Mohon tunggu...
Fitrah Ilhami
Fitrah Ilhami Mohon Tunggu... Musisi - Penulis buku, personil nasyid Fatwa Voice, seorang guru

Penulis buku, personil nasyid Fatwa Voice, guru, dengan situs blog: fitrahilhamidi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Jangan Jadi Suami Pelit

13 Oktober 2018   20:04 Diperbarui: 13 Oktober 2018   20:48 866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Malam di akhir pekan itu aku mengajak istri dan dua bocah jalan-jalan naik motor. Biar mereka tidak jenuh di rumah karena berhari-hari aku tinggal kerja.

Saat di tengah perjalanan kami melewati barisan para pedagang buah, istri tiba-tiba bilang,

"Bang, pingin durian."

"Durian?" aku memastikan.

"Iya."

"Ya sudah, ayo beli," kataku meyakinkan.

Tak disangka istri berubah pikiran, "Ndak, ah. Nanti aja kalau Abang ada uang lebih."

"Alhamdulillah, selamet," kataku dalam hati. Gak mungkin aku ucapkan hal itu ke istri secara terang-terangan. Bisa-bisa dia minta turun di tengah jalan saat itu juga.

 Maklum tanggal tua. Banyak kebutuhan pokok yang harus dipenuhi. Popok si bungsu, dan susu si sulung sudah habis. Kami harus pandai-pandai mengatur pengeluaran.

"Yakin ndak jadi beli durian, Neng?" aku pura-pura tanya.

"Iya ndak usah." Dia memastikan, "Tapi aku pingin banget maem durian, Bang. Beliin ya, nanti."

Aku mengangguk. Melas banget dia. Kayak anak kecil minta permen. Iya, deh. Kalau udah gajian, aku belikan.

Kami melanjutkan perjalanan. Dan nampak dari spion, istri menatap durian-durian yang digantung itu dengan mata tak berkedip.

***

Esok malamnya, aku dihubungi pihak sekolah,

"Pak Fitrah. Sekolah kita ikut pameran pendidikan di Pakuwon Ciputra Mall. Nah, lusa kami diminta panitia untuk menampilkan sesuatu di panggung. Rencana sekolah mau menampilkan paduan suara. Pak Fitrah bisa dampingi  anak-anak?"

"InsyaAllah bisa, Tadz." Aku mengiyakan.

"Alhamdulillah. Makasih ya, Pak."

"Sama-sama, Tadz."

Datanglah aku melatih dan mengiringi anak-anak tampil. Panggung itu besar sekali. Murid-murid nampak begitu riang. Baru kali ini tampil di mall, ditonton banyak pengunjung

Alhamdulillah... Tampilan paduan suara berjalan sesuai rencana. Setelah itu aku pulang. Tidak pakai ikut bongkar panggung dan nyopotin kabel listrik, karena sudah ada petugasnya sendiri.

Sebelum pulang, wakil kepala sekolah mendekatiku.

"Pak Fitrah. Terimakasih, ya. Tampilan anak-anak bagus," ia menyalami. "Oh, iya Ustadz. Ini ada uang transport buat pelatih. Mohon diterima, ya?"

Aku mengangguk. Menerima amplop itu. Beranjak ke  parkiran setelah mengucapkan terimakasih.

Di perjalanan pulang, aku kembali melewati lapak durian. Saat itulah, saat melihat durian-durian itu digantung, aku seperti melihat wajah istriku di sana. Durian itu seolah tersenyum padaku dan bilang,

"Bawa aku pulang, Fit. Istrimu pingin aku."

Benar juga, Jangan-jangan karena kemarin istri minta dibelikan durian, aku jadi dapat penghasilan tambahan. Oke. Akhirnya aku berhenti, kemudian memutar kemudi menuju pedagang durian.

"Berapaan, Pak?"

"Tiga puluh ribuan. Lima puluh ribu dapat dua." Pedagang menjawab.

"Manis?"

"Manis."

"Semanis aku ndak?"

Mau tanya kayak gitu, tapi urung karena takut malah dilempar pakai durian sambil dibacain taawudz sama pak pedagang.

Akhirnya, aku mengambil amplop di  kantong, menyobeknya, ingin tahu berapa isinya.  Ternyata cukup untuk beli empat buah. Maunya beli satu, tapi mengingat istri kok pingin banget maem durian, ya sudah aku belikan dua.

"Beli dua, Pak. Pilihkan yang manis, ya."

Pedagang mengangguk. Transaksi selesai seusai aku memberi uang.

Setelah itu aku pulang. Sesampainya, aku segera mengetuk pintu. Tak lama kemudian, wajah istri nongol di jendela. Aku langsung mengangkat dua durian itu menempelkannya ke kaca. Lalu dia histeris, seolah baru saja ketemu dengan artis. Cepat-cepat dia membuka  pintu. Dia mengambil tanganku, aku kira tanganku mau dicium, ternyata mau ngambil durian itu.

Eh, tapi setelah durian diletakkan di lantai, dia cium tanganku. Aih, udah kayak adegan di sinetron aja. Yang judulnya Double Azab.

Aku tersenyum.

"Seneng, Neng?"

"Seneng, Bang. Makasih banyak ya, Bang." Dia sumringah. "Dapat uang dari mana, Bang? Kan belum gajian."

"Ya dari dampingi anak-anak tampil."

"Wah, gara-gara aku minta durian, Abang langsung dapat rezeki lebih."

"Sepertinya iya, Neng. Rezekinya Neng itu."

"Dapet berapa uangnya, Bang?"

"Seratus ribu."

"Duriannya berapaan?"

"Lima puluh ribu."

"Berarti sisa 50 ribu ya, Bang?"

"Iya."

"Berarti  itu uang aku, Bang. Kan kata Abang itu rezeki aku."

Eh, aku garuk-garuk kepala. "Iya. Rezeki Neng."

"Ya mana berarti, uangnya buat aku."

Oh, yawes. Aku ambil kembalian beli durian, memberikannya pada istri.

*   *   *

 Pak, ini rumus. Kalau Bapak dapat rezeki, istri akan bilang, "Ini gara-gara doa istri."

Tapi kalau istri mendapat masalah, dia akan bilang, "Ini pasti gara-gara dosa bapak."

Itu biasa, Pak. Gak usah protes. Ikhlasin aja. Yang penting kan rezeki Bapak nambah.

***

Surabaya, 06 Oktober 2018

Fitrah Ilhami

Penulis 8 buku,

NASIB ORANG BAIK

GARA-GARA GELAS

CURHAT ORANG CUNGKRING

CURHAT ORANG CUNGKRING 2

KETIKA DERITAKU JADI BAHAGIAMU

TENTANG CINTA TENTANG KELUARGA

GOLDEN SCENES

CINTA YANG TERSAMBUNG HINGGA KE LANGIT


Pemesanan bisa langsung KLIK DI SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun