Dengan ciri ini, dinamika perkembangan Gereja seakan melulu tanggung jawab dan dominasi kaum tertahbis (hierarki). Umat beriman atau kaum awam hanya dilihat sebagai "pembantu" bagi hierarki dalam menyebarluaskan Kerajaan Allah.
Peran hierarki memang tetap penting dalam Gereja. Namun imamat mereka adalah imamat ministerial, bukan lebih pada imamat jabatan. Penekanan lebih pada aspek pelayanan, bukan pada kekuasaan. Pada segi pemberian diri, bukan pada dominasi.
Gereja Katolik, melalui Konsili ekumenis Vatikan II (1962-1965), membawa pembaharuan (aggiornamento) bagi wajah Gereja. Pembaharuan ini berangkat salah satunya dari terabaikannya peran dan partisipasi umat beriman dalam karya kerasulan Gereja yang disebabkan oleh dominasi kaum tertahbis. Gereja sebagai persekutuan (communio), kemudian, menjadi tema sentral yang diusung oleh Konsili Vatikan II. Â
Dengan model Gereja sebagai communio, pertumbuhan dan perkembangan Gereja tidak lagi hanya berada pada tangan hierarki, tetapi dalam kerja sama hierarki dengan umat beriman.Â
Gereja tidak lagi sepenuhnya berciri hierarkis-institusional, tetapi kolegialitas-partisipatif. Dengan mengusung konsep ini, maka umat beriman dilibatkan secara penuh dalam kehidupan menggereja.
Mengapa Partisipasi Umat sangat Ditekankan?
Penekanan pada partisipasi penuh umat beriman dalam hidup menggereja didasarkan pada paham bahwa ada rupa-rupa karunia dalam diri umat beriman.Â
Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Korintus menyatakan bahwa karunia-karunia itu berasal dari Roh yang satu dan sama, dan digunakan sebagai sarana pelayanan demi perkembangan Gereja (lih. 1 Kor 12:1-11).
Konsili Vatikan II, dalam salah satu dokumennya, yakni Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (Lumen Gentium) no. 33, menyatakan bahwa semua kaum awam, tanpa kecuali dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan segenap tenaga demi perkembangan Gereja serta pengudusannya terus-menerus.
Umat beriman mesti dilibatkan dalam karya kerasulan Gereja mengingat ciri khas mereka. Yakni, hidup di tengah masyarakat dan berhadapan dengan urusan-urusan duniawi. Di situlah letak panggilan hidup mereka.Â
"Sesungguhnya mereka menjalankan kerasulan awam dengan kegiatan mereka untuk mewartakan Injil dan demi penyucian sesama, pun untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat Injil", demikian ditandaskan oleh Konsili dalam dokumennya Dekrit tentang Kerasulan Awam (Apostolicam Actusitatem) no. 2.