Utusan dari sebuah keluarga muslim taat dan terhormat di lingkungannya, untuk menghitbahku.
Kami sangat terkejut. Pemuda ini adalah sosok yang sangat aku kenal, dia baik, sholeh, tampan
dan sangat penyabar. Sosok suami idaman
Secara rasional dia adalah pilihan yang tepat, namun aku belum bisa menerimanya.
Selain usiaku yang masih sangat hijau, aku juga harus melanjutkan kuliah.
Seminggu setelah jawaban itu disampaikan, rupanya Sang Duta datang kembali untuk
bernegosiasi. Ada dua opsi yang ditawarkan.
Pertama, Ada tawaran melangsungkan pernikahan dulu, baru aku melanjutkan kuliah.
Yang kedua, beliau akan tetap menunggu jawaban, andai aku memang benar-benar belum siap.
Aku merasa geli mendengar tawaran menikah. Sedikitpun aku belum tertarik membahas apalagi
memilih satu di antara dua opsi yang ditawarkan.