Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengulik Peran "Beduruk" dalam Membangun Persekutuan Umat

23 Oktober 2020   15:59 Diperbarui: 27 Oktober 2020   04:45 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga sedang beduruk nugal (menanam padi). Dokumentasi pribadi.

Persekutuan merupakan unsur yang sangat penting bagi keberlangsungan hidup sebuah komunitas. Dengan adanya persekutuan antar anggota, maka sebuah komunitas akan menjadi hidup, dinamis dan kokoh. Demikian juga sebaliknya, tiadanya persekutuan akan membuat sebuah komunitas secara perlahan-lahan menuju kepada kehancuran.

Arti penting persekutuan bagi hidup bersama disadari betul oleh masyarakat adat suku Dayak Desa. Terlebih lagi dalam konteks hidup mereka sebagai peladang, adanya persekutuan akan membuat pekerjaan menjadi lebih ringan.

Dalam suku Dayak Desa, persekutuan ini hadir dalam salah satu tradisi yang masih lestari hingga hari ini. Yakni, tradisi Beduruk.

Untuk sekedar mengingatkan, beduruk merupakan kerja gotong royong sekelompok warga dalam mengerjakan ladang. Mengapa tradisi ini muncul, bagaimana pelaksanaannya dan apa fungsinya, silakan baca di sini

Sebagai sebuah kegiatan komunal, tradisi ini memang menampilkan nilai-nilai esensial yang sangat penting untuk menunjang keberlangsungan hidup sebuah komunitas. Nilai-nilai seperti solidaritas, kesetiakawanan, pelayanan, pengorbanan, tanggung jawab, penghargaan terhadap sesama, dan seterusnya, semua dijumpai di dalam beduruk.

Dengan hadirnya nilai-nilai tersebut, penulis berani mengatakan, bahwa tradisi beduruk telah, sedang dan akan tetap selalu memainkan peran yang sangat penting bagi komunitas adat Dayak Desa dalam upaya  mereka bertahan hidup di era modern ini. 

Era di mana semangat gotong royong semakin digerus oleh individualisme dan pada saat mana hampir segala pekerjaan dinilai dengan uang. Peran beduruk dalam meneguhkan persekutuan antar anggota komunitas adat Dayak Desa memang tak diragukan lagi. 

Namun sejak tradisi ini hidup di tengah komunitas yang para anggotanya adalah juga warga gereja, menarik untuk mengulik perannnya dalam membangun persekutuan antar umat beriman.

Mendengar kata umat tentu kita sudah bisa meraba-raba kalau tulisan ini akan berbicara dalam konteks agama tertentu. Ya. Tulisan ini secara khusus ingin menempatkan sumbangan beduruk dalam konteks keikutsertaan umat dalam karya kerasulan Gereja Katolik

Tentu saja tidak menutup kemungkinan bagi saudara-saudari yang berasal dari agama lain menimba inspirasi dari tulisan ini, jika memang dirasa berguna bagi kemaslahatan umat. Karena saya yakin, dalam agama kita masing-masing, ada banyak tradisi dan budaya yang dapat dijadikan sarana dalam mengkontekstualisasikan ajaran iman kita.

Saya tertarik untuk mengulik peran dari beduruk karena memang di dalamnya ditemukan banyak sekali nilai-nilai yang berguna dalam membangun persekutuan umat sebagaimana ditekankan oleh Gereja Katolik. Secara khusus berkaitan dengan partisipasi umat dalam hidup menggereja.

Semangat Persekutuan dalam Beduruk

Sebagai sebuah bentuk gotong royong, tradisi ini menampakkan dengan benderang semangat kebersamaan dan kekeluargaan. Bekerja dalam semangat kebersamaan dan kekeluargaan membuat setiap anggota akan saling menghargai keberadaan, peran dan fungsi satu sama lain.

Dalam sikap saling menghargai ini, warga disadarkan akan betapa pentingnya kehadiran orang lain dalam hidup mereka. Kehadiran orang lain itu mendatangkan banyak berkat serta kemudahan dalam hidup bersama. 

Namun bagi komunitas adat Dayak Desa, orang lain tak pernah dipandang atau diperlakukan sebagai alat/mesin. Atau bahkan sebagai budak. Sebaliknya, orang lain selalu dipandang dan diperlakukan sebagai pribadi yang unik yang diciptakan menurut gambar dan citra Allah.

Kesadaran akan berharganya orang lain menghantar pada sikap solidaritas terhadap sesama, terlebih yang kecil dan lemah. Solidaritas dalam beduruk ditunjukkan lewat ketulusan membantu salah satu anggota yang ladangnya masih banyak memerlukan pengerjaan. Kesediaan untuk membantu ini semata-mata digerakkan oleh kasih dan rasa kekeluargaan, tanpa mengharapkan gaji.

Kesamaan harkat dan martabat sebagai manusia menempatkan peran kaum perempuan sama pentingnya dengan kaum laki-laki dalam proses pengerjaan ladang.

Harkat dan martabat kaum perempuan sangat ditunjung tinggi. Tak pernah sekalipun mereka dipandang sebagai kaum kelas dua. Atau kaum lemah, yang tak mampu berbuat apa-apa.

Mengapa Persekutuan itu Penting?

Gereja, dengan huruf "G" besar, itu diartikan sebagai persekutuan Umat Allah. Sebagai umat Allah, Gereja pertama-tama memahami diri sebagai sebuah persaudaraan yang setara, sama-sama diselamatkan dan dipanggil oleh  Allah. Yang mau ditekankan di sini adalah aspek kesamaan, kesatuan semua anggota Gereja.

Namun aspek kesamaan dan kesatuan ini pernah mengalami masa-masa suram dalam sejarah gereja Katolik. Khususnya, masa-masa sebelum Konsili Vatikan II. Saya katakan suram karena masa-masa ini Gereja sangat berciri hierarkis-institusional. 

Dengan ciri ini, dinamika perkembangan Gereja seakan melulu tanggung jawab dan dominasi kaum tertahbis (hierarki). Umat beriman atau kaum awam hanya dilihat sebagai "pembantu" bagi hierarki dalam menyebarluaskan Kerajaan Allah.

Peran hierarki memang tetap penting dalam Gereja. Namun imamat mereka adalah imamat ministerial, bukan lebih pada imamat jabatan. Penekanan lebih pada aspek pelayanan, bukan pada kekuasaan. Pada segi pemberian diri, bukan pada dominasi.

Gereja Katolik, melalui Konsili ekumenis Vatikan II (1962-1965), membawa pembaharuan (aggiornamento) bagi wajah Gereja. Pembaharuan ini berangkat salah satunya dari terabaikannya peran dan partisipasi umat beriman dalam karya kerasulan Gereja yang disebabkan oleh dominasi kaum tertahbis. Gereja sebagai persekutuan (communio), kemudian, menjadi tema sentral yang diusung oleh Konsili Vatikan II.  

Dengan model Gereja sebagai communio, pertumbuhan dan perkembangan Gereja tidak lagi hanya berada pada tangan hierarki, tetapi dalam kerja sama hierarki dengan umat beriman. 

Gereja tidak lagi sepenuhnya berciri hierarkis-institusional, tetapi kolegialitas-partisipatif. Dengan mengusung konsep ini, maka umat beriman dilibatkan secara penuh dalam kehidupan menggereja.

Mengapa Partisipasi Umat sangat Ditekankan?

Penekanan pada partisipasi penuh umat beriman dalam hidup menggereja didasarkan pada paham bahwa ada rupa-rupa karunia dalam diri umat beriman. 

Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menyatakan bahwa karunia-karunia itu berasal dari Roh yang satu dan sama, dan digunakan sebagai sarana pelayanan demi perkembangan Gereja (lih. 1 Kor 12:1-11).

Konsili Vatikan II, dalam salah satu dokumennya, yakni Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) no. 33, menyatakan bahwa semua kaum awam, tanpa kecuali dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan segenap tenaga demi perkembangan Gereja serta pengudusannya terus-menerus.

Umat beriman mesti dilibatkan dalam karya kerasulan Gereja mengingat ciri khas mereka. Yakni, hidup di tengah masyarakat dan berhadapan dengan urusan-urusan duniawi. Di situlah letak panggilan hidup mereka. 

"Sesungguhnya mereka menjalankan kerasulan awam dengan kegiatan mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, pun untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil", demikian ditandaskan oleh Konsili dalam dokumennya Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actusitatem) no. 2.

Penekanan partisipasi umat beriman juga menyentuh kepada persoalan yang tak kalah penting. Yakni, peran serta kaum perempuan. Agar bisa bertumbuh dan berkembang, 

Gereja tidak boleh menepikan bahkan mereduksi peran kaum perempuan dalam kehidupan menggereja. Peran dan kehadiran mereka harus sungguh-sungguh dihargai, sehingga Gereja tidak terkesan arogan dan kaku.

Solidaritas Terhadap Kaum Kecil dan Lemah  

Hal penting lain yang ditekankan dalam Gereja sebagai communio ialah perhatian terhadap mereka yang kecil dan lemah. Berkaitan dengan hal ini, rasul Paulus dala suratnya kepada jemaat di Korintus mengatakan, "Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita" (1 Kor 12:26).

Cara hidup jemaat perdana juga mencerminkan perhatian Gereja terhadap mereka yang kecil, lemah tak berdaya dan berkekurangan. 

Dalam Kisah Para Rasul dituliskan bagaimana jemaat perdana menjadikan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan keperluan masing-masing (lih. Kis 2:41-47).

Solidaritas terhadap kaum kecil, lemah dan tak berdaya memang sudah menjadi panggilan dan perutusan terdalam dari Gereja. Sebab, Yesus Tuhan sendiri menyamakan diri-Nya dengan mereka. 

Dia pernah bersabda: "Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku" (Mat. 25:40).

***

Penekanan akan partisipasi umat bukan tanpa tantangan. Individualisme merupakan salah satu ancaman nyata dalam membangun Gereja sebagai communio. 

Globalisasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberi pengaruh yang signifikan terhadap mentalitas umat beriman baik dalam hidup bermasyarkat maupun dalam hidup menggereja.

Tradisi beduruk, yang begitu akrab dengan kehidupan umat, dapat menjadi salah satu sarana untuk membangun persekutuan sekaligus sebagai sarana untuk menyadarkan umat Allah akan pentingnya communio serta pentingnya peran mereka masing-masing dalam karya kerasulan Gereja.

Sebagai jemaat beriman semua dipanggil untuk ambil bagian dalam membangun dan bekerja di "ladang" Tuhan. Tentu sesuai dengan kemampuan masing-masing sebagaimana telah dianugerhkan kepada mereka oleh Allah Yang Mahakasih.

Salam
GN, Polandia, 23 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun