Mohon tunggu...
Money

Bagaimana Sudut Pandang Islam terhadap Hukum Riba?

28 Februari 2019   20:02 Diperbarui: 28 Februari 2019   20:08 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam islam jual beli  mempunyai aturan tersendiri yang telah ada sejak zaman nabi muhammmad, seperti yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad sejak remaja yang mulai berdagang oleh pamannya. 

Jual beli pada umumnya merupakan perbuatan antara pihak penjual disatu pihak dengan pihak pembeli dilain pihak mengenai suatu barang oleh karena itu jual beli sebagai perjanjian antara penjual dengan pembeli dimana pihak penjual mengikatkan  diri untuk menyerahkan benda dan pihak pembeli untuk membayar harga yang sudah diperjanjikan itu. 

Selain itu kewajiban seorang penjual mempunyai dua macam kewajiban, pertama wajib menyerahkan barang, dan kedua wajib menanggung pemakaian atas barang yang dijual itu. Sedangkan kewajiban pembeli adalah membayar harga barang yang dibeli. Namun semakin berkembangnya teknologi yang ada jual beli dicampur adukkan dengan "riba". Dalam pengertian secara umum riba adalah tambahan, oleh karena itu apabila jual beli yang didalamnya ada tambahan nilai maka disitulah dapat dikatakan jual beli riba. 

Sedangkan menurut islam yang tertera dalam al-qur'an  perbedaan jual beli dengan riba adalah perbedaan antara kondisi pembeli dan peminjam, karena kebutuhan peminjaman untuk menutupi  hajat dirinya dan keluarganya. 

Sedangkan pembeli melakukan transaksi ini karena ada kelebihan harta. Jadi, pembeli itu indikator dari kecukupan sedangkan peminjam itu indikakator dari kefakiran. Oleh karena itu, Allah mengharamkan riba karena mengeksploitasi hajat orang fakir dan sebaliknya Allah menghalalkan jual beli untuk membantu orang yang membutuhkan. Riba dalam transaksi ada dua yaitu: riba qard dan riba buyu'.

Riba qard adalah riba yang terjadi pada transaksi utang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama risiko (al-ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya  (al-kharraj bidh dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya waktu. Larangan riba qard ini memiliki maqashid yaitu:

Pertama, menghindarkan terjadi praktik kezaliman terhadap pelaku bisnis karena dalam riba qard, al-ghunmu  (untung) muncul tanpa adanya al-ghurmu (risiko), hasil usaha (al-kharraj) muncul tanpa adanya biaya (dhamam) ; al-ghunmi dan al-kharraj muncul hanya dengan berjalannya waktu. 

Padahal dalam bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi. Memastikan sesuatu yang diluar wewenang manusian adalah bentuk kezaliman. Padahal justru itulah yang terjadi dalam riba nasi'ah, yakni terjadi perubahan sesuatu yang seharusnya tidak pasti menjadi pasti. Pertukaran kewajiban menanggung beban  ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak dan pihak-pihak lain. Jadi, menggunakan tingkat bunga untuk suatu pinjaman merupakan tindakan yang memastikan sesuatu yang tidak pasti, karena itu diharamkan.

Kedua, riba jahiliah dilarang karena terjadi pelanggaran kaidah 'kullu qardhin jarra manfa'atan fahua riba' (setiap pinjaman yang memberikan manfaat kepada kreditor adalah riba). Dalam perbankan konvesional , riba nasi'ah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga depositoi,tabungan,giro dan lain-lain. 

Bank sebagai kreditor yang memberikan pinjaman mensyaratkan pembayaran bunga yang besarannya tetap dan ditentukan dahulu diawal transaksi. Padahal nasabah yang mendapatkan pinjaman ini tidak mendapatkan keuntungan yang besarannya ditentukan tetap dan ditentukan dahulu diawal transaksi  juga, karena dalam bisnis selalu ada kemungkinan rugi, impas atau untung, yang besarnya tidak dapat ditentukan diawal.

Memberi pinjaman adalah transaksi kebaikan (tabarru), sedangkan meminta kompenasi adalah transaksi bisnis (mu'awadhah). Jadi, transaksi yang semula diniatkan sebagai transaksi kebaikan tidak boleh diubah menjadi transaksi bermotif bisnis.

Misalnya si A meminjamkan uang 1 juta kepada si B, dengan kesepakatan si B akan membayar 1 juta 500 ribu rupiah. Uang 500 ribu rupiah yang dibayarkan itu adalah riba qard, karena terjadi dalam transaksi simpan pinjam .

