajar tentang kehidupan: bagaimana bersikap kepada sesama manusia, bagaimana bekerja keras, dan bagaimana mensyukuri apa yang ada."

Rutinitas itu, yang awalnya terasa asing bagi kami, perlahan menjadi sesuatu yang kami nikmati. Mengikuti kegiatan belajar bersama, makan dalam kebersamaan, hingga memainkan permainan tradisional di sore hari memberikan pengalaman yang begitu membekas.

Namun, di balik keceriaan tersebut, ada juga rasa hormat yang lahir dari memahami perjuangan para santri. Di balik senyum mereka, ada usaha keras untuk menghafal kitab suci, menyeimbangkan tugas belajar, dan membantu kegiatan sehari-hari pesantren. Keikhlasan mereka mengajarkan kami bahwa kesederhanaan tidak pernah menjadi hambatan untuk meraih mimpi.

Menemukan Titik Temu

Dalam tiga hari singkat itu, kami menyadari bahwa perjumpaan ini lebih dari sekadar pengalaman fisik; ini adalah perjalanan hati. Kami belajar bahwa toleransi bukan hanya soal menghormati perbedaan, tetapi juga tentang membangun hubungan yang saling memperkaya.

Sebagaimana yang ditulis oleh antropolog Clifford Geertz:
"Peradaban manusia tidak akan mungkin berkembang tanpa keanekaragaman."
Kehidupan di Pesantren Darul Falah menjadi miniatur kecil Indonesia---tempat di mana perbedaan melebur menjadi satu kesatuan yang harmonis.

Miniatur ini semakin terasa ketika kami melakukan kegiatan bersama seperti olahraga dan permainan tradisional. Dalam momen-momen sederhana itu, kami tertawa bersama, saling mendukung, dan tanpa sadar membangun persahabatan yang melampaui sekat-sekat identitas.

Memetik Hikmah

Pengalaman ini menjadi pengingat betapa pentingnya ruang-ruang perjumpaan dalam membangun bangsa. Tanpa interaksi langsung, prasangka sering kali tumbuh subur. Sebaliknya, dengan bertemu dan berdialog, kita dapat memahami bahwa perbedaan bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk belajar dan berkembang.

Salah satu kegiatan yang paling membekas adalah sesi berbagi cerita. Dalam lingkaran kecil, kami mendengar cerita hidup dari para santri---bagaimana mereka menempuh perjalanan jauh untuk menimba ilmu, meninggalkan keluarga demi mendapatkan pendidikan yang lebih baik. Cerita-cerita ini membuka mata kami bahwa pendidikan adalah perjuangan, bukan sesuatu yang bisa diterima begitu saja.

Sebagaimana para santri mengajarkan kami tentang makna hidup sederhana dan penuh rasa syukur, kami pun berbagi cerita tentang kehidupan kota yang serba cepat. Di tengah tawa dan canda, kami menyadari bahwa meski latar belakang kami berbeda, nilai-nilai kemanusiaan tetap menjadi pengikat yang kuat.

Masa Depan Ada di Tangan Kita

Ekskursi ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menyiapkan generasi muda untuk hidup dalam dunia yang semakin beragam. Di tengah derasnya arus teknologi yang sering memisahkan kita secara emosional, perjumpaan fisik menjadi penyeimbang yang penting.

Melalui kegiatan seperti ini, kami belajar bahwa toleransi tidak cukup hanya diajarkan melalui teori di dalam kelas. Toleransi harus dirasakan dan dijalani, seperti bagaimana kami merasakan kehangatan dalam keberagaman di pesantren ini.

Di akhir kegiatan, kami melambaikan tangan kepada para santri dengan rasa haru. Perpisahan itu terasa berat, tetapi kenangan yang kami bawa pulang akan selalu menjadi pengingat bahwa harmoni dalam keberagaman adalah sesuatu yang harus terus diperjuangkan.

Sebagaimana Pancasila menjadi dasar negara kita, keberagaman adalah kekuatan yang harus dijaga dan dirawat. Dan di Pesantren Darul Falah, kami belajar bahwa persahabatan yang dibangun dalam keberagaman adalah salah satu cara terbaik untuk menjaga persatuan bangsa.

Akhir

Ekskursi ke Pesantren Darul Falah bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan batin. Melalui pengalaman ini, kami belajar bahwa keberagaman bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi dirangkul. Dalam keberagaman, kita menemukan kekuatan untuk bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik.

Seperti yang pernah diucapkan oleh Nelson Mandela:
"Jika Anda berbicara kepada seseorang dalam bahasa yang ia pahami, itu masuk ke kepalanya. Jika Anda berbicara dalam bahasa hatinya, itu masuk ke dalam jiwanya."

Dan di sini, kami belajar berbicara dalam bahasa hati---bahasa universal kemanusiaan. Dengan hati yang terbuka, kami melukis harmoni di kanvas keberagaman, menciptakan sebuah cerita yang akan kami kenang sepanjang hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun