Tapi si Samaria kebalikannya. Walaupun tidak kenal tapi ia tahu bahwa si Yahudi yang menganggap mereka musuh adalah manusia yang perlu ditolong. Ya di tolong saja, bahkan setelah di rawat , ia juga menyewakan tempat tinggal sementara sambil minta di rawat. Nanti kalau sudah sembuh, silahkan pulang, dan lupakan. Untuk biaya biar menagih ke saya. Seperti itu konsep yang ada dalam diri si Samaria.
BAGAIMANA DENGAN REALITAS SEKARANG?
Â
Dunia sekarang harus belajar dari orang Samaria tadi, menolong tanpa perlu di lihat atau mengharapkan balasan. Membantu tidak perlu melihat latar belakang identitas orang lain.
Dalam hidup kenegaraan dan kebangsaan, seharusnya pemimpin publik tidak perlu dilihat latar belakang identitas calonnya. Yang perlu dilihat adalah kemampuannya memimpin, prestasinya, dan kejujuran atau ketulusannya.
Teladan salah satu sekolah Katolik di Flores yang memiliki Ketua OSIS dari Muslim. Ketua Panitia Lomba Paduan Suara Katolik di Kupang NTT tahun 2022 dari Mantan Ketua MUI NTT, dan Wali Kota Solo dari Katolik adalah beberapa contoh bahwa pemimpin dipilih dari prestasi bukan dari identitas keagamaan seseorang.
Jauhkan Indonesia dari Politik Identitas!
====
Praya, 06 November 2022
Salam damai sejahtera dari Pulau jalan Lurus -- Lombok
Pesan Sehat, Sukses dan Bahagia dari Opa Sisco