Ketiga, mencegah para rentenir berbuat zalim kepada penerima pinjaman karena praktik riba berarti pemberi pinjaman mengeksploitasi penerima pinjaman dengan meminta bunga atas pinjaman yang diberikan

Riba buyu' adalah riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang berbeda kualitas, atau kuantitasnya atau berbeda waktu  penyerahannya (tidak tunai). Riba buyu' disebut juga riba fadhl, yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitas  (mitslan bi mitslin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin). Keharaman riba buyu' memiliki maqashid  (tujuan) yaitu menghidarkan gharar dalam transaksi jual beli karena jual beli atau pertukaran semacam ini mengandung gharar, yaitu ketidakadilan bagi kedua belah pihak akan nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan tindakan zalim terhadap salah satu pihak, kedua pihak dan pihak-pihak lain. Selanjutnya tindakan zalim bisa menimbulkan konflik dan permusuhan.

Maqashid lain adalah agar uang tidak dijadikan komoditas yang di perjual belikan sehingga uang melahirkan uang dan tidak melahirkan barang. Uang --sesuai fungsinya-menjadi alat tukar dalam sirkulasi barang dan jasa. Maqashid tersebut sejalan dengan pandangan ekonomi, karena riba dapat dipandang sebagai transaksi yang bersifat eksploitatif karena mengambil untung besar secara tidak wajar. 

Riba juga dapat diartikan sebagai sebuah transaksi yang mengandung kondisi lain yang berakibat pada posisi tawar menawar yang tidak seimbang, sehingga salah satu pihak  (pembeli atau penjual) berada dalam keadaan terpaksa atau tak berdaya sehingga akan menerima apa pun yang ditetapkan oleh pihak lain dalam transaksi itu.

Dalam hadist telah dijelaskan mengenai orang-orang yang riba sebagai berikut

Artinya:"Dari Jabir dia berkata, "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pembayar (pemberi) riba, juru tulis riba dan saksi-saksi riba." Dia berkata, "Mereka semua sama sama" (HR Muslim).

Dengan adanya hadist yang menjelaskan mengenai riba maka hendaknya kita menghindari perilaku tersebut karena sesungguhnya dalam islam sudah melarang dan sangat tidak diperbolehkan untuk riba.  Dalam hukum ekonomi syariah juga menjelaskan pelarangan riba, bahwa riba mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial ekonomi dan sosial kemasyarakatan lainnya sehingga Allah SWT melarangnya. 

Tetapi ada yang beranggapan bahwa Al-quran  hanya melarang riba dalam bentuk bunga berbunga (compound interest) dan bunga yang dipraktikkan oleh bank konvesional (simple interest bukan rba. 

Namun, jumhur ulama mengatakan bahwa bunga bank adalah riba. Beberapa orang juga berpendapat bahwa riba hanya terdapat pada kegiatan perdagangan seperti yang dipraktikkan pada zaman jahiliah, bukan pada kegiatan produksi seperti yang dipraktikkan oleh bank konvesional saat ini. Namun, penulis berpendapat bahwa seluruh jenis interest adalah riba termasuk bunga bank dan diharamkan (dilarang) oleh Allah SWT. 

Ayat-ayat Al-quran tentang riba yang diungkapkan, sangat jelas mengarah kepada aktivitas rentenir, lalu bagaimana dengan sebagian warga masyarakat Islam di Negara Republik Indonesia yang menerima bunga bank setiap bulan, baik melalui deposito yang disimpan di bank maupun melalui aktivitas lainnya sebagai nasabah bank, maka warga masyarakat dimaksud, jelas tidak melakukan aktivitas riba secara langsung; tidak menuntut bunga tertentu dan tidak pernah menagih seseorang pelaku riba secara langsung dalam hal ini dalam hal ini adalah bank. Namun, perlu diingat bahwa warga masyarakat islam dimaksud, selaku nasabah tidak lepas dari keterlibatan dalam hal riba. 

Bagaimanapun, uang yang diribakan oleh bank itu adalah uang nasabah dan nasabah sadar bahwa tambahan bunga yang masuk ke saldonya adalah hasil dari kegiatan riba yang dilakukan oleh pihak bank. Maka dari penjelasan diatas riba itu haram dan dilarang dalam ajaran islam untuk kegiatan transaksi yang ada dalam masyarakat.

Ali, Zinuddin.2008.Hukum Ekonomi Syariah.Sinar Grafika:Jakarta

Sahroni, Oni.2015.Maqhasid Bisnis dan Keuangan Islam.PT RajaGafindo Persada:Jakarta

Widjay, Gunawan.2003.Hukum Transaksi Bisnis Internasional.PT RajaGafindo Persada:Jakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun