Mohon tunggu...
Fitria Kartika Tarigan
Fitria Kartika Tarigan Mohon Tunggu... Guru - Guru Penulis

Menulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menerapkan Budaya Positif di Sekolah

4 Juni 2024   01:18 Diperbarui: 4 Juni 2024   02:09 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Visi Guru Penggerak adalah mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Budaya positif dapat membantu mewujudkan profil Pelajar Pancasila. Murid dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan menjadi warga negara yang baik.

Dalam budaya positif, saya mempelajari bagaimana penerapan kegiatan yang mampu menciptakan nilai-nilai positif. Dengan hal yang positif, suasana sekolah akan menyenangkan dan siswa merasa aman dan nyaman saat berada di sekolah.

Dalam upaya penerapan budaya positif di sekolah, saya awali dengan diseminasi atau penyebaran ilmu yang saya dapatkan di dalam PGP ini kepada kepala sekolah dan teman-teman guru. Pada kesempatan itu, saya menegaskan langkah awal untuk menerapkan budaya positif adalah dari guru sebagai contoh. Guru yang bisa menuntun, mendidik, dan mengajar siswanya. Hal ini sesuai dengan filosofis Bapak Pendidikan, Bapak Ki Hajar Dewantara,    "Pembelajaran di sekolah bukan saja memberikan ilmu, akan tetapi juga menanamkan petani yang memasukkan budaya positif untuk pembentukan karakter siswa".

  

Nilai guru penggerak juga sangat berkaitan dengan upaya penerapan budaya positif ini, yaitu nilai mandiri, nilai reflektif, nilai inovatif, nilai kolaboratif nilai berpihak pada murid. Begitu juga peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran membuat kita sebagai guru harus mampu membimbing dan menuntun untuk menerapkan budaya positif.

Selanjutnya, apabila guru sudah layak digugu dan ditiru, dan sudah memaksimalkan nilai dan perannya, saatnya guru harus menata budaya kelas, melalui pembentukan keyakinan kelas. Kenapa keyakinan kelas? Bukan kesepakatan kelas atau peraturan kelas? Keyakinan berasal dari diri siswa sendiri. Untuk menjadi suatu keyakinan harus melalui proses yang panjang. Bisa berawal dari peraturan kelas, yaitu peraturan yang bersifat satu arah dan memaksa. Peraturan kelas tadi pelan-pelan kita rubah menjadi kesepakatan kelas. Tahap kesepakatan ini lebih tinggi dari peraturan kelas, karena sudah mendapat persertujuan dari semua anggota kelas, dan tidak lagi bersifat satu arah. 

Kesepakatan yang terus-menerus dijalankan akan berubah menjadi keyakinan. Keyakinan yang dijalankan tanpa paksaan, melainkan karena kesadaran. Bila ada yang melanggar keyakinan, maka akan menerima konsekuensinya, bukan mendapatkan hukuman atau ganjaran.   

Cara membuat keyakinan kelas adalah dengan proses diskusi yang terbuka antara seluruh anggota kelas. Setiap kelas harus mempunyai keyakinan kelas. Inilah yang akan menuntun siswa dalam proses belajar setiap hari di sekolah.

Menciptakan siswa yang berkarakter baik tentunya merupakan sebuah impian dari semua guru, dari impian itulah seorang guru mempunyai visi untuk mencapai murid impiannya. Untuk mencapai visi diperlukan cara yang efektif, salah satunya bisa dengan menggunakan menggunakan manajemen perubahan Inkuiri Apresiatif (IA). Yaitu manajemen yang memusatkan pada kekuatan. Guru harus melihat apa yang kekuatan sekolah, apa kekuatan kelas, dan apa kekuatan para siswa untuk menciptakan kekuatan yang lebih tinggi.

Langkah konkrit perubahan bisa dengan menggunakan tahapan B-A-G-J-A (Buat Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi). BAGJA membantu sekolah merencanakan perubahan berdasarkan apresiasi terhadap apa yang sudah berhasil. Ini menciptakan lingkungan yang positif untuk pertumbuhan dan perkembangan sekolah yang berkelanjutan.

Tahapan selanjutnya untuk menciptakan budaya positif adalah:

  1. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
    Lihat Pendidikan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun