Melihatku menjawab lesu, Devi melempar tanya khawatir. "Kamu nggak papa?"
Kepalaku mengangguk. "Enggak papa."
Lalu kami saling melempar senyum tipis. Tanpa perlu dijelaskan, hal-hal yang tersirat sudah sampai pada pemahaman.
"Permisi."
Tubuhku mematung sesaat. Begitu pun dengan Devi. Melempar pandang, memastikan memang salah satu di antara kamilah yang dimaksud pemilik suara berat di belakang. Terdengar gesekan sandal di atas pasir mendekat. Sehingga kami kompak membalikkan badan.
Melihat laki-laki bisu orangnya, kami terperangah. Laki-laki itu baru saja mengucapkan sebuah kata. Dugaanku benar. Laki-laki itu tidak bisu. Tanpa sadar sudut bibirku tertarik. Sedangkan Devi masih berusaha mencerna apa yang terjadi.
"Ada apa?"
Dia menelan ludah. Matanya mengerjap-ngerjap dua kali lebih cepat. Tampaknya dia kebingungan. Sebelum tanya kembali kulempar, diulurkannya kalung berbandul kelopak bunga tanpa inti yang sangat kukenali.
"Aku memang ingin membuangnya,"Â tukasku dingin.
"Maaf." Â
"Tidak apa-apa."