Ia memaksaku untuk makan padahal perut ini belum terasa lapar.
Apalagi kulihat hanya ada nasi dan garam serta kecap.
Lalu aku mengambil nasi yang masih mengepul itu, dan kuambil sendiri cabe dan ku buat menjadi sambel ala-ala, dan nikmatnya kurasa.
Dan kulihat ibuku sedih di ujung kamar sengaja tak mau melihatku makan, aku sih cuek saja yang penting aku makan.
Saat kutulis inilah aku menangis, mungkin saja saat itu sudah tak ada rupiah baginya untuk membelikan kami daging, atau ikan atau sayur,
Yah mungkin saat itu ia tak sanggup lagi berhutang agar kami bisa makan, karena takut dan malu saat ditagih si pemilik uang yang terkadang sadis, padahal jika mereka ada uang tidak pernah menunda sedikitpun membayar hutangnya.
Ku teringat pula, saat papaku pulang, aku berbahagia sekali minta digendongnya. Ia begitu gembira, dan setelah dibukakan baju oleh mamaku, kulihat papaku berguling-guling di lantai. Kakinya tiba-tiba sakit yang luar biasa.
Setelah dewasa baru kutahu namanya varises, di mana jika kumat, kulihat seperti ada makhluk hidup yang berjalan di dalam kulit kaki papaku...
Kini saat papa dan mama tiada,
Kasih sayang mereka sungguh terasa dekat di hati dan terus mengetuk hatiku yang terdalam.
Mereka begitu bersemangat dan bangga ketika aku berhasil dalam pelajaran. Kutahu mereka bahagia sehingga memaksakan diri membelikanku buku-buku yang mahal untuk belajarku,