Â
 Zahra anak bungsuku lagi sangat khusuk menatap layar kaca. Dia bahkan tampak setengah hati menjawab  salamku , segera kuikuti cubitan  manja di pipi gembulnya .
 Sudah menjadi rutinitasku, tiap pulang kerja aku selalu menggodai anakku. Segera aku mandi , shalat, dilanjutkan menemani Si Bontot menikmati film kartun kesukaannya.
Resiko wanita karier, tak mudah  membagi waktu dengan adil antara tugas dan keluarga. Namun aku selalu berupaya tidak merampas hak anak-anak dan suami . Sebisa mungkin kwalitas kebersamaan tetap menjadi prioritas, meski terbatas.
Sambil menikmati makanan kecil  pesanannya, dia menceritakan pengalaman  seharian di sekolah. Hilang penat saat mendengar celoteh dan candanya. Keseruan dengan teman-teman di sekolah sampai cerita tentang gurunya dalam mengajar.
" Mama, jangan ganti chanelnya. Â Lagi seru ni!" tiba-tiba zahra berteriak.
" Mama gak pindah chanel Dek, lihat Mama gak pegang remot!"
Spontan pandanganku terfokus ke layar TV.
Aku tersentak , sebuah informasi tentang gempa bumi.
Â
Telah terjadi gempa bumi tektonik  di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada Jumat, 28 September 2018, pukul 17.02.44 WIB dengan M 7,7. Lokasi 0,18 LS dan 119,85 BT dan jarak 26 km dari utara Donggala Sulawesi Tengah, dengan kedalaman 10 km.
" Innalillahi wa inna illaihi roji'un!"
Serempak kami berteriak. Bencana alam lagi.
Â
Belum hilang dari ingatan kami, bencana tsunami di Lombok .
Hari ini  terjadi kembali musibah yang sama.
Kami tak sanggup membayangkan , betapa dahsyat goncangan gempa tektonik ini.
Semuanya memakan korban jiwa yang besar, menyisakan trauma berkepanjangan.
Kugapai androidku.
Astaghfirullah.... Â Ternyata informasi tentang gempa di Palu sudah membanjiri media sosial.
Semua menyajikan tentang keganasan bencana alam yang terjadi di Palu.
Vidio-vidio sangat menyanyat hati. Jariku melompat dari video satu ke video lain.
Jantungku serasa terhenti. Pemandangan ini begitu menyayat hati.
Alam tergoncang dengan dahsyat. Pohon dan rumah ambruk. Diterbangkan angin bagai kapas.
Manusia berhamburan, semua panik menyelamatkan diri .
Dalam pelarian tak tentu arah, mereka makin histeris saat tanah yang mereka injak terbelah .
Tanah terbuka lebar, sekitar 10 meter dengan kedalaman sekitar 5 meter.
Pemandangan makin memilukan , beberapa orang terperosok ke dalam tanah. Mereka terkubur
hidup-hidup bersama rumah dan harta bendanya. Banyak korban yang tak mampu diselamatkan.
" Astaghfirullah.... lihatlah Ma, tanah itu bergerak!" Suamiku memperlihatkan Vidio di ponselnya.
Aku ternganga, tak mampu berkata-kata. Â Seumur-umur baru kali ini aku melihat gempa
sedahsyat ini. Tidak hanya tanah yang bergerak, tapi rumah-rumah pun berjalan. Dalam sekejab
mereka sudah bepindah tempat yang cukup jauh.
Aku terdiam. Kupandangi suamiku. Dia juga tampak tegang.
" Inikah gambaran kiamat Pa?"
" Ya." Suamiku terdiam sejenak, tampak dia menghela napas Panjang, " Tapi ini kiamat kecil.
Kiamat yang digambarkan dalam Al Quran lebih dahsyat. Dan itu pasti terjadi."
Belum sempat kami melanjutkan pembicaraan, sebuah postingan baru menyampaikan bahwa air
laut mulai naik, tepatnya pukul 17.27 WIB.
Berdasarkan hasil pemodelan tsunami dengan level tertinggi siaga (0,5-3 meter) di Palu dan estimasi waktu tiba pukul 17.22 WIB, sehingga BMKG mengeluarkan pengumuman potensi tsunami. Estimasi ketinggian tsunami di Mamuju menunjukkan level waspada.
Jarak antara Palu dan Mamuju adalah 237 km. Berdasarkan hasil updatemekanisme sumber gempa yang bertipe mendatar (strike-slip) dan hasil observasi ketinggian gelombang tsunami, serta telah terlewatinya perkiraan waktu kedatangan tsunami, peringatan dini tsunami (PDT) ini diakhiri pada pukul 17.36.12 WIB.
" Ayo kita shalat Mahgrib dulu. Kita doakan semoga tidak terjadi Stunami. Semoga korban tidak
bertambah lagi."
" Adek takut Ma, gempanya sampai  ke sini nggak?"
" Insha Allah enggak Sayang. Makanya, ayo shalat dulu. Semoga kita selalu dalam lindungan-
Nya dan terhidar dari segala petaka."
Di meja makan Zahra masih melanjutkan pertanyaannya.
" Mereka bisa makan seperti kita nggak Ma?"
Kutatap mata polosnya, ada kesedihan di sana.
" Insha Allah bisa, ayo makan dulu. Kita harus selalu bersyukur dalam kondisi apapun."
"Pa.. Papa. Kenapa di Palu terjadi gempa? Allah marah ya Pa?"
" Ini namanya musibah, bisa merupakan ujian dan bisa juga sebagai azab Sayang."
" Emang apa bedanya Pa?"
" Musibah itu merupakan teguran atau peringatan yang sudah menjadi ketentuan Allah karena
 kesalahan manusia. Kalau ujian bisa berupa kesedihan atau kebahagiaan, namun bila azab
 adalah merupakan murka Allah kepada orang-orang yang tidak berada di jalan-Nya."
Aku berusaha mengalihkan perhatian Si Kecil dengan mengajak belajar. Sementara suamiku
berusaha mencari info terkini tentang gempa Palu.
" Innalillahi ...  Ma, disusul tsunami !" Terdengar  teriakan suamiku dari kamar.
" Innalillahi... bukankah tadi sudah ada penghentian  peringatan tsunami oleh BMKG?"
" Itulah, kenapa terburu-buru penarikan peringatan tsunami itu dikeluarkan?"
" Astaghfirullah... trus bagaimana nasib masyarakat di sana?"
" Masyarakat pasti dalam kondisi tidak siap. Pasti banyak korban jatuh. Â Ini merupakan rencana
Allah Ma, tak perlu ada penyesalan dan tak ada yang  bisa disalahkan . Pasti ada hikmah di balik bencana ini."
Aku hanya diam dan tertunduk. Palu Sulawesi Tengah. Tiba-tiba ada hentakan yang menghujam di dadaku.
Rasa sedih tiba-tiba menggelayut dan menyesakkan.
Aku teringat pada sebuah nama. .  nama yang sangat istimewa. Dia adalah guruku  SMP.
Yang telah hijrah ke Palu Sulawesi Tengah.
Aku tiba-tiba panik, berusaha melacak alamat beliau. Kucoba mencari alamat atau nomor HP.
Namun harus bertanya kepada siapa? Sejak beliau pindah kami tak pernah ada kontak.
Sedangkan orang tua beliau yang ada di Jawa juga sudah meninggal.
Tiba-tiba aku merasa sangat takut kehilangan.
Kebaikan dan keramahan beliau sebagai guru sangat terpatri di hati.
Ada sesal yang belum tersampaikan, ada maaf yang belum sempat terucap.
Hingga saat kudengar bencana ini, semua bagai terekam kembali.
Ada cerita lama. Saat itu aku masih ingusan. Baru berumur 17 tahun.
Satu minggu menjelang pengumuman kelulusanku di SMA, ibuku kedatangan tamu.
Utusan dari sebuah keluarga muslim taat dan terhormat di lingkungannya, untuk menghitbahku.
Kami sangat terkejut. Pemuda ini adalah sosok yang sangat aku kenal, dia baik, sholeh, tampan
dan sangat penyabar. Sosok suami idaman
Secara rasional dia adalah pilihan yang tepat, namun aku belum bisa menerimanya.
Selain usiaku yang masih sangat hijau, aku juga harus melanjutkan kuliah.
Seminggu setelah jawaban itu disampaikan, rupanya Sang Duta datang kembali untuk
bernegosiasi. Ada dua opsi yang ditawarkan.
Pertama, Ada tawaran melangsungkan pernikahan dulu, baru aku melanjutkan kuliah.
Yang kedua, beliau akan tetap menunggu jawaban, andai aku memang benar-benar belum siap.
Aku merasa geli mendengar tawaran menikah. Sedikitpun aku belum tertarik membahas apalagi
memilih satu di antara dua opsi yang ditawarkan.
Sejak saat itu tak ada lagi kabar tentang beliau.
Â
Satu informasi yang kutahu, beliau tinggal di Palu Sulawesi Tengah.
Satu penyesalanku hingga kini, aku belum bisa memohon maaf atas sikap kekanak-kanakanku.
" Bapak, melalui untaian doaku, kuselipkan permohonan maafku. Semoga Bapak dalam kondisi
baik, sehat wal afiat dalam lindungan-Nya. Semoga suatu saat kita bisa dipertemukan kembali."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H