"Iya ma, Rara ingin sekali ke pantai."
"Makanya ayo sekolah"
Rara sekarang duduk di bangku SMP. Memang dapat dikatakan sudah remaja, namun sifat Rara kepada kedua orang tuanya masih dibilang seperti anak yang masih duduk di bangku SD.
Begitulah setiap paginya, ketika akan sekolah Rara selalu dibangunkan oleh ibunya. Itu juga alasan kenapa ibunya berhenti bekerja. Ayahnya ingin Rara diurus semaksimal mungkin oleh ibunya. Oleh karena itu ibunya rela berhenti bekerja. Setiap pagi ibunya mengantarkan Rara ke sekolah yang letaknya lumayan jauh dari rumah. Ibunya memilih sekolah itu karena itu merupakan sekolah favorit yang ada di daerahnya. Ibunya tak mau salah pilih kalau untuk pendidikan Rara. Biasanya di siang hari Rara tak lagi dijemput oleh ibunya, melainkan ia dijemput oleh pak Dadang yang merupakan sopir pribadi ayahnya.
Sepulang sekolah, Rara langsung mencari ibunya untuk melakukan kebiasaan selepas pulang sekolah yaitu mencium tangan ibunya. Namun Rara melihat ibunya yang sedang menangis di kamar sambil melihat foto ayahnya. Rara bingung kenapa ibunya menangis, padahal Rara ingin sekali menanyakan kapan ayahnya pulang dan mengajak dia ke pantai.
"Maa, kenapa mama menagis?" Sambil memeluk ibunya.
"Mama gak papa kok sayang."
"Ma kapan ayah pulang?"
"Sebentar lagi ayah pulang sayang," sambil memeluk Rara
dengan erat dan tangisan pun makin menjadi.
"Mama kenapa kok makin nangis?"