Mohon tunggu...
Fitri Hartawati
Fitri Hartawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jambi

Bahagia lah dengan caramu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hilang!!

25 Mei 2023   23:50 Diperbarui: 25 Mei 2023   23:57 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HILANG!!

"Ayah mau kemana?" Tanya Rara.

"Ayah harus pergi ke Sulawesi sayang, ada urusan kerja."

"Ayah janjikan liburan Kenaikan kelas kita jalan-jalan ke pantai."

"Iya sayang, tunggu ayah pulang ya nanti kita jalan-jalan."

"Ayah hati-hati."

Seketika itu ayah Rara langsung pergi menuju taksi yang sudah terparkir di depan rumahnya. Tidak lupa pula ayah mengecup pipi rara dan ibunya. Sembari melihat kepergian ayah, tangan Rara sambil melambai-lambai mengiringi jalannya taksi. Rara dan ibunya pun langsung masuk ke dalam rumah.

Rara merupakan anak tunggal dari pasangan yang harmonis. Hidupnya selalu di berikan kasih sayang yang lebih dari ayah dan ibunya. Apalagi ayahnya yang selalu memanjakannya. Tidak lupa setiap sepulang ayahnya dari kantor pasti selalu membawakan coklat. Coklat merupakan makanan kesukaan Rara. Hampir setiap hari Rara pasti makan coklat.

"Rara bangun sayang"

"Iyaa ma rara sudah bangun," sambil mengusap-usap kedua bola matanya.

"Ayo Rara sekolah, bukankah kamu ingin cepat libur dan jalan-jalan kepantai?"

"Iya ma, Rara ingin sekali ke pantai."

"Makanya ayo sekolah"

Rara sekarang duduk di bangku SMP. Memang dapat dikatakan sudah remaja, namun sifat Rara kepada kedua orang tuanya masih dibilang seperti anak yang masih duduk di bangku SD.

Begitulah setiap paginya, ketika akan sekolah Rara selalu dibangunkan oleh ibunya. Itu juga alasan kenapa ibunya berhenti bekerja. Ayahnya ingin Rara diurus semaksimal mungkin oleh ibunya. Oleh karena itu ibunya rela berhenti bekerja. Setiap pagi ibunya mengantarkan Rara ke sekolah yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Ibunya memilih sekolah itu karena itu merupakan sekolah favorit yang ada di daerahnya. Ibunya tak mau salah pilih kalau untuk pendidikan Rara. Biasanya di siang hari Rara tak lagi dijemput oleh ibunya, melainkan ia dijemput oleh pak Dadang yang merupakan sopir pribadi ayahnya.

Sepulang sekolah, Rara langsung mencari ibunya untuk melakukan kebiasaan selepas pulang sekolah yaitu mencium tangan ibunya. Namun Rara melihat ibunya yang sedang menangis di kamar sambil melihat foto ayahnya. Rara bingung kenapa ibunya menangis, padahal Rara ingin sekali menanyakan kapan ayahnya pulang dan mengajak dia ke pantai.

"Maa, kenapa mama menagis?" Sambil memeluk ibunya.

"Mama gak papa kok sayang."

"Ma kapan ayah pulang?"

"Sebentar lagi ayah pulang sayang," sambil memeluk Rara

dengan erat dan tangisan pun makin menjadi.

"Mama kenapa kok makin nangis?"

"Mama hanya lelah dan butuh istirahat."

Setelah makan malam, Rara dan ibunya selalu menonton televisi di ruang keluarga sembari menikmati teh hangat. Kebiasaan ini selalu dilakukan Rara ketika tidak ada pr. Dia selalu menghabiskan waktunya untuk bercerita di depan televisi. Di tengah kesibukanya bercerita tentang hari-harinya di sekolah, Rara tiba-tiba langsung menoleh melihat ke layar televisi. melihat berita kecelakaan pesawat yang terjatuh di lautan. la

"Ma ada kecelakaan pesawat.." Sambil terkejut.

Ibunya hanya menatap layar televisi dengan tatapan yang kosong, tak sengaja ibunya pun meneteskan air mata.

"Ma kenapa menangis lagi?"

Ibunya pun tidak mau menjawab pertanyaan dari rara dan langsung berlari ke arah kamar. Rara pun semakin bingung melihat tingkah laku ibunya yang biasanya selalu ceria kini berubah menjadi sosok yang cengeng.

Rara pun semakin hari semakin merindukan sosok ayah kebanggannya. Sudah lama ayahnya tidak memberi kabar. Padahal hari ini hari menerima rapornya, itu tandanya minggu ini dia harus pergi berlibur ke pantai bersama ayah dan ibunya.

"Ma ayah mana, katanya mau ke pantai?"

"Tunggu, ayah pasti akan pulang."

Lima hari sudah Rara mengharap kepulangan ayah, namun ayahnya pun tak kunjung pulang. Rara semakin khawatir dengan keaadaan ayahnya. Rara takut ada sesuatu yang sedang menimpa ayahnya. Mungkin itu hanya pikiran Rara karena terlalu merindukan sosok ayah.

Liburan sekolah hanya digunakan Rara untuk membantu ibunya menyiapkan makanan dan membersihkan rumah sembari diselingi menonton televisi setelah lelah membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah. Ibunya menyuruh Rara untuk membentang tikar di ruang tamunya. Rara bingung, padahal hari itu tidak ada hajatan dirumahnya.

Tiba tiba terdengar suara ambulans yang begitu terdengar sangat nyaring. Ambulans itu berhenti tepat di depan rumah Rara. Sebuah peti dikeluarkan dari ambulans itu, tangis orang- orang yang ada di rumah Rara pecah seketika itu. Rara bingung, siapa yang ada di dalam peti itu.

"Siapa di dalam peti itu ma? Kenapa menangis?"

"Itu ayah sayang.."Sambil memeluk Rara dengan erat.

Air mata Rara langsung pecah melihat peti kayu yang terpajang di ruang tamu. Semua orang menangis melihat ayahnya yang sudah terbaring kaku. Ayah yang Rara tunggu selama ini kini telah pulang ke rumahnya. Ternyata kecelakaan pesawat yang Rara lihat di televisi saat itu adalah pesawat yang ayah Rara tumpangi. Ibunya sengaja merahasiakan kepergian ayahnya karena tidak mau Rara sedih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun