Asal usul tasawuf memiliki banyak kelebihan dan kekurangan, baik dalam dan di luar agama Islam. Penulis berpendapat bahwa tasawuf Islam berasal dari kompilasi sumber-sumber asing yang tidak berafiliasi dengan Islam, seperti sumber Kristen, India, dan sebagainya. Penulis yang sangat bersemangat, profesor Duble, membawa tasawuf Islam dan tradisi mistik Kristen ke asal-usulnya. Dalam hal asketisme, ia bahkan mengatakan bahwa gerakan asketis terinspirasi dari idealisme Kristiani. Dia segera menarik pendapatnya karena tidak ada bukti atau argumen yang mendukungnya. Terakhir, perlu dicatat bahwa, meskipun perkembangan dan kemajuan tasawuf Islam dipengaruhi oleh budaya negara lain, itu tetap berkaitan dengan ajaran Islam itu sendiri.[1] Namun, ada banyak pendapat yang berbeda tentang bagaimana tasawuf berasal dari Islam.
Menurut teori-teori ini, tasawuf bermula dari ajaran non-islam:
- Ajaran Kristen (Nasrani)
Ajaran Kristen juga mencakup ajaran menjauhi dunia dan tinggal di biara. Sejarah Arab memang menceritakan tentang para biksu yang dipenjara di gurun Arab. Karavan-karavan kuno dipandu oleh lampu malam, tenda-tenda sederhana mereka memberikan perlindungan bagi mereka yang tersesat di malam hari, dan mereka dengan sukarela menyediakan makanan bagi para pelancong yang kelaparan. Teori ini melanjutkan dengan mengatakan bahwa para sufi Islam juga meninggalkan gaya hidup duniawi atau memilih hidup sederhana dan sendirian, yang dipengaruhi oleh gaya hidup biksu Kristen.
- Ringkasan ajaran-ajaran yang dianggap berasal dari agama Kristen:
- Pandangan negatif bahwa nabi adalah seorang miskin dan bahwa Injil dimaksudkan untuk orang miskin. Seperti yang dikatakan dalam Matius, "Berbahagialah orang yang miskin, karena kerajaan Allah adalah milikmu. Berbahagialah orang yang lapar, karena kamu akan kenyang."
- Ini adalah sikap pasrah, karena para imam telah menggunakannya sepanjang hidup mereka. Sebagaimana dikatakan dalam Alkitab, "Perhatikanlah burung-burung di langit, tetapi jangan bersedih apabila kamu menemui kesulitan." Bukankah kamu lebih mulia daripada bapak surgamu?
- Fungsi Syekh, Murhid, dan Guru: Syekh dalam ajaran sufi mirip dengan pendeta dalam agama Kristen, hanya saja pendeta memiliki otoritas untuk mengampuni dosa.
- Lajang, yang berarti tidak menikah. Dipercaya bahwa menikah menyebabkan melupakan Tuhan. Namun, bagi ulama sufi, melupakan Tuhan untuk sementara waktu adalah salah.
- Teori Filsafat
Menurut filsafat mistik Pythagoras, roh manusia adalah makhluk yang abadi dan ada di dunia sebagai makhluk asing. Menurut filsafat ini, seseorang harus meninggalkan kehidupan duniawi dan materi untuk memperoleh rohnya. Nicholson berpendapat bahwa Aristoteles memiliki pengaruh yang signifikan terhadap para filosof Muslim sejak bangsa Arab memperoleh pengetahuan pertama tentang Aristoteles dari para komentator Neoplatonis. Sistem yang mereka kenal sebelumnya adalah Porphyry dan Proclus, yang kemudian berkembang menjadi teologi Aristotelian.
Umat Islam yang tinggal di Mesir dan Asia Barat, tempat para sarjana sufi menemukan ekspresi pertama mereka, mengatakan bahwa pemikiran mistik Yunani sangat populer karena mudah ditemukan dan diterima. Zu Al-Nun Al-Misri, seorang filsuf dan ahli kimia, adalah salah satu tokoh penting. Menurut Reynolds A. Nicholson dalam pengantar lirik puisi Rumi yang terkenal tahun 1898, "In the Air," puisi tersebut belum pernah mendapat tempat di bidang yang menentang tasawuf. Oleh karena itu, Islam menciptakan tasawuf asli. Sejak awal berdirinya, agama Kristen, pemikiran kuno dari Timur, dan tentu saja banyak orang yang memusuhi Islam semuanya telah memengaruhi Islam.
- Unsur India
Mr Horton menunjukkan bahwa tasawuf berasal dari pemikiran India. Sementara itu, Hartman berkata:
- Sebagian besar generasi sufi awal bukan berasal dari arab
- Tasawuf pertama kali muncul dan menyebar di Khurasan
- Turkistan adalah pusat awal banyak agama dan budaya timur dan barat
- Umat Islam sendiri juga mengakui pengaruh India
- Unsur Persia
Penulis tertentu percaya bahwa tasawuf berasal dari Persia; penulis Turki abad ke-19 percaya bahwa sebagian besar orang Majusi berasal dari Persia utara. Bahkan beberapa tokoh tasawuf generasi pertama berasal dari orang-orang bijak.
Ini adalah beberapa teori yang dikemukakan oleh para penulis Islam yang menyukai tasawuf tentang bagaimana tasawuf berasal, dasar, dan sumbernya. Menurut Tafzani, para penulis peminat tasawuf telah berbeda dalam pendapat mereka tentang asal usul tasawuf sejak awal abad ke-19 hingga saat ini. Ia menyatakan bahwa penulis dari generasi pertama cenderung percaya bahwa tasawuf hanya bergantung pada satu sumber, sedangkan penulis dari generasi berikutnya cenderung menolak gagasan yang bergantung pada satu sumber.
- R.A. Nicholson menyatakan bahwa "penelitian modern membuktikan bahwa asal-usul tasawuf tidak bisa dibatasi hanya dengan satu alasan, karena kritikus yang jujur tidak akan bisa menerima berbagai generalisasi yang dibuat." Misalnya, orang bisa mengatakan bahwa tasawuf hanyalah hasil dari pemikiran Persia dan India, atau bahwa tasawuf adalah reaksi intelektual arya terhadap agama-agama semitis yang menaklukannya.
- Generelasasi ini, meskipun ada benarnya, pada dasarnya mengabaikan prinsip yang menyatakan bahwa untuk membangun hubungan historis antara peristiwa A dan B harus menentukan kesesuaiannya satu sama lain; tidak cukup jika tidak dilakukan pembuktian pada saat yang sama bahwa: 1) hubungan antara A dan B adalah nyata, sehingga memungkinkan adanya hubungan yang diasumsikan; dan 2) asumsi yang dibuat sama dan sesuai dengan kenyataan apa pun.
Pada kenyataannya, teori yang ditawarkan tidak konsisten atau tidak memenuhi persyaratan tersebut. Jika tasawuf hanyalah revolusi semangat Arya, bagaimana bisa kita menjelaskan bahwa sebagian besar tokoh tasawuf berasal dari Suriah dan Mesir, yang sebenarnya adalah orang Arab.
Dengan cara yang sama, mereka yang menekankan pengaruh ajaran Buddha atau Weda (kitab suci India) akan melupakan fakta penting tentang pengaruh India (Hindu dan Budha) terhadap peradaban Islam. Ini terjadi baru-baru ini, ketika ilmu Kalam, filsafat, dan ilmu pengetahuan muncul di kalangan umat Islam saat bidang kebudayaan yang ada sudah jenuh dengan kebudayaan Yunani.[2]
Ketika istilah "tasawuf" pertama kali digunakan, banyak orang yang tidak setuju. Tokoh sufi Iran Abdul Qosim Abdul Karim bin Hawazih bin Abdul Malik bin Talha bin Muhammad Al-Qusyair (376-465 H) mengatakan istilah tasawuf sudah ada sejak tahun 200 H. Namun, ajaran dasar tasawuf baru muncul pada abad ke-3 Hijriyah. Tidak ada umat Hijriyah yang disebut sebagai sufi pada abad kedua. Orang pertama yang diberi gelar sufi adalah Abu Hasyim Al-Kufi, yang meninggal tahun 150 H/761 M.
Menurut Muchlis Sholihin, Abu Hisyam, Zahid dari Syria, adalah orang pertama yang menggunakan istilah "tasawuf". Taqiyah, suatu bentuk penghematan sufi, didirikannya sebagai tarekat sufi. Oleh karena itu, menurut Dr. Mustafa Zahri, Hamka berpendapat bahwa tasawuf muncul dalam Islam bertepatan dengan lahirnya agama Islam. Namun, ada teori lain yang berpendapat bahwa tasawuf muncul bersamaan dengan lahirnya agama Islam.[3]
Teori yang kedua adalah pandangan bahwasannya lahirnya tasawuf bersamaan dengan lahirnya agama islam. Surat Al-Baqarah ayat 115 menunjukkan bahwa tasawuf berasal dari Islam sendiri :
Yang artinya :
"Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitu lah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (Rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Q.S. Al-Baqarah : 115)
Dalam ayat lain juga diterangkan :
Yang artinya :
"Telah kami ciptakan manusia dan kami mengetahui apa yang dibisikkan olehnya. Kami lebih dekat kepada manusia daripada pembuluh darah yang ada pada lehernya." (Q.S. Qaaf : 16)
Ayat serupa juga ditemukan dalam Hadits Imam Bukhari, yang diterjemahkan sebagai, "Jika seseorang mendekatiku dengan satu hasta, maka aku mendekatinya dengan satu hasta. Jika seseorang mendekatiku sambil berjalan, maka aku akan mendekatinya dengan berlari."Â
Selain kutipan di atas, para ulama sufi menggunakan banyak ayat Al-Qur'an dan Hadits lainnya sebagai landasan tasawuf mereka. Oleh karena itu, Islam lebih menonjol dalam hal tasawuf, terlepas dari pengaruh eksternal. Itu berarti tasawuf muncul bersamaan dengan dirinya sendiri.[4]Â
Sejarah Perkembangan Tasawuf Islam
- Periode I Masa Rasulullah SAW. (13 Sebelum H -- 11 H)
- Tasawuf pada zaman Nabi Muhammad SAW. merupakan sifat yang hanya terdapat pada setiap sahabat Nabi, bahkan kehidupan sebelum menjadi utusan Allah pun menjadi contohnya. Karena Nabi Muhammad SAW adalah orang pertama yang membuat kebijakan atau politik tasawuf berdasarkan Al-Quran dan Hadits, tasawuf ada pada setiap sahabatnya.
Salah satu contohnya adalah ketika Nabi berkhalwah di bulan Ramadhan, dia melakukannya di gua Hira untuk mendapatkan hidayah dari Allah SWT dan untuk membersihkan hati dan jiwa. Dia terus berkhalwah sampai malaikat Jibril a.s. datang untuk memberikan wahyu pertama dari Allah SWT.Â
Di gua Hira, ia menjauh dari kaum Quraisy yang tidak bermoral dan menyimpang dari ajaran Tuhan. Dia ingin menjalani kehidupan yang berbeda dari kaum Quraisy, dengan tujuan untuk hidup yang sempurna di akhirat. Dia memiliki keinginan untuk bertemu dengan Allah (liqa') dan meminta nasehatnya. Setelah mendapat nasehat dari malaikat Jibril, dia mulai mengajak orang untuk memperbaiki kehidupan mereka dan memiliki akhlak yang baik untuk mencapai kebahagiaan duniawi dan akhirat, yang disebut sebagai sa'atud darain.Â
Kehidupannya tetap terlihat sangat sederhana setelah diangkat menjadi utusan dan menjadi penguasa atau kepala negara Madinah. Rumah itu jarang memiliki peralatan rumah tangga, makanan lezat, dan perabotan mewah. Dalam hal makan, terutama makanan yang lezat, makanan yang Anda konsumsi setiap hari mungkin tidak tersedia untuk Anda setiap saat. Sayyidah Aisyah mengatakan bahwa Rasulullah tidak pernah makan dua kali dalam sehari dan bahwa hanya satu potong roti dapat dimakan oleh tiga orang. Ia juga dapat tidur di atas karpet sampai luka di pipinya.
Rasulullah menjalani kehidupan yang sangat sederhana sebagai pemimpin umat Islam, tetapi itulah cara hidup sufinya. Tidak peduli tentang dirinya atau keluarganya, dia menghabiskan seluruh hidupnya untuk mengabdi kepada Tuhan dan menyebarkan agama Islam kepada semua orang.Â
Ada kemungkinan bahwa haliyah dan amaliyah, khususnya amalan nabi seperti tahannust, khlawah, dan zuhud, menjadi fokus ajaran tasawuf pada masa itu.[5]
Di malam hari, dia hanya tidur sebagian kecil dan menghabiskan waktunya untuk bersujud kepada Allah dan meningkatkan dzikirnya. Tempat tidurnya terbuat dari kayu Bali biasa, dan alasnya terbuat dari daun lontar. Ia lebih suka hidup sederhana daripada hidup mewah. Teman-temannya segera meniru kehidupan ini dan terus berlanjut. Banyak sahabatnya yang sufi menjalani kehidupan yang sederhana, bahkan miskin, tetapi semangat ibadah tumbuh dalam hidup mereka.
Nabi meningkatkan aspek spiritual umat Islam. Dua kelompok muncul di Madinah dan memengaruhi umat Islam pada saat itu. Kelompok pertama adalah Anshor Qor, yang bekerja di siang hari dan berdoa di malam hari. Mereka bahkan berdiri di dekat tiang masjid untuk membaca Alquran dan menunaikan tahajud. Karena kemenangan berturut-turut umat Islam, kemakmuran dunia tidak menggoda mereka. Sebagaimana dikatakan Ibnu Mas'ud, tanda-tanda mereka jelas: mereka sujud di malam hari ketika semua orang tidur nyenyak, mereka berpuasa di siang hari ketika semua orang makan dengan baik, mereka khawatir ketika ada yang senang, mereka menangis ketika ada yang tertawa, dan mereka tenang ketika semua orang sibuk dengan urusan dunia.
- Kedua, kelompok yang dikenal sebagai asketisme kemudian berkembang menjadi Ahl-al Sufah, yang merupakan tempat penyebaran tasawuf. Istilah ini berasal dari fakta bahwa Rasulullah membangun sebuah masjid di sekitar suatu tempat (al-suffah) di Madinah untuk orang miskin dari masyarakat Islam dan para muhajirin. Karena kemiskinan, bau, dan penampilan orang-orang ini, beberapa penguasa Mekkah menolak bertemu Nabi. Rasulullah hampir setuju dengan rencana mereka, tetapi Allah mengingatkannya kemudian. Dia memperlakukan mereka dengan baik; dia tidak beranjak dari tempat duduknya kecuali mereka beranjak, dan dia tidak memberikan posisinya kecuali mereka menyerahkan posisinya; bahkan dia kadang-kadang memberikannya kepada orang yang memberi mereka makan.
- Kehidupan Abu Huraira digambarkan dalam riwayat berikut: dia tidak memiliki rumah, tidur di halaman Masjidil Haram di Makkah, memiliki satu baju, dan tidak pernah makan sampai kenyang, bahkan sering. Jangan makan apa pun. Sampai suatu ketika ia sangat lapar dan duduk di pinggir jalan ketika Abubakar berpapasan dengannya. Dia menanyakan ayat Alquran apa yang bisa dia makan, tetapi Abubakar tetap berjalan. Kemudian Umar bin Khatab melewatinya dan meminta ayat Al-Qur'an mana yang dapat menghentikan laparnya. Namun, Umar tidak melakukan apa-apa dan terus berjalan. Setelah itu, Abu Hurairah berjalan di hadapan Rasulullah, dan Rasulullah tersenyum kepadanya karena ekspresi yang terlihat di wajahnya. Kemudian, ketika mereka sampai di rumah Nabi, Nabi mengeluarkan sekotak susu dan menyuruh Abu Hurairah meminumnya sampai dia kenyang agar dia tidak merasa lapar lagi.
Contoh lainnya adalah apa yang terjadi pada sahabat nabi, yang Bernama abu Contoh lain adalah Abu Darda, sahabat Nabi. Salman al-Farisi mengunjungi rumah kerabat Nabi Abu Darda suatu hari dan menemukan dia tertekan dan tidak antusias. Ketika ditanya, istrinya menjawab bahwa Abu Darda ingin meninggalkan keduniawian dan meninggalkan makan dan minum karena dianggap menghalangi ibadah dan ketaqwaannya kepada Tuhan. Salman al-Farisi menjadi marah dan memerintahkan Abu Darda untuk memakannya. Selanjutnya, Salman memberi perintah: "Aku suruh Anda istirahat bersama istrimu." Ketika dia selesai shalat, dia membangunkan saudaranya dan berkata kepadanya: "Sekarang bangunlah dan berdoa memuji Allah, ini tanggung jawabmu; melayani keluargamu juga tanggung jawabmu, dan menjaga dirimu juga tanggung jawabmu." Penuhi semua tanggung jawab Anda sesuai dengan hak Anda.
Keesokan harinya, ketika Salman memberi tahu Rasulullah tentang tindakan Abu Darda, Nabi berkata: "Apa yang dikatakan Salman benar." Â Kemudian keesokan harinya, salman melaporkan perilaku abu darda' kepada Rasulullah, lalu nabi bersabda: benar sungguh apa yang dikatakan salman.[6]
Demikianlah yang terjadi pada kehidupan sufi kepada Nabi dan para sahabat, disusul oleh para tabi'in, kemudian tabi'in-tabi'in, secara turun-temurun hingga  saat ini. Pada saat yang sama, ada seorang sahabat Nabi yang biasa beribadah dalam bentuk tarekat, Hudzaifah Al-Yamani. Tasawuf kemudian terus dikembangkan oleh generasi-generasi Tabi'in, diantaranya adalah Imam Hasan Al-Basyar, seorang ulama besar Tabi'in yang merupakan murid Hudzaifah Al-Yaman. Ia mendirikan studi tasawuf di Bashra, murid-muridnya antara lain Malik bin Dinar, Thabit al-Banay dan Muhammad bin Wasi.
Cara menjaga kesendirian atau kacang ini adalah sesuatu yang sering digunakan oleh para sufi sebagai bagian dari tingkat pertama (maqamat). Kecenderungan untuk mengenal Tuhan berasal dari mencintai diri sendiri. Inilah kisah tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW menganut prinsip-prinsip sufi dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.Â
Nabi Muhammad SAW diberi perintah untuk melakukan pengalaman spiritual keagamaan yang dikenal sebagai Isra' Mi'raj pada tahun kelima kenabian. Nabi Muhammad saw. dikatakan bebas dari sifat-sifat penyakit jantung, juga dikenal sebagai madzmuma. untuk melihat bagaimana para nabi terdahulu menyaksikan perjalanan umatnya. mampu mensucikan pikiran saat melakukan pekerjaan kenabian.[7]
- Periode II Masa Sahabat (11 H -- 40 H)
Beliau menjadi teladan bagi para sahabatnya karena idealisme dan cara hidupnya. Aktivitas sufi, tempat mereka mencari ilmu, juga berasal dari kehidupan dan perkataan sahabat mereka. Dalam kehidupan tasawuf, para sahabat berusaha mengikuti petunjuk Rasulullah dalam hidup mereka. Kehidupan mereka penuh dengan kesederhanaan, wara', tawadhu', dan asketisme. Saya hanya mengharapkan rahmat Tuhan. Beberapa sahabatnya berasal dari kalangan sufi abad pertama, seperti Khulafaur Rasyidin, Abu Ubaidah bin Jarrah, Said bin Amar, dll.[8]Â
Huzaifa bin Al-Yamani, seorang sahabat Nabi yang mulia dan terhormat, adalah orang pertama di antara semua sahabat Nabi yang berbicara tentang ibadah dan membuatnya sebagai perintah khusus. Dia adalah orang pertama yang menyebarkan ilmu tasawuf, dan dia juga menciptakan teori tasawuf.Â
Ajaran tasawuf yang dianut pada masa itu sama dengan yang dianut pada masa-masa sebelumnya, dengan asketisme yang selalu didasarkan pada Al-Quran dan Hadits. Tokoh-tokoh masa itu termasuk Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Ubaidah, Ibnu Al-Jarrah, Sa'id bin Amr, Abdullah bin Mas'ud, Abu Dzar Al-Ghifari, Salim Maulana, Abu Hufaidzah, Abdullah bin Umar, Miqdad bin Aswad, Salman Al-Farisi, dan banyak lagi.
Setelah itu, para Sahabat melakukan fase yang disebut "hijrah". Pada fase ini, Rasulullah melakukan puncak dakwah yang sederhana dan cermat, yaitu Hijrah ke Habasyah dan Hijrah ke Madinah. Mereka harus meninggalkan tanah airnya untuk berdakwah di jalan Allah, membela agama Allah, dan menebarkan ajaran, meskipun hanya ajaran Islam. Hijrah menunjukkan nilai-nilai ketaqwaan dan kesederhanaan. Hakikat hijrah, yang merupakan inti dari nilai-nilai sufi, adalah pergeseran dari tempat yang menyenangkan dan mewah menuju tempat yang lebih dekat dengan keridhaan Allah.
Setelah Hijrah, kehidupan umat Islam mulai memiliki tauhid, struktur, dan pengetahuan yang berasal dari Al-Qur'an dan diajarkan di Masjid Nabawi, sebuah tempat yang sederhana. Masjid didirikan oleh Nabi agar tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga menjadi tempat untuk melakukan perubahan ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Kelompok Sufah lahir di Ashabu, tempat pendatang yang sebagian besar muqimin anshor. Tujuan dari grup diskusi ini adalah untuk mempromosikan keimanan melalui ilmu dan kehidupan yang sederhana dan qana'ah.
Nampaknya prinsip kesederhanaan adalah jenis asketisme keuangan yang harus diterapkan dengan menghindari hal-hal yang berlebihan dalam hidup. Salah satu cara untuk meningkatkan silaturahmi adalah dengan menggunakan ruang belajar di Masjid Nabawi. Karena dengan menumbuhkan rasa terima kasih, kita dapat menghindari sifat-sifat buruk manusia, seperti iri hati, intoleransi, dengki, dan serakah, bersama dengan sifat-sifat etnosentris lainnya. Amalan ini adalah latihan spiritual yang membantu Anda memahami aspek sufi-profetik yang digunakan para Sahabat.
Pada dasarnya, prinsip-prinsip tasawuf yang dianut oleh para sahabat, terutama mereka yang termasuk dalam kelompok sufi, adalah bertapa, bersuci, meneguhkan keimanan, menghindari kemusyrikan, berperilaku baik dengan akhlak yang ringan, dan menghindari kekafiran kepada Allah SWT. Mereka juga menggunakan Al-Qur'an dan Hadits sebagai pedoman dan mengikuti perintah Allah dan menentang larangan-Nya.Â
Berbicara tentang asketisme, Prof. Dr. Amin Syukur tidak lepas dari dua hal: bahwa itu adalah bagian penting dari tasawuf dan akhlak Islam (akhlak), dan bahwa itu adalah bagian dari gerakan protes.
Selain itu, kehidupan Rasyid Khulafaur penuh dengan kebijaksanaan dan kesederhanaan. Qana'ah memberi contoh kepada pengikutnya. Salah satu contohnya adalah Abu Bakar As-Shiddiq, yang menjalani kehidupan yang sederhana dan makmur. Umar bin Khatab meninggalkan gaya hidup mewah Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khatab masuk Islam melalui taubat dan meninggalkan semua kekuasaannya.[9]Â
Mereka hidup sederhana di bawah kepemimpinan Khulafaur Rashidin, berfokus pada Allah dan mengabdi pada masyarakat. Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai Khulafaur Rasyidin.Â
Abu Bakar, seorang saudagar kaya dari Mekkah, meninggalkan seluruh harta miliknya untuk mengikuti dakwah Nabi, meskipun dia juga memiliki akhlak yang baik dan selalu menjalani kehidupan yang bertaqwa dan shaleh. Dia hanya mengenakan secarik kain ketika dia masih hidup. Bahkan seluruh hartanya diberikan untuk negara dan agama.Â
Sahabat Nabi, Umar bin Khatab adalah orang yang baik hati dan berakhlak mulia. Ini menggambarkan kehidupan raja Sufi Umar. Pakaian Umar ditambal saat dia pertama kali naik mimbar untuk berpidato. Kedua, saat Abdullah bin Umar masih kecil dan bermain dengan teman-temannya, semua temannya mengolok-oloknya karena bajunya penuh tambalan. Ia akhirnya menceritakan hal itu kepada ayahnya, Umar bin Khattab, yang saat itu menjadi panglima bangsa.
Allah memberi Ustman bin Affan banyak rezeki. Namun, kekayaannya tidak mempengaruhinya; dia terus membaca Al-Qur'an setiap malam dan terus mempelajarinya hingga larut malam, bahkan ketika dia dibunuh oleh para pemberontak.
Ali Bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat yang paling sederhana. Dia menjahit pakaiannya sendiri ketika pakaiannya robek selama jabatannya sebagai raja. Suatu hari, ketika seseorang bertanya kepadanya mengapa pakaiannya robek, dia hanya menjawab bahwa itu karena dia rendah hati dan ingin menjadi teladan bagi orang-orang yang beriman.
- Periode III Masa Tabi'in (41 H -- 100 H)
- Para ulama sufi di kalangan tabi'in adalah diantara para sahabat santri para ulama sufi, di kalangan para tabi'in sufi terdapat beberapa tokoh seperti : Al-Hasan Al-Bashri yaitu. 22 H - 110 H (sering dianggap sebagai pendiri atau pendiri tasawuf), Rabiah Al-Adawiyah meninggal pada tahun 105 H (Dia dikenal dengan tasawuf karena cintanya yang murni kepada Allah SWT.), Sufyan bin Said Ats-Tsaury hidup dari tahun 97 H sampai 161 H, Daun At-Thaiy meninggal pada tahun 165 H., Syaqieq Al-Balkhiy meninggal pada tahun 194 H.[10]
Pada masa Tabi'in inilah  tasawuf mulai diajarkan dalam bentuk mata pelajaran ilmiah. Selain itu ajarannya menekankan pada konsep zuhud, raja', khauf dan mahabbah, berpedoman pada Al-Qur'an, Sunah dan Hadits para Sahabat.[11] Â
- Periode IV Masa Penyebaran Tasawuf (100 H -- 450 H)
- Perkembangan tasawuf pada masa itu cukup pesat, ditandai dengan adanya kelompok-kelompok sufi yang mencoba menyelidiki hakikat ajaran tasawuf yang berkembang pada saat itu, sehingga berkembang menjadi tiga jenis, yaitu tasawuf yang. itu pada dasarnya adalah psikologi, etika dan metafisika. Dan pada saat itu, tasawuf mulai menyebar ke luar negara-negara Arab seperti Iran, India, Afrika dan lain-lain. Hal ini juga ditandai dengan tumbuhnya sekte-sekte keagamaan serta pengaruh filsafat dan Syiah terhadap konsep tasawuf. Para sufi yang muncul pada masa ini antara lain Ma'ruf Al-Kharkhi, Abu Sulaiman Ad-Darani, Abul Faidh Dzun Nun bin Ibrahim Al-Mishri, Harits Al-Muhasibi, Abul Hasan Sirri As-Siqti dan lain-lain.
- Menurut yunasrii ali, tasawuf pada masa ini ditandai dengan hal-hal berikut:
- Berkembangnya tarekat, berikut kami jelaskan beberapa tarekat agama islam yang besar dan terkenal.
- Tarekat Qadiriyyah, tarekat ini didirikan oleh Abdul Qadir Al-Jilani (w. 561 H). Al-Jilani mengikuti fiqh Hanbaliyyah dan menerima tiga belas cabang ilmu: nahwu, fiqh, ushul-fiqh, ilmu hadits dan lain-lain. Dia mempromosikan atau menghubungkan melalui Quran dan Sunnah. Perintah di atas masih berlaku di Mesir, Sudan, kedua wilayah tersebut, atau Asia atau Afrika.
- Tarekat Rifa'iyah, tarekat ini didirikan oleh Ahmad Rifa'i (w. 578 H), tarekat ini didirikan dalam lingkungan keagamaan. Beliau adalah orang yang shaleh dan termasuk dalam madzhab Syafi'i. Ahmad Rifa'i menyebarkan ajarannya ke wilayah agama Islam lainnya dan terus berkembang di Mesir dan negara-negara Islam lainnya. Banyak terjemahan syara'i ceramah Ahmad Rifa'i tentang asketisme, ma'rifat dan cinta.
- Tarekat Suhrawardiyyah, tarekat ini didirikan oleh Abu Al-Najib Al-Suhrawardi (w. 563 H) dan Al-Suhrawardi Al-Baghdadi (w. 632 H). Al-Suhrawardi Al-Bahgdadi menulis kitab yang cukup terkenal berjudul Awarif Al-Maarif. Isi  kitab tersebut adalah kaidah-kaidah tarekat dan beliau diakui sebagai pendiri tarekat  sebenarnya.
- Tarekat Syadziliyyah, tarekat ini didirikan oleh Abu Hasan Al-Syadzili (w. 656 H). Ia berasal dari Tunisia kemudian melakukan perjalanan ke Mesir dan menetap di Alexandria. Pengikut Syadzil antara lain Abu Al-Abbas Al-Mursi, Ibnu Atthailahal-Syakandari dan Ibnu Abbad Al-Runda. Tarekat ini mengikuti fikih Maliki dalam bidang fiqih, dan dari segi pendistribusiannya, tarekat Syadziliyah  paling mudah dibandingkan dengan tarekat Qadariyyah.
- Tarekat Ahmadiyah, tarekat ini didirikan oleh Sayyid Ahmad Al-Badawi (w. 675 H). Ia berasal dari Maroko, kemudian melakukan perjalanan ke Mekah dan menetap di Mesir. Tarek ini berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah, karena menurut Al-Badawi tarek ini berlandaskan Al-Qur'an, Sunnah, kejujuran, kejernihan hati, kesetiaan, menepati janji dan menghadapi penderitaan. Tarekat ini berkembang dari kediaman tokoh utama di Mesir hingga saat ini.
- Tarekat Birhamiyyah, tarekat ini didirikan oleh Ibrahim Al-Dasuqi Al-Qurysi (w. 676 H), beliau berasal dari putra Mesir. Mirip dengan putusan sebelumnya, Al-Dasuqi menekankan aturan syariah. Syariat  adalah yang utama, sedangkan inti adalah cabang-cabangnya. Meskipun syariat memuat semua ilmu yang diperlukan, hakikatnya memuat semua ilmu yang tersembunyi. Perintahnya tersebar luas di Mesir, Syria, Hijaz dan Hadramaut.
- Tarekat Kubrawiyah, tarekat ini didirikan oleh Najmuddin Kubro (w. 618 H), ia berasal dari Persia.  Fariduddin Al-Atthar kemudian bergabung dengan tarekat ini. Saat berada di Turkistan, Ahmad Al-Yasawi (b. 562 H) mendirikan Tarekat Yasawiyah, kemudian di Asia Tenggara Mu'inuddin Hasan Al-Syyti (w. 623 H) juga mendirikan tarekat  yang disebut Syysytiyayah.[12]
- Mulai mengenalkan pengenalan filsafat pada tasawuf. Al-ijtihad, al-fana', al-baqa', al-hulul, hanya Muhammad dipengaruhi oleh filsafat Kristen, Hindu, magis dan neoplatonis yang banyak dipelajari pada saat itu.
- Masuknya pengaruh Syiah ke dalam jiwa tasawuf menyebabkan lahirnya tasawuf. Ada yang disebut Wali qhutub dan ghauts, nujaba', nuqaba', abdal, autad dan lain-lain. Semua itu karena  pengaruh ajaran konsep Imam terhadap kalian kaum Syiah yang masih menunggu kedatangan rakyat jelata.[13]
- Periode V Masa Pencerahan (450 H -- 550 H)
Pada periode ini perkembangan tasawuf lebih besar dibandingkan periode sebelumnya. Hal ini terjadi karena  para ulama tasawuf melakukan upaya untuk mengembangkan doktrin tasawuf. Pada periode ini juga terlihat sosok bernama Al-Ghazali yang membawa tasawuf pada corak dan ciri khas Sunni.
Kemunculan Al-Ghazali (450-505 H/1057-1111 M) dalam sejarah tasawuf  memberikan gaya dan karakter tersendiri pada tasawuf. Ilmu tasawuf pada masa sebelumnya seolah-olah bertentangan dengan ilmu fikih, ilmu Kalam bahkan  filsafat. Melalui peran Al-Ghazali, ilmu tasawuf dapat dihubungkan dengan ilmu-ilmu lain, kajian keislaman lainnya, khususnya ilmu fiqh dan  kalam.Â
Seperti yang sering terjadi pada sebagian tasawuf tertentu, penekanan terbesarnya adalah pada aspek mistik, sehingga pada saat yang sama aspek syariat terkesan terabaikan dan aspek spiritual diutamakan. Hal ini  membuat marah kaum Sunni karena mereka hanya menghargai aspek batiniah dan mengabaikan urusan syariah, yang berarti mereka tidak sepenuhnya mengikuti ajaran Islam. Hal ini, menurut Sunni, menyimpang dari pedoman Islam. Hal ini juga memunculkan gerakan yang berupaya mengintegrasikan dan mengembangkan kesadaran mistik dengan hukum Syariah. Selain itu, ada juga yang menggagas tradisi tasawuf baru  yang dianggap moderat.
Selain As-Saraj Ath-Thus dengan kitabnya Al-Luma' dan Al-Kalabadz dengan kitabnya Ta'aruf Li Madhab Ahl At Tasawuf, kemudian muncullah Al-Qushayiri dengan kitabnya Ar-Risalat Al-Qusyariyah pada tahun 438 H. juga merupakan gerakan yang mencapai puncaknya pada periode berikutnya,  Al-Ghazali yang agung, yang dengan karya monumentalnya Ihya' Ulum Ad-di mencoba menghadirkan model tasawuf yang baru dan tidak mengabaikan aspek lain yaitu  keimanan dan syariat.Â
Al-Ghazali merupakan tokoh besar yang berupaya memulihkan kondisi masyarakat yang berada dalam kondisi ketidakpastian pengetahuan dan pengalaman keagamaannya. Al-Ghazal berhasil menciptakan pemahaman keilmuan kajian Islam (aqidah/kalam, syariah/fiqh, tasawuf) yang utuh dan terpadu.[14]
- Periode VI Masa Kejayaan Tasawuf Falsafi (550 H -- 700 H)
Pada  abad ke-6 dan ke-7, ada dua hal penting yang sangat perlu diketahui, pertama: kebangkitan semi-filosofis yang bersinggungan dengan filsafat kemudian muncul sebagai tasawuf filosofis, dan kedua, munculnya tarekat  tasawuf (tariqat).[15]
Al-Ghazali  dikenal sebagai sosok yang mampu memadukan iman, syariah dan tasawuf. Husain Manshur Al-Hallaj adalah seorang ulama sufi filosofis yang memadukan tasawuf dengan unsur filsafat dalam perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya,  menjadi saingan Al-Ghazal dan sangat berpengaruh pada saat itu. Tokoh lain pada masa itu antara lain As-Suhrawarni, Ibnu 'Arabi, Ibnu Al-Farid dan Ibnu Sab'in.
Ada ideologi sufi wujudiyah pimpinan Ibnu Sab'in yang  terus berkembang di Iran. Namun, negara-negara lain mengalami kemunduran karena tekanan dari kelompok Islam puritan.[16]
- Periode VII Masa Pemurnian Tasawuf (700 H -- Sekarang)
Berdasarkan dokumen yang dihimpun Yunasril Ali, pada periode ke-7 muncul tokoh-tokoh penyucian tasawuf Islam yang melenyapkan tasawuf yang dirusak oleh syirik, bid'ah dan khurafat. Bahkan, fokusnya tidak hanya pada  tasawuf saja, namun juga pada ilmu-ilmu lainnya. Sifat tasawuf Islam yang memurnikan mengoreksi dan menghilangkan segala sesuatu yang dianggap bertentangan dengan Al-Qur'an dan Sunnah.
Padahal, secara historis, tasawuf banyak mengalami perubahan sejak wafatnya Al-Ghazali. Sufisme telah dibandingkan dan bahkan digabungkan dengan filsafat Yunani, Hindu, Persia dan lainnya. Selain itu, menurut penganut aliran Islam puritan, terdapat pendapat yang mendorong manusia untuk mendirikan ibadahnya sendiri tanpa mendasarkan pada Al-Qur'an dan Sunnah, yang merupakan ajaran yang terpisah dari trilogi ajaran Islam, yaitu Aqidah, Syari'at, dan Tasawuf.[17]Â
A.J. Mengutip Amin Syukur, Arberry mengatakan Ibnu Arabi, Ibnu Faridh, dan Ar-Rumi merupakan masa keemasan gerakan tasawuf, baik secara teori maupun praktik. Pengaruh dan pengamalan tasawuf menyebar di kalangan masyarakat luas, bahkan raja dan pangeran pun tak segan-segan lagi memberikan perlindungan dan kesetiaan pribadi. Namun seiring berjalannya waktu, muncul kejanggalan dan skandal yang akhirnya menghancurkan citra baik tasawuf itu sendiri. Menurut  Arberry,  tasawuf ditaklukkan oleh ajaran sesat, takhayul, okultisme, pelanggaran Syariah, hukum moral, dan sains.
Dengan adanya fenomena di atas, muncullah Ibnu Taymiyah yang menyerang keras ajaran-ajaran yang melenceng dari ajaran Islam, ia ingin mengembalikan tasawuf pada sumber utama Al-Quran dan Al-Hadits. Di antara hal-hal yang dikritik oleh Ibnu Taimiyah adalah ijtihad, Hulul, wahdat al-wujud, ibadah kepada wali, dan hal-hal lain yang dianggapnya sesat, tahayul dan tahayul. Â Â
Jadi, secara umum ajaran tasawuf Ibnu Taimiyah harus mengikuti apa yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, yaitu sesuai ajaran Islam, tidak mengikuti pemikiran tarekat pada umumnya dan tetap berpartisipasi dalam kegiatan sosial, seperti masyarakat pada umumnya.[18]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H